Saran Anggota DPR RI, PTM Terbatas Sebaiknya Bertahap dan Hati-hati

Saran Anggota DPR RI, PTM Terbatas Sebaiknya Bertahap dan Hati-hati

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Sejumlah daerah di Indonesia, terutama yang menyandang status, dalam tanda kutip, PPKM Level 1 sampai level 3, mulai menyelenggarakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas. Di Yogyakarta, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY bersama instansi terkait terus melakukan penyempurnaan pelaksanaan PTM.

Anggota DPR RI dari daerah pemilihan DIY, Sukamta, memberikan dukungan dimulainya PTM namun demikian dia menyarankan kebijakan tersebut sebaiknya disertai kehati-hatian. Pelaksanannya pun bertahap.

Kepada wartawan di sela-sela Launching Ambulans dan Vaksin Bersama DPD PKS Kota Yogyakarta, Sabtu (11/9/2021), di Kantor DPW PKS DIY Jalan Gambiran Yogyakarta, Sukamta menyatakan bisa memahami pemerintah yang mengambil kebijakan itu.

Menurut dia, dibukanya destinasi wisata maupun dimulainya pembelajaran tatap muka merupakan langkah yang baik. “Langkah membuka satu dua sekolah sebagai uji coba itu bagus,” ujarnya.

Berdasarkan pengalaman di negara lain, pembukaan kembali sekolah yang terpaksa tutup sekian lama akibat pandemi Covid-19 tidak semuanya berjalan lancar.

Politisi kelahiran Klaten Jawa Tengah lulusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) peraih gelar doktor dari Manchester University Inggris itu mencontohkan, salah satu negara bagian Amerika Serikat  sempat membuka kembali sekolah namun belum berhasil.

“Jangankan di Indonesia, di Amerika Serikat negara bagian Louisiana kemarin begitu dibuka satu pekan ada tambahan (kasus positif) 20 ribu per hari. Semuanya anak sekolah,” ujarnya.

Anggota Fraksi PKS ini sepakat, vaksinasi bagi pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu syarat pembelajaran tatap muka. Selain vaksinasi, seyogianya pemerintah juga perlu memberikan perhatian terkait munculnya varian baru Covid-19, Mu.

Mu saat ini menjadi perhatian organisasi kesehatan dunia (WHO), selain kebal vaksin juga mampu menyerang orang-orang yang pernah terpapar Covid-19. Dikabarkan Mu sudah menyebar di 39 negara.

Izin pemda

Dari Jakarta diperoleh informasi, Kementerian Pendidikan Kebudayan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan kesempatan satuan pendidikan melaksanakan PTM terbatas dengan izin dari pemerintah daerah (pemda).

Dari 514 kabupaten/kota, 471 daerah di antaranya berada di wilayah PPKM level 1-3. Jika dihitung dari jumlah sekolah sebanyak 540 ribu sekolah, 91 persen di antaranya diperbolehkan melakukan PTM terbatas.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen Pauddasmen) Kemendikbudristek, Jumeri, menyampaikan total terdapat 490.217 sekolah yang diperbolehkan PTM terbatas. “Tapi kecepatan daerah dalam melakukan PTM terbatas sangat bervariasi,” jelasnya pada forum pertemuan online.

Saat ini Provinsi Aceh menduduki peringkat teratas pelaksanaan PTM terbatas yaitu 81 persen. Secara nasional, sekolah yang sudah melakukan PTM terbatas mencapai 50 persen.

Sebagian besar komponen pemerintah daerah, pemerintah pusat, guru, peserta didik, dan orang tua, sudah punya tujuan sama yaitu agar sekolah segera bisa dibuka.

“Kita sudah satu frekuensi segera membuka sekolah, untuk merelaksasi anak-anak kita, menolong anak-anak kita. Soal beda waktu membuka ini hanya perbedaan pertimbangan daerah,” paparnya.

Menurut dia, upaya mengembalikan peserta didik ke sekolah disertai sejumlah syarat. Pertama, satuan pendidikan itu berada di wilayah PPKM level 1 sampai 3.

Kedua, apabila pendidik dan tenaga kependidikannya sudah divaksinasi, sekolah wajib menyediakan opsi tatap muka terbatas. Selain itu, juga memberi opsi pembelajaran jarak jauh (PJJ).

“Pendidik dan tenaga kependidikan yang belum divaksinasi di wilayah PPKM level 1 sampai 3 boleh melakukan PTM terbatas. Saat ini vaksinasi bagi pendidik dan tenaga kependidikan dosis pertama mencapai 60 persen atau dari 5,5 juta guru sudah 3,4 juta orang yang divaksinasi. Sedangkan dosis kedua sudah 40 persen dari jumlah guru,” ucapnya.

Jumeri menegaskan peserta didik yang mengikuti PTM terbatas harus seizin orang tua. Siswa dapat tetap belajar dari rumah apabila orang tua belum mengizinkan karena berbagai alasan, misalnya memiliki penyakit bawaan.

Sedangkan guru yang memiliki komorbid boleh mengajar dari rumah. Guru disarankan tidak mengejar ketertinggalan materi, melainkan membangun karakter dan kesenangan anak akan sekolah. Ini dimaksudkan agar mentalnya siap.

“Kita cek dulu secara psikologis, beri motivasi tentang kesehatan. Pastikan anak-anak kita mematuhi protokol kesehatan. Ketika anak-anak di sekolah akan lebih mudah dikontrol karena sehari hanya empat jam dan jumlahnya sedikit,” kata Jumeri.

Yang terpenting, lanjut dia, jangan sampai terjadi diskriminasi pada anak yang masih memilih belajar dari rumah. Materi pelajaran maupun pemberian nilai harus sesuai kondisi anak.

Guru tidak boleh memberi soal yang sama pada siswa tatap muka dan PJJ. Pemahamannya pasti berbeda. “Berikan evaluasi sesuai kondisi anak, ini penting agar anak-anak kita tidak merasa takut,” jelasnya.

Sedangkan kepala sekolah berwenang mengatur pembelajaran dengan baik. Saat PTM terbatas berlangsung, siswa cukup diberikan materi-materi yang esensial. Apalagi sebagian besar waktu belajar siswa di rumah. “Seminggu hanya dua hari, empat harinya di rumah. Anak yang belum bisa ke sekolah, jangan berkecil hati,” kata Jumeri.

Protokol kesehatan

Selaku narasumber forum webinar tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Wahid Wahyudi, mengatakan saat ini dari 4.073 lembaga pendidikan jenjang SMA, SMK, dan SLB di provinsi tersebut sudah 3.944 lembaga atau 96,83 persen melakukan PTM terbatas.

Sedangkan dari jumlah siswa sebanyak 1.226.536 orang, 1.085.781 di antaranya sudah kembali ke sekolah. “Pembelajaran di sekolah dilakukan shift, sesuai dengan Inmendagri. Setiap kelas berisi maksimal 50 persen. Total keseluruhan jenjang yang melakukan PTM terbatas sebanyak 48,34 persen,” ujarnya.

Wahid mengapresiasi langkah Kemendikbudristek yang mengambil kebijakan PTM terbatas untuk menjaga kualitas pembelajaran pada masa pandemi. Tak lupa dia mengajak pemangku kepentingan memberikan dukungan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. “Pendidikan tidak boleh berhenti dalam situasi apapun. Mari kita dukung bersama PTM terbatas ini,” ajaknya.

Di Jawa Timur pelaksanaan PTM terbatas selama empat jam pelajaran. Setiap pelajaran 30 menit. Setiap siswa dibatasi mengikuti PTM dua kali seminggu. “Nanti kalau kondisi pandemi sudah membaik, akan dilakukan peningkatan, baik waktu maupun jumlah siswa masuk dalam seminggu,” katanya.

Selain PTM terbatas, Jawa Timur juga melaksanakan hybrid learning. Artinya semua sekolah tetap harus melaksanakan PJJ. Banyak masukan terkait singkatnya waktu 30 menit tersebut, apalagi untuk terapi anak berkebutuhan khusus dan praktik siswa SMK. “Namun balik lagi, ini karena kita melakukan secara bertahap. Nanti akan ditingkatkan tergantung kondisi Covid 19,” kata Wahid.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Situ Nadia Tarmizi, mengatakan prioritas vaksinasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan tetap berjalan.

Pihaknya selalu mengingatkan Dinas Kesehatan di seluruh wilayah provinsi, kabupaten, kota, segera berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan untuk mempercepat vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan. “Jadi kita dorong untuk menunjang upaya kita dalam melakukan pembelajaran tatap muka,” kata dia.

Mengenai kewajiban vaksinasi peserta didik sebelum melakukan PTM terbatas, Nadia mengatakan proses PTM mengacu surat keputusan bersama empat menteri. “Jadi tidak ada syarat seorang murid ataupun siswa harus divaksinasi dulu untuk bisa mengikuti PTM,” tegas Nadia.

Menurut dia, bukan hanya vaksinasi yang didorong tapi juga upaya-upaya memastikan protokol kesehatan dijalankan dengan baik, dan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai.

Artinya, jika kemudian ada kasus positif bagaimana melakukan kontak tracing, testing, bagaimana kemudian hubungan dengan Puskesmas setempat atau faskes mana yang ditunjuk. “Nah, ini merupakan langkah-langkah awal bagaimana kita menyiapkan wahana pendidikan untuk bisa siap melakukan pembelajaran tatap muka,” kata Nadia. (*)