Ratusan Anak Yatim Piatu Korban Covid-19 Mendapat Bantuan

Ratusan Anak Yatim Piatu Korban Covid-19 Mendapat Bantuan

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Kementerian Sosial Republik Indonesia melalui Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Antasena, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, menyerahkan bantuan bagi 284 anak yatim/piatu/yatim piatu Kabupaten Sleman, Jumat (1/10/2021).

Bantuan secara simbolis diserahkan oleh Bupati Sleman , Kustini Sri Purnomo, kepada perwakilan 20 anak dan didampingi oleh Kepala BRSAMPK Antasena, Kadinsos DIY beserta Kadinsos Sleman, di Pendopo Parasamya Kabupaten Sleman.

Kadinsos Sleman, Eko Suhargono, mengatakan bantuan berupa nutrisi dan uang tabungan ini merupakan tindak lanjut dari surat permohonan Bupati Sleman tanggal 17 Agustus 2021 pada Kementerian Sosial, terkait permohonan bantuan bagi anak-anak Sleman yang orang tuanya meninggal akibat Covid-19.

“Kami mengajukan 435 anak. Setelah dilakukan verifikasi dan validasi, akhirnya di realisasi 284 anak,” kata Eko.

Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, berterimakasih atas bantuan yang diberikan oleh Kemensos RI pada anak-anak di Kabupaten Sleman. Bantuan ini merupakan kepedulian bersama dalam menghadapi pandemi Covid-19 untuk saling menguatkan.

“Kita merasakan bersama dampak pandemi ini. Saya harap bantuan ini dapat membantu anak-anak Sleman yang kehilangan orang tua akibat Covid-19,” kata Kustini.

Kustini juga berpesan agar anak-anak Sleman yang telah kehilangan orang tua akibat Covid-19 untuk tetap tegar dan semangat. “Anak-anakku semua jangan berkecil hati, tetap semangat dan terus belajar untuk meraih mimpi,” katanya.

Kepala BRSAMPK Antasena, Sumarno Sri Wibowo, menjelaskan dari data 435 anak yang diajukan, 284 sudah selesai dan mendapatkan bantuan dari Kemensos. Sementara sisanya masih dalam proses verifikasi dan validasi.

Bantuan yang diberikan dari Kemensos tersebut merupakan program Asistensi Rehabilitasi (Atensi).

“Filosofi program ini meliputi tiga hal, yaitu pengasuhan terbaik yang paling aman yaitu ada di keluarga. Kedua, pengasuhan berbasis pada komunitas. Barangkali kalau keluarga belum bisa, maka bergeser pada komunitas yang ada di masyarakat,” kata Sumarno.

Namun, menurutnya, ketika dua instrumen tersebut tidak mempunyai kemampuan, barulah pengasuhan berada di residensial, atau di balai, LKSA, LKS, panti, atau dimana pun yang ciri utamanya anak anak dapat beristirahat. (*)