Soal Fikih Disabilitas, Gus Hilmy: Semua Sudah Diatur PBNU

Soal Fikih Disabilitas, Gus Hilmy: Semua Sudah Diatur PBNU

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Pengasuh Pesantren Krapyak yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Hilmy Muhammad atau Gus Hilmy, membeberkan fikih disabilitas.

Fiqih disabilitas berarti bagaimana kalangan disabilitas melaksanakan agamanya, cara dia bersuci, shalat dan lain sebagainya. Semua sudah diatur dalam buku Fiqih Disabilitas terbitan Lembaga Bahtsul Masail PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama).

“Disabilitas menjadi bagian dari kita dan karenanya menjadi tanggung jawab kita semua. Kita harus memiliki perhatian dan kesadaran kepada mereka, sehingga tidak menjadi beban bagi negara. Mereka sendiri juga tidak ingin menjadi beban,” ungkapnya pada acara Lentera Kasih RRI Pro 1 Jogja 91.1 FM, Sabtu (26/6/2021), bekerja sama dengan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) DIY.

Menurut Gus Hilmy, penting bagi semua memberi peluang dan memberdayakan mereka, sehingga dapat membebaskan diri dari ketergantungan dan bisa mandiri.

“Keberadaan mereka yang mengalami ketidakmampuan ini, bukan kelainan, tidak boleh menjadikan mereka didiskriminasi atau perlakuan berbeda, karena mereka adalah bagian dari kita. Bahkan boleh jadi suatu saat nanti kita akan menjadi seperti mereka. Kita bisa berkaca pada Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur,” katanya.

Anggota Komite III DPD RI yang salah satunya membidangi agama ini menyatakan, prinsip agama itu memudahkan. Prinsip ini mestinya juga harus diwujudkan dalam penanganan atau penyediaan sarana prasarana peribadatan, termasuk bagi penyandang disabilitas.

Apabila mereka dianggap sebagai orang yang dihitung sebagai anggota jumatan, maka fasilitas yang berhubungan dengan keragaman kemampuan jamaah harus disediakan, seperti menyediakan jalur kursi roda, toilet dan tempat wudhu yang ramah dan nyaman buat mereka.

“Dalam perspektif pembangunan, penangan terhadap mereka harus dilakukan, sebab disabilitas dan kemiskinan itu saling mempengaruhi. Kewajiban negara adalah mendidik dan menjadikan mereka bisa terampil dan mampu berkarya. Ini bukan hanya kewajiban pemerintah, tapi juga adalah bagian dari kewajiban kita semua,” ujar Gus Hilmy.

Pemerintah wajib menyiapkan segala fasilitas publik yang ramah bagi mereka, bagi infrastruktur, menyiapkan jenjang pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka, termasuk menyiapkan sekolah lanjutan bagi lulusan SLB (Sekolah Luar Biasa), dan memberikan peluang bekerja yang sama.

Masyarakat perlu memiliki kesadaran kolektif untuk memahami hak-hak penyandang disabilitas. “Misalnya membiasakan diri mendahulukan penyandang disabilitas dalam antrean soal pengurusan dan pemanfaatan berbagai keperluan di masyarakat, serta tidak menggunakan fasilitas yang memang dikhususkan bagi penyandang disabilitas, baik dalam hal penggunaan toilet, tempat parkir, fasilitas tempat duduk di area ruang tunggu atau kendaraan,” jelasnya. (*)