Pengelolaan Sampah di Yogyakarta Harus Diperbaiki

Prima Sari menyatakan kebiasaan membuang sampah menunjukkan tingkat intelektual seseorang.

Pengelolaan Sampah di Yogyakarta Harus Diperbaiki
Dra Prima Sari, pemerhati masalah sosial, ekonomi, dan kesehatan. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Pemerhati masalah sosial, ekonomi dan kesehatan, Dra Prima Sari, menyatakan kebiasaan dan cara membuang sampah menunjukkan tingkat intelektual dan budaya seseorang. Demikian juga pengelolaannya.

“Perihal membuang sampah pada tempatnya terkait dengan pemahaman dan kebiasaan masyarakat. Dari kebiasaan membuang sampah itu dapat terlihat tingkat kemajuan masyarakat,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (15/12/2023), di Yogyakarta.

Dia mengatakan, setiap hari semua orang selalu dihadapkan pada masalah sampah, baik untuk urusan konsumsi maupun urusan di luar konsumsi. Dalam waktu satu hari saja seseorang minimal tiga kali membuang sampah sisa makanan, limbah pengolahan makanan maupun limbah-limbah yang lainnya.

“Persoalan membuang sampah secara baik maupun tidak merupakan personifikasi keadaan masyarakat di mana di lingkungan sosial ekonomi politik dan budaya bisa dilihat secara transparan dan dirasakan dalam kehidupan kesehariannya. Jika semuanya berjalan dengan baik, tentu saja sampah tidak akan menjadi masalah,” ungkapnya.

ARTIKEL LAINNYA: Posisi Generasi Milenial Dilematis, Prima Sari: Mereka Membawa Restorasi

Namun, lanjut dia, ketika manajemen sampah masih belum berjalan, itu artinya masih banyak masalah dalam manajemen pemerintahan daerah itu sendiri.

Menurut Prima Sari, diperlukan contoh pemerintahan yang bersih. “Kalau seseorang bekerja di lembaga pemerintah, berarti dia milik publik artiya harus benar-benar, menjadi pelayan publik,” kata alumnus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Prima Sari menambahkan, persoalan membuang sampah terkait pada pemahaman dan kebiasaan. Masyarakat, terutama pada usia dini, perlu lebih intensif dibiasakan untuk membuang sampah dengan benar.

Apa yang sudah terjadi dengan baik pada yang dewasa, maka muncul anggapan bahwa membuang sampah  secara baik memerlukan sebuah manajemen di dalam dirinya sendiri.

ARTIKEL LAINNYA: Prima Sari Semangati Keluarga Indonesia Tak Perlu Putus Asa Cegah Stunting

Karena itu, keberhasilan memisahkan sampah kering dan sampah basah seperti yang dilakukan di negara maju, bisa menjadi ukuran kesadaran lingkungan dan kemampuan untuk mematuhi peraturan.

“Jadi, orang yang bisa memisahkan sampah atau mematuhi peraturan, menjadi ukuran sifat modern atau kemajuan,” jelasnya.

Prima Sari melihat pengelolaan sampah di DIY sebenarnya bisa diselesaikan sejak dulu, karena fasilitas, sarana, prasarana dan dananya ada. Adanya bank sampah di setiap Rukun Warga (RW) merupakan sebuah solusi tersendiri dalam manajemen sampah.

Keseriusan penangan masalah sampah di Kota Yogyakarta sudah terlihat di kampung-kampung wilayah perkotaan. Kampung Kota Tegalpanggung yang tidak jauh dari Malioboro ini mengenakan sanksi denda Rp 500 ribu bagi warga yang ketahuan membuang sampah sembarangan.

ARTIKEL LAINNYA: Geopolitik Pengaruhi Volatilitas Pasar, Ekonomi Indonesia Diprediksi Stabil

Sebaliknya, kata dia, reward juga diberikan sebesar Rp 100 ribu bagi warga yang melaporkan adanya orang yang membuang sampah sembarangan.

Punishment and reward ini cukup berhasil diterapkan yang berbuntut pada makin bersih dan tertatanya kawasan Kampung Kota Tegalpanggung Yogyakarta.

Aturan semacam ini bisa diterapkan di daerah lain. Selain mendidik masyarakat agar mengelola sampahnya dengan baik, juga untuk meningkatkan kebersihan lingkungan.

Prima Sari yang pada Pemilu 2024 menjadi calon DPR RI dari Partai Demokrat Daerah Pemilihan (Dapil) DIY menegaskan masyarakat di DIY ini sudah pandai memilah sampah.

ARTIKEL LAINNYA: SBY dan AHY Semangati Kader Demokrat DIY

“Maka hendaknya kita semua mengapresiasi masyarakat pintar dan berbudaya ini. Masalahnya yang belum berjalan dengan baik adalah support system-nya, manajemen sampahnya yang end to end. Sampah yang sudah dipilah akhirnya tercampur lagi dalam bak truk pengangkut sampah. Ini yang sering terjadi,” ucapnya.

Soal iuran sampah, menurut Prima Sari, hendaknya dibedakan antara rumah tangga dengan kedai atau kafe. Demikian juga cara pembuangan limbah sisa makanan, penggunaan wadah makanan apakah mereka masih menggunakan wadah sekali pakai yang tidak bisa dihancurkan kembali seperti styroform dan sebagainya.

“Hal-hal seperti inilah yang perlu menjadi perhatian, bahkan kalau perlu dibuatkan regulasi soal sampah,” kata Prima Sari.

Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari empat kabupaten dan satu kota, menurut dia, alangkah baiknya apabila pada masing-masing kabupaten/kota itu terdapat kanal penampungan sampah sekaligus disediakan mesin incinerator.

ARTIKEL LAINNYA: Target Selesai 2024, Sebanyak 9.800 Ketua RT/RW dan Bamuskal Gunungkidul Jadi Peserta BPJamsostek

Mungkin hanya Kota Yogyakarta yang akan kesulitan dalam penentuan lokasi penampungan sampah yang sampai sekarang masih menggunakan TPA Piyungan.

Selain itu, banyaknya perguruan tinggi di DIY bekerja sama dengan swasta dan pemerintah daerah bisa membentuk gugus tugas melalui program CSR pengelolaan dan penanganan masalah sampah.

Prima Sari menambahkan, disiplin sampah sebenarnya bisa dilakukan secara mandiri. Ini bisa tercapai apabila setiap orang setiap hari peduli dengan sampahnya sendiri, termasuk sampah sisa atau pembungkus makanan dan minumannya sendiri.

Misalnya, kata dia, dalam aktivitasnya setiap hari usai makan atau minum dia mengelola sampahnya sendiri dan kemudian dibawa pulang, ditanam atau dikelola dengan baik dengan cara didaur ulang secara sederhana.

“Maka di sini akan muncul sebuah budaya. Mengelola sampah yang mandiri dan tidak perlu memiliki persoalan sampah secara masal seperti yang kini sedang dihadapi oleh masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta,” tandasnya. (*)