UUK Digugat, Ini Tanggapan DPRD DIY

UUK Digugat, Ini Tanggapan DPRD DIY

KORANBERNAS.ID – Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY kembali dipersoalkan menyusul adanya gugatan dari mahasiswa Fakultas Hukum UGM, Felix Juanardo Winata.

Gugatan itu disampaikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena sebagai warga keturunan Tionghoa yang bersangkutan tidak bisa memiliki tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Menanggapi gugatan tersebut, Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menyatakan perlunya semua eleman masyarakat melihat kilas balik proses penetapan Undang-undang Keistimewaan (UUK) DIY.

Waktu itu masyarakat berbondong-bondong ke Jakarta berjuang menyampaikan aspirasi untuk penetapan UUK. Selain itu, perlu juga membuka kembali catatan sejarah kontribusi Yogyakarta untuk tegaknya NKRI.

“Berarti Undang-undang Keistimewaan ini sudah menjadi keinginan masyarakat Yogyakarta. Ketentuan pertanahan juga sudah menjadi aspirasi masyarakat Yogyakarta,” ujarnya di DPRD DIY, Kamis (21/11/2019).

Sepengetahuan dia, aturan tersebut memang berlaku secara nasional. “Di Bali juga. Warga negara asing (WNA) memang tidak boleh memiliki tanah di Indonesia. Jadi wajar kalau WNA tidak boleh memiliki tanah di DIY,” tambahnya.

Apabila semua tanah di DIY dimiliki WNA yang dikhawatirkan adalah kesejahteraan masyarakat akan berkurang. Hak hak WNI  akan tergusur oleh investor-investor besar dari luar negeri.

Mestinya para investor dari luar negeri mematuhi aturan penanaman modal. “Sudah ada aturan tentang penanaman modal asing. Taati saja aturan itu,” kata dia.

Menjawab pertanyaan Keraton Yogyakarta dianggap bersikap sewenang-wenang, Huda justru balik bertanya. “Kesewenang-wenangan yang mana? Saya tidak melihat. Bahkan SG (Sultan Ground) dan PAG (Pakualam Ground) sangat banyak digunakan untuk kepentingan umum dan masyarakat, bahkan tanpa izin, dalam tanda kutip,” paparnya.

Dia menjelaskan, inventarisasi yang dilakukan oleh Pemda DIY bersama Keraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman saat ini adalah penertiban administrasi.

“Statusnya bagaimana, pemakaiannya untuk apa, jangan sampai ada penggunaan SG dan PAG yang tidak sesuai tujuan undang-undang,” tambahnya.

Dia melihat, sepanjang untuk kepentingan umum serta kepentingan masyarakat, SG dan PAG rela dilepas termasuk bandara di Kulonprogo juga di atas PAG.

“SG dan PAG banyak digunakan untuk perguruan tinggi, jalan-jalan, sekolah-sekolah, tanah kas desa semua dari SG. Jadi kesewenang-wenangan itu saya tidak melihat,” tandasnya. Secara nyata gugatan itu tidak beralasan

Sesuai UUD 1945

Sependapat, Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan Urusan Pertanahan dalam UU Keistimewaan DIY sudah sesuai dengan UUD 1945.

Pertanahan merupakan salah satu urusan keistimewaan sebagaimana diatur dalam pasal 7 UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.

UU No 13/2012 tentang Keistimewaan DIY disusun berdasarkan dan berpedoman pada Pasal 18 UUD NRI 1945.

"UU Keistimewaan DIY Nomor 13/2012 juga tidak bertentangan dengan UU Pokok Agraria. Dalam pelaksanaan urusan pertanahan telah disusun dan disahkan Perdais 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten. Termasuk telah diterbitkan Pergub 33, 34 dan 35 Tahun 2017," ujarnya.

Dia mengajak semua pihak khususnya generasi muda berkomitmen menghormati UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY termasuk peraturan pelaksanaannya. Mereka harus menghormati sejarah lahirnya Keistimewaan DIY. (sol)