RUPS Luar Biasa PT CMPN Memanas, Hakim PN Bantul Diadukan ke Mahkamah Agung
Kuasa Hukum PT CMPN, Iwan Setiawan SH, memilih walk out dari lokasi RUPS Luar Biasa itu.
KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa PT Cahaya Mulia Persada Nusa (CMPN), Senin (28/10/2024), di Hotel Grand Rohan berlangsung kisruh.
RUPS dimulai sekitar pukul 09:45. Baru berjalan 15 menit suasana memanas. Akhirnya Kuasa Hukum PT CMPN, Iwan Setiawan SH, memilih walk out dari lokasi RUPS Luar Biasa itu.
Lalu diikuti oleh Direktur PT CMPN, Suluh Budiarto Rahardjo, kuasa hukum pemegang saham atas nama Dewi Ardianie (istri almarhum Priyo Sujalmo) yakni Widyoseno SH, kuasa hukum pemegang saham Yuli Purwaningsing, Anung Marganto SH dan kuasa hukum Komisaris, Gibson Pandiangan SH.
Kepada media, Iwan Setiawan didampingi penasihat hukum yang lain mengatakan apabila RUPS Luar Biasa tetap dilaksanakan maka hasilnya dianggap ilegal dan mereka akan mengambil langkah hukum untuk menggugat.
Suasana di luar ruang RUPS Luar Biasa PT CMPN di Hotel Grand Rohan, Senin (28/10/2024). (sariyati wijaya/koranbernas.id)
Iwan menjelaskan, awalnya PT CMPN didirikan oleh Yuli Purwaningsih, Priyo Sujalmo dan Intan Titisari. Perusahaan itu bergerak di bidang pelintingan sigaret bekerja sama dengan Sampoerna dan lokasinya berada di Bantul kota.
Selain mereka bertiga selaku pendiri, saham juga diserahkan kepada pihak luar 500 lembar dari total 2.500 lembar saham keseluruhan.
Kemudian Priyo Sujalmo meninggal dan saham dialihkan ke RA Dewi Ardianie. Jumlahnya 1.625 lembar. Alangkah kagetnya seiring waktu ternyata ada tiga pihak yang mengaku memiliki saham tersebut sehingga saham Dewi tinggal 325 lembar.
Artinya ada 1.300 lembar yang pindah kepemilikan dan mereka masih kerabat dari almarhum Priyo Sujalmo yakni Gunawan (adik almarhum Priyo), Sunardi (kerabat) dan Ida Winarti.
Gugatan
"Maka kami mengajukan gugatan pembatalan kepemilikan saham dan dikabulkan PN Bantul karena memang tidak ada bukti yang kuat terkait penjualan saham perusahaan sebagaimana diatur dalam perundangan,” kata Iwan.
Ida Winarti dan yang lain kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DIYdan dimenangkan dengan alasan PN Bantul tidak berwenang menyidangkan sengketa kepemilihan saham PT CMPN.
Atas dasar keputusan PT DIY inilah mereka mengajukan permohonan RUPS Luar Biasa di PN Bantul dan dikabulkan serta digelar tanggal 28 Oktober 2024. “Putusan PN Bantul yang menjadi dasar RUPS Luar Biasa dengan nomor 200.pdt.P/2024/PN.BTL tertanggal 1 Oktober 2024," terang Iwan.
Menurut dia, hal itu aneh karena pada putusan PT DIY dikatakan PN Bantul tidak berhak memutuskan kaitannya dengan kepemilikan saham. Namun memutuskan RUPS Luar Biasa dan dikabulkan. Artinya kepemilikan saham Ida Winarti dan yang lain diakui lagi.
Melaporkan hakim
"Maka kami melaporkan hakim pemutus RUPS Luar Biasa dari PN Bantul ke Mahkamah Agung," katanya seraya meminta agar hakim tersebut diperiksa. Juga pelaporan kepada pihak terkait.
Sedangkan Widyoseno mengatakan klienya tidak pernah menjual saham ataupun juga ke notaris terkait pemindahan kepemilihan saham. "Maka kenapa tiba-tiba sahamnya tinggal 325 lembar? Yang lain kemana? Maka inilah yang kemudian juga menjadi dasar gugatan kami di PN Bantul kala itu dan dimenangkan," katanya.
Ketika digelar RUPS Luar Biasa maka mereka menganggap illegal. Sebab syarat tidak terpenuhi, misal nya kepemilihan saham adalah minimal 2/3 dan diyakini dalam RUPS luar biasa ini jumlahnya tidak sampai.
Direktur Suluh Budiarto Rahardjo saat masuk ruang RUPS Luar Biasa akan membawa notulen, juga tidak diijinkan. Pihak Ida Winarti dan teman-temannya masuk dan mendominasi acara.
"Padahal dalam putusan PN Bantul terkait RUPS Luar Biasa belum ditentukan siapakah pemimpin sidang namun seolah-olah mereka mendominasi. Dalam RUPS Luar Biasa mestinya pemimpin sidang itu dipilih oleh direksi. Maka karena suasana memanas, kami menyatakan walk out," tegasnya. (*)