Ramuan Pengusir Pagebluk Warisan Leluhur ala Bu Eko

Ramuan Pengusir Pagebluk Warisan Leluhur ala Bu Eko

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO – Penyemprotan disinfektan sudah menjadi pemandangan jamak dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini. Semprotan cairan disinfektan dipercaya bisa menangkal penyebaran virus Corona. Namun, belakangan muncul pro kontra terhadap semprotan disinfektan.

Jika kebanyakan orang meributkan semprotan disinfektan, tidak demikian bagi Bu Eko Wagiman (63). Wanita yang tinggal di Kelurahan Sindurjan Rt 02/Rw 08, Kecamatan/Kabupaten Purworejo ini justru punya ramuan pengusir pagebluk (wabah) warisan leluhur.

Setiap hari sehabis magrib, ibu tiga orang anak itu selalu “mensterilkan” rumahnya dengan ramuan warisan leluhur. Ramuan tersebut tak lain adalah merang (tangkai bulir padi) yang dibakar dan kemudian ditaburi garam krokos (garam kasar) dan belerang. Asap dari bakaran merang, garam krokos dan belerang itulah yang dimanfaatkan untuk “mensterilkan” rumahnya dari wabah.

Asap itu dibiarkan memasuki rumah dari depan hingga belakang, dari samping kiri hingga samping kanan. Menurut Bu Eko, asap tersebut akan mampu membunuh bakteri dan virus pagebluk yang berada di dalam rumah.
 

"Sekarang saya dibantu anak, sehabis magrib selalu membakar merang, ditaburi garan krokos dan lirang. Akan muncul asap dengan aroma yang nyegrak. Saya berusaha nguri-uri warisan leluhur ini untuk mencegah Covid-19 dengan ramuan tersebut," papar Bu Eko kepada koranbernas.id, Senin (6/4/2020).

Dia pun memberikan cara pengasapan tersebut. Pertama disiapkan arang dalam tungku, setelah menyala ditaburi merang, lirang yang sudah dilembutkan dan garam krokos. Letakkan tungku penuh asap tersebut di depan pintu dan biarkan asapnya masuk ke rumah.

"Saya melakukan hal ini hanya untuk saya dan keluarga saja. Sengaja tidak berbagi, takut orang tidak percaya," kata wanita yang sudah ditinggal suami 2 tahun yang lalu karena sakit.
 

Pengalaman masa kecil

Wabah Covid-19 mengingatkan pengalaman masa kecil Bu Eko. Saat itu, ia masih tinggal bersama orangtuanya di Desa Ringin Putih, Kecamatan Karangdowo, Kabupaten Katen.

Sekitar tahun 1960, waktu itu Bu Eko berumur sekitar 5 tahun, saat di desanya terjadi pagebluk. Menurut Bu Eko, saat pagebluk itu datang digambarkan seperti barisan obor.

"Rumah orangtua saya berada di tepi jalan, dan terdapat hamparan sawah yang luas. Saat pagebluk datang seperti terlihat barisan oncor (obor, red), terang sekali," paparnya.

Bu Eko menambahkan, waktu itu belum ada listrik. Penerangan masih menggunakan senthir (ublik, red). Di tengah bentangan sawah yang gelap, terlihat jelas seperti barisan oncor lewat di depan matanya.

 

"Saya melihat kejadian tersebut juga merasa takut. Tangan saya digandeng oleh simbok. Barisan oncor tersebut mengarah ke tempuran sungai," ujar penjual mi jowo sejak tahun 1982 di Purworejo ini.

Menurut Bu Eko, pagebluk tersebut menyasar ke desa Nanggulan, tetangga desanya. Warga desa Nanggulan banyak yang jatuh sakit.

"Ciri-ciri warga yang terkena wabah adalah panas dingin, batuk, pilek dan tenggorokan sakit. Begitu terserang, tidak lama meninggal. Menurut saya ciri-ciri pagebluk tersebut kok sama dengan gejala terpapar virus Corona," katanya.

Melihat kemiripan ciri-ciri tersebut, dirinya jadi teringat leluhur saat mengatasi pagebluk, yaitu setiap habis magrib selalu membakar merang ditambah lirang dan garam krokos. Ramuan leluhur itulah yang kini dipraktikkanya di rumah saat ini.

Selain ramuan merang, garam krokos dan belerang, Bu Eko juga punya satu resep lagi untuk mengobati orang yang terkena pagebluk (wabah). Bu Eko menyebutnya sebagai terapi mandi uap.


Caranya, siapkan air mendidih dalam wadah. Kemudian, arahkan wajah menghadap wadah berisi air mendidih itu Tutup kepada yang berada di atas wadah air mendidik itu dengan kain. Maka, uap panas akan merasuki wajah, tenggorokan dan dada.

"Mandi uap mungkin bisa dipraktikkan saat ini untuk pencegahan penyebaran Covid-19," ucapnya.

Mau mencoba resep warisan leluhur itu? (eru)