Omah Lawas Kalikepuh Diresmikan Jadi Rumah Budaya Tjokrodipo

Rumah Budaya Tjokrodipo yang dikenal dengan Omah Lawas didirikan sekitar tahun 1800-an.

Omah Lawas Kalikepuh Diresmikan Jadi Rumah Budaya Tjokrodipo
Peresmian Rumah Budaya Tjokrodipo sebagai lokasi pengembangan seni dan kebudayaan. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO -- Kawasan Omah Lawas yang berumur ratusan tahun di Kampung Kalikepuh Kelurahan Sindurjan Kecamatan/Kabupaten Purworejo difungsikan sebagai lokasi pengembangan seni dan kebudayaan bernama “Rumah Budaya Tjokrodipo”.

Rumah budaya itu diresmikan bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Sabtu (28/10/2023) malam, diharapkan mampu menjadi wadah kreativitas masyarakat, khususnya generasi muda.

Prosesi peresmian ditandai pemecahan kendi oleh pendiri Rumah Budaya Tjokrodipo, Angko Setiyarso Widodo, serta  pembukaan selubung tugu papan nama Rumah Budaya Tjokrodipo di pintu masuk bersama Wakil Bupati Purworejo, Yuli Hastuti SH.

Acara peresmian juga dirangkai pergelaran wayang kulit Gagrag Bagelenan dengan lakon Wahyu Mahkutha Rama menampilkan tiga dalang kondang asal Purworejo.

Mereka adalah Ki Parikesit Dipoyono, Ki Andreas Novianto dan Nyi Dwi Puspitaningrum. Sesaat sebelum pergelaran wayang dimulai dilakukan penyerahan penghargaan Parama Dharma Budaya kepada tiga tokoh yang dinilai telah mendedikasikan diri untuk kemajuan kebudayaan Purworejo yakni Ki Partono, Soekoso DM dan F Untariningsih.

Potong tumpeng peresmian Rumah Budaya Tjokrodipo. (istimewa)

Hadir antara lain Kepala Dindikbud Purworejo Wasit Diono, Kepala Dinkominfostasandi Yudie Agung Prihatno, Direktur PDAM Hermawan Wahyu Utomo, jajaran Forkopimcam Purworejo, keluarga trah Tumenggung  Tjokrodipo, seniman dan budayawan serta ratusan warga setempat.

Dalam sambutannya Yuli Hastuti memberikan apresiasi atas berdirinya “Rumah Budaya Tjokrodipo. Pihaknya berharap rumah budaya mampu melengkapi sarana seni dan budaya dalam merawat dan mengembangkan kreativitas masyarakat.

Pihaknya juga berharap agar perangkat daerah atau stakeholder terkait turut mendukung kegiatan-kegiatan yang digelar di rumah budaya. “Semoga tidak hanya bermanfaat untuk lingkungan di sekitar sini, melainkan juga bagi daerah,” katanya.

Apresiasi juga disampaikan oleh Soekoso DM. Menurutnya, upaya penguatan kebudayaan penting dilakukan mengingat dewasa ini karakter generasi muda khususnya terkait tata krama, unggah-ungguh dan etika, terasa kian merosot.

“Adanya rumah budaya ini semoga dapat turut andil dalam membangun karakter bangsa,” ungkapnya dalam bahasa Jawa.

Wakil Bupati Purworejo Yuli Hastuti memberikan sambutan. (istimewa) 

Angko Setiyarso Widodo selaku Pembina Yayasan Putra Bagelen Mandiri (PBM) yang menaungi Rumah Budaya Tjokrodipo menyebutkan Rumah Budaya Tjokrodipo yang dikenal dengan Omah Lawas didirikan sekitar tahun 1800-an.

Pada tahun 1980-an, rumah simbah Tjokrodipo pernah menjadi markas Muda Adikarsa dan tempat menyatunya pemuda serta para pemain bola Purworejo. Bahkan, Presiden Lima Gunung, Tanto Mendut, pernah tidur di rumah tersebut sekitar dua tahun saat masa-masa menjadi mahasiswa.

Seiring berjalannya waktu, rumah bersejarah itu pun difungsikan sebagai tempat untuk mengembangkan seni budaya Purworejo. Lalu diberi nama Rumah Budaya Tjokrodipo.

Adapun event seni budaya yang pertama kali digelar yakni wayang kulit dengan mengangkat tema Gagrag Bagelenan. “Banyak teman-teman seusia saya yang butuh tempat berkumpul dan membahas seni budaya Purworejo. Kemudian ini bisa dikembangkan menjadi wadah seni budaya bersama di Purworejo,” sebutnya.

ARTIKEL LAINNYA: Ribuan Warga Memeriahkan Pawai Budaya Garis Imajiner

Angko berharap agar Rumah Budaya Tjokrodipo dapat menggairahkan semangat para pekerja seni memaksimalkan potensi seni budaya di Purworejo.

“Saya percaya peninggalan-peninggalan beliau-beliau yang telah mendahului kita bermanfaat. Saya percaya bahwa pada kemudian hari, Purworejo akan lebih baik,” tandasnya.

Rangkaian acara peresmian rumah budaya berlangsung sejak pagi diawali dengan sarasehan revitalisasi wayang kulit Kaligesingan Gagrag Bagelenan.

Narasumber Ki Parikesit Dipoyono membahas tentang perkembangan pakeliran gagrag Bagelenan, Ki Partono mengupas tentang ciri khas tatah Sungging Wayang Kaligesingan dan Putut Danardono, seorang kolektor wayang, membahas persebaran wayang kulit Kaligesingan.

Dalam acara yanag dipandu oleh budayawan dan akademisi Dr Sudibyo MHum itu mengemuka bahwa wayang kulit Kaligesingan dengan gagrag (gaya) Bagelenen merupakan salah satu warisan budaya khas Purworejo yang sudah berusia ratusan tahun.

Sampai saat ini, di Kaligesing masih ada ringgit (wayang kulit) berusia lebih dari 100 tahun yang dibuat pada tahun 1900-an.

Pada Sabtu siang hingga sore, di lokasi yang sama juga digelar pergelaran wayang kulit oleh dalang cilik Mikael Valen Virgiawan dan dalang remaja Nurhidayat. Keduanya merupakan pemenang Festival Dalang yang diadakan oleh Dewan Kesenian Purworejo (DKP) beberapa waktu lalu. (*)