Pelaku Seni dan Budaya Mempunya Platform untuk Membangun Ekosistem

Pelaku Seni dan Budaya Mempunya Platform untuk Membangun Ekosistem

KORANBERNAS ID,YOGYAKARTA--Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta, memperkenalkan sebuah inovasi digital. Platform berbasis web ini bernama Sapa Budaya yang memungkinkan kolaborasi bagi para pelaku seni budaya serta masyarakat dalam rangka keberlanjutan ekosistem kebudayaan.

“Sapa Budaya merupakan sebuah inovasi yang menjadi ruang interaksi, jejaring yang akan mempertemukan pelaku seni budaya, lembaga budaya, instansi pemerintah atau Dinas Kebudayaan, dunia usaha dan industri serta masyarakat,” papar Yetti Martanti, Kepala Dinas Kebudayaan (Khunda Kabudayan) Kota Yogyakarta saat meluncurkan laman https://sapabudaya.jogjakota.go.id/ Selasa, (9/11/2021) di Harper Hotel, Yogyakarta.

“Sapa Budaya yang menggunakan instrument berupa sebuah aplikasi berbasis web ini memuat dua hal penting dalam rangka membangun ekosistem kebudayaan,” lanjutnya.

Pertama, lanjut Yetti, meningkatkan peran aktif masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan budaya. Kedua memberikan ruang bagi pelaku seni budaya untuk berinteraksi baik dengan sesama pelaku seni budaya maupun masyarakat.

Sapa Budaya mengemban peran untuk mewujudkan pelestarian dan pengembangan budaya melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sebagai penguatan dalam membangun ekosistem kebudayaan

Sapa Budaya secara etimologis memiliki arti suatu aktivitas yang saling bertegur sapa satu dengan yang lain dalam koridor kebudayaan. Secara harfiah ruang interaksi disediakan bagi pelaku seni budaya untuk saling menjalin komunikasi dan bertukar pikiran/ide kreatif.

Jejaring dalam Sapa Budaya dimaksudkan terbentuknya forum komunikasi informasi pelaku seni budaya. Sedangkan, kolaborasi adalah bentuk kerjasama antara semua pemangku kepentingan pendukung ekosistem kebudayaan yang ada di Kota Yogyakarta.

Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti menambahkan, Sapa Budaya membangun ekosistem, yaitu sebuah hubungan timbal balik yang saling bergantung antara satu dengan yang lain. Dalam hal ini adalah melaksanakan kegiatan di tengah-tengah masyarakat atau sebuah kegiatan secara utuh dan menyeluruh.

“Ekosistem ini mencakup antara pemerintah para pelaku seni dan budaya di wilayah kota Jogjakarta khususnya. Harapan kami bisa menjadi bagian dari sebuah kegiatan yang menginspirasi pemerintah daerah atau Pemprov atau Pemda DIY,” imbuhnya.

Haryadi melanjutkan, inovasi ini dapat menjadi model dari pengembangan seni dan budaya di masa-masa yang akan datang, karena tidak terpungkiri bahwa seni dan budaya harus utuh dan menyeluruh.

“Jadi bukan hanya Dinas saja tetapi juga para pelaku seni dan budaya,” lanjutnya.

Sebagai satu contoh, lanjut Haryadi yaitu mengenai kegiatan budaya yang menyangkut kepentingan bersama seluruh kelompok.

“Apakah sudah bisa meningkatkan kualitasnya, terutama di masa pandemi saat ini?. Semua harus melaksanakan kegiatan baik itu secara daring atau secara hybrid,” kata Dia.

Logo Sapa Budaya diambil dari simbol-simbol tipografi yaitu S dan B dilengkapi unsur lain yaitu ujung sebuah daun atau pohon yang melambangkan sebuah pertumbuhan.

Warna hijau pada Logo adalah warna sekunder yaitu gabungan warna kuning dan biru sehingga muncul warna hijau yang merupakan komplemen dari warna magenta.

Warna hijau memiliki makna dapat memberikan penyegaran sesuatu yang baru. Makna filosofis dari logo Sapa Budaya diharapkan memberi nafas segar dalam wujud ruang baru bagi para pelaku seni budaya untuk berkreasi. (*)