Saat Penggemar Sepeda Brompton Turun ke Sawah

Saat Penggemar Sepeda Brompton Turun ke Sawah

KORANBERNAS.ID – Sekitar 50 unit sepeda lipat atau folding bike merk Brompton, Sabtu (14/12/2019) pagi, terparkir di tepi sawah kawasan Dusun Pronosutan Desa Kembang Nanggulan Kulonprogo.

Hamparan tanaman padi hijau segar berlatar belakang Perbukitan Menoreh karuan saja menarik minat Brompchpt3rs, anggota komunitas penggemar sepeda Brompton Indonesia itu, ramai-ramai turun ke sawah.

Seorang peserta usai menikmati hidangan kuliner tradisional khas Rumah Makan Geblek Pari Nanggulan, memanggul sepedanya di pematang sawah kemudian mengabadikan momentum itu dengan smartphone-nya.

Rasa lelah usai gowes dari Titik Nol Kilometer Yogyakarta tergantikan oleh lanskap pemandangan yang indah.

Ardra Teja dari Brompton Indonesia kepada wartawan menyampaikan kedatangan Brompchpt3rs ke Yogyakarta kali ini untuk berolahraga, berwisata dan silaturahim.

Silaturahim Komunitas Sepeda Brompton Indonesia di Dusun Pronosutan Kulonprogo, Sabtu (14/12/2019). (sholihul hadi/koranbernas.id)

Dia mengakui, dalam kurun waktu dua tiga tahun terakhir memang terjadi booming sepeda Brompton. Sepeda jenis ini kualitasnya bagus. Lipatannya paling ringkas sehingga bisa masuk pesawat terbang, kereta api, bus maupun mobil.

Daya tahan sepeda buatan Inggris tersebut juga dikenal lebih kuat dan maksimal. Itu sebabnya kenapa harganya berbeda dengan sepeda lainnya.

Begitu pula sparepart-nya mudah dicari melalui online maupun agen-agen di Jakarta serta kota-kota besar lainnya. Tersedia pilihan sparepart maupun aksesoris yang beragam mulai dari buatan Inggris, Korea, China termasuk Indonesia.

“Dengan sepeda ini kita bisa olahraga dan keliling ke mana-mana. Dari kota A ke kota B mudah dicapai apalagi di masing-masing kota ada komunitas,” ungkapnya didampingi Endah, Danus dan rekan-rekannya.

Komunitas Sepeda Brompton Indonesia sudah terbentuk sejak 2013 silam. Mereka sama sekali tidak terpengaruh gonjang-ganjing sepeda Brompton yang diselundupkan melalui pesawat Garuda.

“Komunitas ini sudah ada sejak lima tahun lalu. Kita tidak terpengaruh ribut-ribut itu. Kita ini tujuannya bersepeda, kuliner dan berwisata. Kita gowes di Yogyakarta disambut dan mendapatkan apa yang menarik di sini,” kata Endah menambahkan.

Sepeda Brompton terparkir di area persawahan Dusun Pronosutan Kulonprogo. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Brompton Yogyakarta

Di Yogyakarta komunitas ini sudah berdiri sejak dua tahun silam. Namanya Brompton Yogyakarta atau BYK yang kini diketuai oleh Candra. Adapun penggagasnya Brigjen Pol (Purn) Untung Leksono.

Keberadaan BYK terbukti mampu memberi warna lain bagi Yogyakarta yang terkenal dengan sebutan Kota Sepeda maupun Kota Pariwisata.

“Kehadiran Brompton di Kota Sepeda memberikan warna tambahan, karena memang banyak orang traveling di Yogyakarta dan juga banyak pekerja komuter. Sepeda Brompton cocok untuk komuter maupun traveling, bisa dibawa naik kereta api, pesawat, bus atau mobil,” kata Candra.

Setiap hari ada penumpang kereta api Prameks membawa sepeda. “Kebetulan teman-teman di Yogyakarta ada yang bekerja di Solo. Sampai di Solo sepedanya dibuka,” kata dia.

Secara tidak langsung komunitas ini melakukan langkah-langkah nyata mendukung program pemerintah peduli lingkungan hidup.

 

Candra (kiri) bersama Brigjen Pol (purn) Untung Leksono. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Kenalkan wisata

Sependapat Brigjen Pol (Purn) Untung menyatakan keberadaan BYK menjadikan Kota Sepeda lebih berwarna. Para anggota komunitas ini ikut berkontribusi memajukan pariwisata. “Kita terus memperkenalkan apa sih istimewanya Yogyakarta,” ujarnya.

Sebagai warga asli Yogyakarta dirinya berkomitmen mengenalkan Yogyakarta ke seluruh Nusantara.

“Yogyakarta itu kalau ditarik 25 km ke utara dapat gunung. 25 km ke selatan dapat pantai,” jelasnya.

Sedangkan di tengahnya bisa dieksplorasi dengan sepeda. Sebut saja Kotagede, Prambanan, kampung wisata maupun pemandangan sawah-sawah yang indah sehingga membuat pariwisata bergairah.

Bahkan Brompton Yogyakarta memiliki event gowes 150 km. Peserta tidak hanya pemilik sepeda Brompton melainkan semua jenis sepeda lipat.

“Ketika pendaftaran online dibuka baru 15 menit pendaftar sudah 1.000 lebih. Close. Artinya apa? Peminat olahraga bersepeda itu di Indonesia sangat besar. Itu harus digairahkan,” kata dia.

Bahkan gowes bisa dijadikan sarana mencegah aksi radikalisme, sentimen SARA, kriminalitas dan penyalahgunaan narkotika.

“Semua itu bisa dihilangkan dengan hal-hal yang positif. Saya di komunitas ini senior berteman dengan yang muda. Mereka panggil saya om, saya panggil mereka om dan tante. Kita tidak bicara pangkat, agama, suku. Semua menyatu. Makan pun sama, sayur lodeh,” kata Untung sambil bercanda. (sol)