Pengamat Mendesak Pemerintah dan DPR Segera Sahkan UU Perampasan Aset
KORANBERNAS.ID, JAKARTA--Komitmen pemerintah dan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan publik, seiring dengan sikap kedua institusi negara itu yang masih abu-abu mengundangkan RUU Perampasan Aset.
Padahal RUU Perampasan Aset sangat penting, sebagai instrumen hukum yang menjadi palu godam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Karenanya, pengamat Hukum Dr. (Cand.) Hardjuno Wiwoho mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) segera mengesahkan RUU Perampasan Aset ini menjadi UU.
Hardjuno mengatakan, UU ini nantinya menjadi instrumen hukum yang dapat mengurai benang kusut persoalan kasus korupsi di negeri ini bisa terselesaikan
Sebab melalui aturan itu, negara dapat merampas aset yang berasal dari tindak pidana dan merugikan keuangan negara tanpa menunggu pembuktian perbuatan pidananya,
“Kenapa RUU Perampasan Aset ini harus segera disahkan? karena RUU Perampasan Aset instrumen memudahkan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di Tanah Air,” jelasnya.
Hal ini terang Hardjuno sebagai bagian dari upaya berskala besar dalam mengoptimalkan pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.
Apalagi, RUU Perampasan aset merupakan mandat pasca Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang UNCAC (UN Convention Against Corruption). Konvensi ini antara lain mengatur ketentuan yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasi, mendeteksi, dan membekukan serta merampas hasil dan instrumen tindak pidana.
“Jadi, UU ini sangat penting untuk konteks Indonesia saat ini. Dan sekaligus memberikan efek jera bagi siapapun yang melakukan tindakan korupsi yang merugikan rakyat dan negara,” ujarnya.
Sebenarnya, RUU Perampasan Aset telah dikaji dan diusulkan lebih dari satu dekade, sejak masuknya RUU Perampasan Aset dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2012, tetapi pada kenyataannya RUU Perampasan Aset tidak kunjung disahkan.
Saat ini, RUU Perampasan Aset kembali masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023, sehingga diharapkan pengesahan RUU Perampasan Aset tidak perlu menunggu waktu yang lama. Namun, sampai saat ini pembahasan RUU Perampasan Aset belum tampak meskipun telah masuk dalam daftar prioritas pemerintah.
“Saya pikir, rakyat Indonesia wajib menagih komitmen pemerintah dan DPR atas RUU ini. Kita terus menyuarakan, kapan RUU ini disahkan menjadi UU. DPR kita, jangan melempem dong,” tuturnya.
Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan SDA yang melimpah, kehadiran UU Perampasan Aset ini sangat strategis. UU ini nantinya akan menjadi pengontrol prilaku korup para elit.
Akibat perilaku korupsi ini, jutaan rakyat direnggut kesejahteraannya.
Dampaknya, hak rakyat untuk mendapatkan jaminan penghidupan yang layak dari negara tidak terwujud.
“Salah satunya permasalahan yang tak kunjung usai oleh pemangku kebijakan hari ini adalah mega korupsi skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencoreng Indonesia,” terangnya.
Kasus BLBI ini menjadi skandal keuangan terbesar di republik ini bahkan catatan kelam dalam sejarah bangsa Indonesia.
“Sayangnya, BLBI ini dipetieskan. Dan kadangkala menjadi dagangan politik pejabat dan politikus,” kritiknya.
Belum tuntas kasus korupsi mega skandal BLBI, publik dikejutkan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah.
Ditaksir, kerugian negara mencapai Rp 271 triliun dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) 2015-2022.
Kasus tersebut juga menjadi sorotan publik setelah sejumlah nama beken ikut menjadi tersangka dan ditahan Kejagung, termasuk diantaranya crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim dan suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Karena itu, Hardjuno kembali menegaskan, pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi UU sangat penting dan kebutuhan mendesak bangsa Indonesia saat ini.
Hal ini memudahkan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan juga sebagai efek jera untuk memiskinkan para pelaku korupsi.
Bahkan Hardjuno yakin jika RUU Perampasan Aset sudah disahkan menjadi UU, negara bisa dapat keuntungan banyak dengan menyita aset-aset yang dikorupsi.
“Publik tentu terus menunggu keseriusan pemerintah dan DPR. Dan saya kira, publik paham pembahasan RUU mandek lantaran memiliki konflik kepentingan yang begitu besar,” tuturnya. (*)