Seminar Nasional di UMY Bahas Urgensi Pembaruan KUHAP

Hukum pidana adat memiliki karakteristik yang berbeda-beda di setiap daerah.

Seminar Nasional di UMY Bahas Urgensi Pembaruan KUHAP
Seminar Nasional "Ide Pembaharuan Hukum Acara Pidana Berdasarkan Nilai-Nilai Keindonesiaan" di Fakultas Hukum UMY. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Pembaruan sistem hukum pidana di Indonesia menjadi perhatian utama Seminar Nasional bertajuk Ide Pembaharuan Hukum Acara Pidana Berdasarkan Nilai-Nilai Keindonesiaan yang digelar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (14/12/2024).

Peserta seminar menyoroti perlunya pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) agar selaras dengan Undang-Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang diklaim banyak mengandung nilai-nilai keindonesiaan.

Ahli Hukum Acara Pidana Universitas Negeri Semarang (Unnes) Dr Cahya Wulandari M Hum menyatakan KUHAP yang rencananya diperbarui pada 2025, harus dirancang dengan latar belakang filosofis dan sosiologis yang tidak terpisahkan dari KUHP.

Menurut dia, pergeseran asas legalitas dalam KUHP terbaru, kini tidak hanya mengacu pada undang-undang formal tetapi juga hukum yang hidup di masyarakat, termasuk hukum pidana adat.

Karakteristik berbeda

“Hukum pidana adat memiliki karakteristik yang berbeda-beda di setiap daerah, seperti di NTT, Palangkaraya, dan Makassar, sehingga sulit diterapkan secara optimal tanpa aturan yang jelas," ungkap Cahya, yang juga menjabat Kepala Kantor Hukum Unnes.

Dia menyatakan KUHAP yang baru harus menjadi rules of the game untuk memastikan hukum pidana adat bisa digunakan sebagai sumber hukum dalam memidana.

Cahya menambahkan, hukum pidana adat juga dapat berfungsi menghapus sifat melawan hukum dari suatu perbuatan yang dirumuskan sebagai tindak pidana.

Namun, KUHAP saat ini belum mengatur secara detail mekanisme penerapan hukum adat tersebut, sehingga menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam rancangan KUHAP mendatang.

Pemaafan hakim

Pembicara lainnya, Hakim Pengadilan Tinggi Yogyakarta, Harini MH, menjelaskan pentingnya konsep pemaafan hakim sebagai bagian dari pembaruan hukum acara pidana.

Menurutnya, pemaafan hakim adalah kewenangan memberikan maaf kepada pelaku tindak pidana ringan dengan tetap menyatakan dakwaan terbukti bersalah. “Konsep ini berpedoman pada Pasal 70 KUHP, tetapi belum diatur secara komprehensif dalam KUHAP,” ujar Harini.

Di dalam konsep pemaafan hakim, lanjut dia, seorang hakim harus menggali secara mendalam peristiwa hukum yang terjadi agar putusan tidak hanya memberikan manfaat bagi terdakwa dan korban, tetapi juga memulihkan keadaan masyarakat secara maksimal.

Dia menegaskan putusan pemaafan hakim bukanlah pembebasan penuh, karena hakim tetap harus menyatakan terdakwa bersalah sesuai dakwaan.

Segala tuntutan

Harini juga menyoroti Rancangan KUHAP (RKUHAP) sudah mulai mengatur kewenangan hakim, dengan membedakan putusan pemaafan hakim dari putusan yang melepas terdakwa dari segala tuntutan.

Hal ini diharapkan memberikan landasan hukum yang lebih kuat dalam penerapan asas keadilan, sehingga pembaruan KUHAP dapat menjembatani kebutuhan masyarakat sekaligus memperkuat harmonisasi antara KUHP dan KUHAP.

Seminar ini memberikan pandangan strategis terhadap pembaruan sistem hukum acara pidana di Indonesia, yang bertujuan menciptakan sistem hukum berbasis nilai-nilai keindonesiaan yang inklusif dan responsif. (*)