Penderita HIV/AIDS tak Boleh Dilupakan di Tengah Pandemi

Penderita HIV/AIDS tak Boleh Dilupakan di Tengah Pandemi

HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang dapat tertular pada manusia dan dapat menyerang sistem imunitas pada tubuh. AIDS sendiri adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS merupakan kumpulan dari gejala yang muncul akibat sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah. Virus ini ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui pertukaran cairan tubuh yang dapat menyebabkan hancurnya sel CD4.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2016 menyebutkan, terdapat lebih dari 40 ribu kasus penyakit HIV di Inonesia.Tidak hanya pria, wanita pun rentan mengalami kondisi yang serupa. Sejak HIV/AIDS ditemukan pertama kali di Bali 1987 sampai dengan Juni 2019, HIV/AIDS sudah dilaporkan oleh 463 (90,07%) kabupaten dan kota dari seluruh provinsi di Indonesia (Harian Jogja).

Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan, termasuk di daerah Denpasar, Bali. Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Kota Denpasar, Kadek Agus Arya Wibawa mengatakan, bahwa hingga Desember tahun 2020 tercatat sebanyak 13.102 kasus. Kasus ini terdiri atas 7.297 HIV dan 5.890 AIDS. Arya Wibawa yang juga Wakil Wali Kota Denpasar menambahkan, dari data tersebut 232 di antaranya meninggal karena AIDS.

Bersadarkan laporan Tribun-Bali, kasus terbanyak terjadi dari hubungan heteroseksual sebanyak 72,9 persen, kemudian disusul homoseksual sebanyak 17,7 persen. Sementara itu, menurut kelompok umur, terbanyak pada usia produktif yakni usia 20 hingga 29 tahun sebanyak 37,3 persen. Selanjutnya usia 30 hingga 39 tahun sebanyak 34,5 persen. Serta pada usia 40 tahun hingga 49 tahun sebanyak 15,7 persen.

Remaja berusia 15-24 tahun menjadi kelompok yang rentan terinfeksi HIV, karena pada saat remaja, sudah memasuki masa pubertas maka akan muncul rasa ketertarikan terhadap lawan jenis. Banyak remaja yang belum tentu matang secara emosional, tanpa pengetahuan yang benar, remaja rentan melakukan hubungan seks yang berisiko tertular HIV.

Tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS adalah terganggunya saluran pernafasan, terganggunya saluran pencernaan seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan. Tanda dan gejala lain adalah kehilangan berat badan tubuh dan terjadinya gangguan pada persyarafan central yang dapat mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala dan susah berkonsentrasi.

Lantas bagaimana cara mencegahnya? Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menjauhkan diri dari pergaulan bebas, seperti tidak menggunakan narkoba atau tidak melakukan seks bebas. Melakukan berbagai kegiatan positif akan lebih baik untuk mengalihkan pikiran dari perilaku negatif. Dengan berpikir positif ini akan membangkitkan jiwa untuk lebih peduli kepada diri sendiri.

Sejauh ini, Antiretroviral (ARV) merupakan obat yang ampuh untuk menekan virus HIV/AIDS dalam tubuh ODHA. ODHA (Orang Dengan HIV Aids) yang meminum ARV secara teratur tanpa tertingal sekalipun, dapat hidup layaknya orang yang tidak menderita HIV/AIDS. Setelah adanya ARV di Indonesia, kondisinya berubah. Angka kematian akibat HIV/AIDS di Indonesia menurun, kemudian juga semakin banyak ditemukan penderita HIV/AIDS dalam keadaan belum ada gejala.

Penulis berharap Indonesia dapat mempraktikan prinsip “Menuju Indonesia Bebas AIDS 2030”. Meskipun pandemi belum usai, tetapi isu HIV/AIDS tidak boleh luput dari perhatian kita. Memberikan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat paham apa itu HIIV/AIDS adalah cara pertama yang dapat dilakukan pemerintah. Pemerintah dapat menargetkan 90 persen masyarakat. Berikutnya percepatan tes dini agar ODHA mengetahui statusnya. Lalu dilakukan pengobatan untuk mencapai 90 persen ODHA segera mendapakan terapi ARV. Cara selanjutnya adalah mempertahankan, yaitu setidaknya 90 persen ODHA yang mengonsumsi anti retroviral therapy (ART) tidak terdeteksi virusnya. *

Khoirunnisa Fauziah

Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.