Banyak Sisi Negatifnya, Orang Tua Harus Bisa Mengontrol Penggunaan Media Sosial Pada Anak

Banyak Sisi Negatifnya, Orang Tua Harus Bisa Mengontrol Penggunaan Media Sosial Pada Anak
Pelajar PAUD IT ADAR Kalasan belajar membaca dan menulis menggunakan gadget. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Penggunaan media sosial (medsos) pada anak, saat ini sudah bukan hal yang asing. Kendati memiliki keunggulan untuk mendorong kreativitas anak, namun banyak juga sisi negatifnya.

Pakar Pendidikan Anak Usia Dini UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Hj. Erni Munastiwi, M.M. mengungkapkan, bahwa penggunaan media sosial menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat, termasuk penggunaannya dalam berkomunikasi atau lainnya termasuk untuk belajar anak.

“Media sosial memang memiliki keunggulan, karena kaya akan informasi, memiliki jangkauan yang luas, menghemat waktu dan mudah dalam penggunaannya. Sehingga anak dapat dengan mudah menyelesaikan tugas dan mengembangkan daya pikir kreatifnya,” tutur Prof Erni, Jumat (1/12/2023).

Namun demikian, Prof Erni mengingatkan, agar masyarakat utamnya orang tua waspada dengan dampak negatif penggunaan medsos pada anak.

Ia mencontohkan, saat diberlakukannya social distancing saat Pandemi Covid-19, tidak semua orang tua memahami pembelajaran dengan media sosial, terlebih lagi anak mereka jauh lebih pandai dalam menggunakan media sosial.

“Kondisi tersebut membuat orang tua masih sangat bergantung dengan guru yang memberikan pembelajaran secara online. Bahkan tidak sedikit anak yang mengikuti pembelajaran daring (online) sambil bermain media online atau games, sehingga materi yang disampaikan gurunya tidak efektif tersampaikan,” ungkapnya.

Disadari atau tidak, ketika anak mampu menggunakan media sosial sebagaimana mestinya tentunya tidak akan menjadi suatu persoalan, namun realita yang terjadi saat ini menggambarkan bahwa banyak anak yang tidak dapat mengontrol dirinya dalam menggunakan media sosial.

“Hal ini dikarenakan anak-anak pada dasarnya mudah penasaran dan ingin mencari tahu segala hal yang ada dalam pikirannya,” Kata Prof Erni.

Guru besar pada Program Studi Magister Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga ini menjelaskan, berakhirnya masa kanak-kanak akhir (late childhood) yaitu mulai dari enam tahun sampai tibanya anak mengalami kematangan secara seksual, perlu ekstra pengawasan.

“Tanpa pengawasan, arahan dan bimbingan orang tua, anak akan dapat dengan mudah terjerumus ke hal-hal yang tidak diinginkan,” lanjutnya.

Prof Erni menjelaskan, melakukan inovasi dalam belajar tentu baik, namun melihat dampak yang dapat memperburuk karakter anak, dapat membuat orang tua dan guru kelimpungan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki anak, mengingat semua hal memiliki keterbatasan dalam memecahkan masalah dalam masalah.

Prof Dr Erni Munastiwi. (istimewa)

Peran orang tua dalam memanfaatkan media sosial bagi anak, dari segi pengembangan kreativitas anak ialah sebuah kemampuan seseorang dalam menuangkan ide gagasan, ekspresi terhadap hal yang baru.

Kemudian, dapat memecahkan masalah yang sedang anak hadapi dan sebuah ide dituang dalam produk yang baru dan hasil yang baru pula, sehingga mempunyai nilai tinggi bagi karyanya.

“Keluarga menjadi pihak yang paling sering dijumpai anak yang diharapkan dapat membantu mengembangkan kreativitas mereka, serta menjadi pendorong yang dapat memotivasi mereka. Media sosial menjadi sarana yang paling memungkinkan bagi anak untuk menemukan hal-hal baru untuk mengembangkan kreativitas mereka,” imbuh Prof Erni.

Ia mengungkapkan, belum optimalnya peran orang tua dalam memanfaatkan media sosial dari segi pengembangan kreativitas anak, disebabkan berbagai faktor. Di antaranya karena kurangnya daya pikir kreatif yang tinggi dan wawasan yang luas.

Selain itu, kesadaran orang tua akan pentingnya mempelajari teknologi informasi dan komunikasi, lebih-lebih di masa modern saat ini, dimana sudah berkembang Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dan terus mengalami perkembangan.

“Tidak sedikit dari orang tua yang belum mengenyam pendidikan tinggi, sehingga mengenal salah satu bentuk media sosial saja bagi mereka sudah sangat memuaskan hati. Orang tua belum sepenuhnya mengetahui bagaimana mengfungsikan media sosial dalam mengembangkan kreativitas anak,” ujarnya.

Faktor lainnya, kata Prof Erni, adalah orang tua yang harus bekerja ekstra dalam memenuhi kehidupan sehari-hari. Padahal, penggunaan media sosial di sisi lain juga menambah beban pengeluaran untuk membeli kuota internet. Karenanya, orang tua membatasi penggunaannya untuk belajar anak.

“Dalam mengembangkan kreativitas anak pastilah memerlukan fasilitas yang memadai,” ujarnya.

Dari sisi anak, kemandirian untuk melakukan hal-hal yang diinginkan masih kurang dan rendahnya rasa percaya diri dalam mengembangkan atau mengeplorasikan dirinya melalui media sosial dalam hal yang positif dan lebih cenderung mencontoh hal negative yang diperoleh di media sosial.

“Saat ini banyak orang tua kelimpungan dalam memantau atau mengawasi anaknya dalam memanfaatkan media sosial, lantaran mereka juga memiliki kesibukan. Oleh karena itu, orang tua harus lebih melek teknologi dan informasi serta melakukan pembatasan hal-hal baru untuk mengembangkan kreativitas mereka,” imbuhnya.

Agar bisa mengontrol, orang tua perlu meningkatkan daya pikir kreatif yang tinggi dan wawasan yang luas.

“Melonjaknya pengunaan media sosial tentunya tidak serta merta membuat orang tua lupa akan perannya. Karena pengawasan orang tua dalam memanfaatkan media sosial bagi anaknya amatlah penting,” pungkas Erni. (*)