Pelukis Senior Aming Prayitno Berpulang

Pelukis Senior Aming Prayitno Berpulang

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Dunia seni rupa Yogyakarta kembali berduka. Pelukis yang juga salah satu pendobrak Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia, AM Aming Prayitno (80) meninggal dunia Selasa (24/01/2023) pukul 21.50 di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman. Jenazah almarhum, dimakamkan Rabu siang (25/01/2023) di Kompleks Makam Seniman Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Jenazah berangkat dari rumah duka di Murangan, Sleman. Nampak mengantar jenazah almarhum, antara lain Yani Saptohoedojo dan sejumlah seniman muda, yang dulu pernah menjadi mahasiswa Aming.

Y. Oscar Matano, anak kedua almarhum, kepada koranbernas.idi menjelaskan, almarhum sudah beberapa waktu sakit. Antara lain pernah terkana serangan stroke, namun bisa sehat kembali walau tidak seratus persen. Selasa sore, kata Oscar, kondisinya menurun karena sakit yang lain dan dibawa ke RSU Sleman di Murangan. “Tadi malam jam sepuluh kurang sepuluh, Tuhan memanggil bapak saya,” kata Oscar yang juga menekuni dunia seni lukis dan beraliran realis.

Aming meninggalkan enam anak dan sepuluh cucu. Anak sulungnya, MM Pandansari Kusumo, sudah lebih dulu meninggal dunia.

AM Aming Prayitno, lahir pada 3 Juni 1943. Ia menyelesaikan pendidikan seni di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia ASRI Yogyakarta. Pada tahun 1970-an, Aming mulai meniti karir di dunia seni lukis. Saat itu, sedang terjadi  perkembangan pesat di dunia seni rupa termasuk seni lukis.

Menurut Wikipedia, nama Aming Prayitno, belakangan disejajarkan dengan nama-nama besar seperti Nyoman Gunarsa, Djoko Pekik, H. Widayat dan lain-lain. Aming dikenal sebagai seorang seniman yang memiliki reputasi kuat dalam sejarah seni rupa Indonesia. Pada tahun 1972, Aming meraih penghargaan Raden Saleh Prize karena lukisannya. Bahkan, pada tahun 1980, Aming meraih penghargaan Biennale Seni Lukis Indonesia IV di Jakarta.

Dosen di STSRI ASRI Yogyakarta (sekarang ISI Yogyakarta) ini, juga memenangi desain logo Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang hingga sekarang masih dipakai. Namun, karena pemerintah waktu itu menilai karya desain Aming ada bagian yang dianggap tidak etis, sehingga dapat disebut karya desain Aming tidak diakui. Ia juga tidak mendapat kompensasi apa pun dari karya desain logo Korpri yang digunakan. Tidak juga mendapatkan hak cipta atas karya tersebut. (*)