Tak Kuasa Menahan Tangis, Nasabah BUKP Wates Kesulitan Mencairkan Uangnya
Dia percaya BUKP Wates baik, petugasnya baik-baik, kepalanya baik.
KORANBERNAS.ID, KULONPROGO -- Tri Hartati adalah salah seorang nasabah BUKP Wates yang kesulitan mencairkan uang miliknya. Wanita itu tak kuasa menahan tangis tatkala ditemui di rumahnya kawasan Tawangsari Pengasih Kulonprogo, Rabu (16/4/2025).
Rumahnya sederhana. Dia tinggal bersama suami dan dua anaknya. Siang itu, Tri Hartati baru saja sampai rumah setelah berjualan di Pasar Bendungan Wates Kulonprogo. Dia sesekali mengambil nafas untuk memulai bicara.
Bahkan, perempuan itu bingung harus mulai dari mana untuk menjelaskan kisah pedih dan susahnya mengambil tabungannya sendiri di BUKP Wates. “Berat, Pak. Saya sebenarnya tidak ingin menceritakan buruknya orang lain," ujarnya pelan.
Niatnya menabung di BUKP Wates untuk kemaslahatan dan hal-hal yang baik sekaligus merenda hari depan yang untuk kedua buah hatinya, Afikka Sekar Ayu dan Adrian Himawan.
Catatan tabungan nasabah BUKP Wates. (istimewa)
“Bisa dilihat, Pak, saya menabung itu setiap hari dari Rp 5.000 sampai Rp 10.000, selama puluhan tahun, secara kolektif,” ujarnya lirih.
Tabungan atas namanya satu rekening, dan dua rekening lain beserta dua sertifikat deposito atas nama kedua anaknya.
“Saat memulai menabung itu saya berdoa, Ya Allah, Ya Rabb, semoga ini berkah bagi anak-anak kami, karena mereka harus sekolah tinggi,” katanya sembari menyeka air mata.
Bertahun-tahun dia terus giat menabung dan tidak pernah diambil. Dia percaya BUKP Wates baik, petugasnya baik-baik, kepalanya baik.
Hampir menyerah
Sampai suatu ketika, anaknya yang besar masuk SMK, maka dia membutuhkan banyak biaya.
“Saya tujuh bulan berturut-turut setiap hari ke Kantor BUKP Wates, hanya untuk mencairkan deposito senilai Rp 20 juta, Masya Allah, kenapa sulit begini, hampir saya menyerah,” ujarnya.
Kemudian dia melapor dan dimediasi oleh Polsek Wates, baru bisa mencairkan uang pokok. “Saya tidak mikir bunganya, pokoknya saja sudah syukur,“ kata Tri Hartati.
Diliputi pikiran kalut dan rasa tidak percaya yang mendalam, setelah itu dia terus menerus ke Kantor BUKP Wates meminta pencairan deposito serta tabungan kedua anaknya. “Tetap sulit, Pak,” ungkapnya pelan.
Bahkan ada cerita, untuk mencairkan tabungan sebesar Rp 5.000 saja minta ampun susahnya. Sampai-sampai dia harus menerima uang sebesar itu dari pintu belakang. “Ya Allah, kenapa bisa begini ya. Dosa saya apa? “katanya merintih.
Mediasi
Dengan menabung setiap hari Rp 5.000 sampai Rp 10.000 dia bisa mengumpulkan tabungan sebesar Rp 90 juta, saat itu.
Akhir tahun 2024 dia mencairkan Rp 20 juta melalui mediasi polisi, sehingga dengan tiga tabungan dan dua deposito masih ada dana Rp 70 juta. Dua deposito atas nama kedua anaknya, masing-masing senilai Rp 10 juta.
Tri Hartati mulai menabung tahun 2007, kemudian disusul dua tabungan atas nama anaknya sejak tahun 2019 dan 2020.
“Semuanya dari jerih payah saya, menyisihkan keuntungan yang sedikit demi sedikit, saya sadar saya harus istikomah menabung meski hanya Rp 5.000 sampai Rp 10.000 setiap hari,” katanya.
Tanggung jawab
Kini harapannya itu nyaris putus, dia tidak tahu harus menangis ke siapa, atau harus mengadu ke siapa. Karena beberapa kali membaca berita di media, Pemprov DIY sebagai pemilik BUKP Wates tidak mau bertanggung jawab.
“Jika raja kami saja tidak mau peduli, anak buahnya menolak, mau sambat ke siapa lagi?” ungkapnya lemas.
Menurut dia, Kepala BUKP Wates dan petugas selalu menghilang, ndelik (ngumpet) jika didatangi di kantornya. Komunikasi dengan mereka putus.
“Kami serahkan kepada Allah SWT, kepada pemilik jagad raya ini, nggak tahu apa yang bakal terjadi. Nggak kuat mikir saya, uang saya ini hilang ke mana?” ujarnya mengakhiri cerita sembari matanya berkaca-kaca. (*)