Permintaan Rumah Subsidi di DIY Tinggi, Harga Tanah Selangit

Akad massal digelar bagi pemilik 42 unit kavling di perumahan Nawa Village Pleret.

Permintaan Rumah Subsidi di DIY Tinggi, Harga Tanah Selangit
Akad Perumahan Nawa Village Pleret di Kantor BTN KC Yogyakarta, Sabtu (27/1/2024). (yvesta putu ayu palupi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Permintaan rumah bersubsidi di DIY masih cukup tinggi namun harga tanah di daerah ini masih selangit. Akibatnya banyak masyarakat berpenghasilan rendah sulit memiliki rumah. Mereka seringkali terkendala pemenuhan kebutuhan utama itu. Pengadaan rumah sehat namun berkualitas sangat dibutuhkan warga.

"Rumah murah ini sangat diminati sekali dan sangat dicari karena di DIY ini bisa menyesuaikan dengan UMR, jadi kami selaku organisasi mempersiapkan rumah-rumah sehat, sebenarnya bukan murah tapi terjangkau sebab rumah yang kami hadirkan juga berkualitas," kata Suranto, Sekjen Asosiasi Pengembang Rumah Sehat Nasional (Apernas) DIY, dalam Akad Perumahan Nawa Village Pleret di Kantor BTN KC Yogyakarta, Sabtu (27/1/2024).

Suranto menyebutkan, masyarakat yang ingin memiliki hunian rumah di DIY diminta tidak terpancing iming-iming harga properti murah. Terlebih saat ini muncul kasus mafia tanah pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD).

Terdapat TKD yang pemanfaatannya tidak memiliki izin. Bahkan penggunaannya tidak sesuai peruntukannya dengan membangun rumah tinggal kemudian diperjualbelikan.

ARTIKEL LAINNYA: Telkomsel Bagikan Lima Mobil Mewah untuk Pemenang Program Undian Poin Festival 2023

"Masyarakat diharapkan memastikan perusahaan pengembang properti sudah berdiri berapa lama, tergabung dengan asosiasi atau tidak. Selain itu, apakah perusahaan tersebut bekerja sama dengan bank pemerintah dalam hal ini Bank BTN, dengan demikian kredibilitasnya terjamin. Sebab, kalau melalui Bank BTN, tidak bisa akad kalau legalitasnya tidak lengkap," ungkapnya.

Humas PT Maro Anugrah selaku pengembang dari hunian Nawa Village Pleret, Heri Sugiyarto, mengungkapkan muncul tantangan umum semua pengembang properti akan tingginya permintaan rumah murah subsidi. Namun di sisi lain harga lahan di DIY tinggi.

"Ya harus pintar-pintar cari lahan murah. Kalau tidak demikian, nggak masuk hitungannya. Masih tinggi sekali (permintaan rumah bersubsidi), tapi yang menyediakan unit terbatas. Masih sangat dibutuhkan, bahkan ibaratnya di lokasi yang terpencil pun masih banyak dicari. Apalagi dengan harga angsuran yang murah, jadi pilihan pasangan muda maupun milenial yang ingin mencari hunian," ungkapnya.

Karena itulah akad massal kali ini digelar. Program tersebut diperuntukkan bagi pemilik 42 unit kavling di perumahan Nawa Village Pleret.

ARTIKEL LAINNYA: Perlu Peran Serta Masyarakat untuk Menuju Pariwisata Berkelanjutan

Rata-rata dulu mereka mulai membeli pada tahun 2019 dengan harga bervariasi kisaran Rp 140 juta hingga maksimal Rp 200 juta. Nawa Village Pleret saat ini dijual dengan harga bervariasi di antaranya tipe terkecil 30/60 dijual seharga Rp 260 juta all in. "Sedangkan tipe 36/72 seharga Rp 375 juta all in dan tipe 45/77 dijual 455 juta," jelasnya.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) terbaru tahun 2023, dari Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer secara tahunan terus meningkat.

Pada awal 2023, dari sisi penjualan properti, hasil survei mengindikasikan penjualan properti residensial di pasar primer tumbuh perlahan meski tidak drastis.

Hasil survei pula menunjukkan bahwa pembiayaan non-perbankan masih menjadi sumber pembiayaan utama untuk pembangunan properti residensial.

Dari sisi konsumen, fasilitas KPR masih menjadi pilihan utama pembelian properti residensial dengan pangsa sebesar 75,03 persen dari total pembiayaan. (*)