Selamatkan Tanaman Padi, Petani di Trucuk Klaten Sedot Air dari Sumur Irigasi

Selamatkan Tanaman Padi, Petani di Trucuk Klaten Sedot Air dari Sumur Irigasi
Widadi, warga Desa Jatipuro Kecamatan Trucuk menunggui mesin pompa air di sawah, Senin (10/7/2023). (masal gurusinga/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, KLATEN -- Sejumlah petani di beberapa desa wilayah Kecamatan Trucuk Klaten mulai merasakan dampak kekeringan. Untuk menyelamatkan tanaman padi, mereka mulai menyedot air dari sumur irigasi (sumur pantek) yang ada di sawah menggunakan mesin pompa air.

Mesin tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM), melainkan menggunakan LPG 3 kg dengan alasan lebih irit.

Seperti itu yang dilakukan Widadi, warga Desa Jatipuro. Ditemui di sawah yang dia kelola, Senin (10/7/2023), dia menceritakan tanaman padi miliknya sudah berumur dua bulan.

"Satu bulan lagi sudah bisa panen. Agar tidak kekeringan, saya aliri air. Setidaknya sampai panen nanti masih harus dialiri air dua kali seminggu," kata Widadi.

Sekedar perbandingan, kata dia, untuk mengaliri satu patok sawah menggunakan BBM setidaknya butuh 10 liter atau Rp 100 ribu. Sedangkan menggunakan LPG 3 kg tidak habis dua tabung dengan menghidupkan mesin pompa air dari pukul 07:00 hingga 18:00.

"Jadi perbandingannya seperti itu, irit pakai LPG. Tapi karena sawah yang saya kelola ini di pinggir jalan terpaksa saya tunggu sampai selesai," ujarnya.

Widadi menambahkan, sawah itu bukan milik pribadi melainkan menyewa Rp 6 juta per patok. Sedangkan biaya mengolah sawah hingga panen diperkirakan sekitar Rp 2,5 juta per patok.

"Saya menyewa lima patok menyebar di beberapa tempat. Kalau kondisinya seperti ini Insya Allah bisa kembali modal. Beda seperti ketika ditanam jagung kemarin yang istilahnya R (rugi) karena harga jagung Rp 2.500 per kilogram," ungkapnya.

Serupa dilakukan petani di wilayah Desa Puluhan, Desa Trucuk dan Desa Bero. Pada musim kemarau ini mereka menyedot air dari sumur pantek untuk menyelamatkan tanaman padi dari ancaman kekeringan.

Menariknya, upaya menyedot air itu dilakukan bersamaan karena pola tanam yang dilakukan juga serentak. Langkah ini dilakukan petani untuk memutus rantai serangan hama.

"Kemarin tanamnya serentak. Mengalirinya juga hampir bersamaan. Ada yang pakai BBM, ada juga pakai LPG 3 kg karena lebih irit," kata Agus, petani yang mengaku tinggal di Desa Puluhan Kecamatan Trucuk. (*)