Museum Sandi Mengembangkan Aplikasi Panduan Museum Berbasis Teknologi

Sejarah bukan hanya tentang menghafal tanggal dan peristiwa, tetapi memahami maknanya dalam konteks kekinian. 

Museum Sandi Mengembangkan Aplikasi Panduan Museum Berbasis Teknologi
Diskusi "76 Tahun Serangan Oemoem 1 Maret 1949" di Museum Sandi, Selasa (11/3/2025). (yvesta putu ayu palupi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Tingkat literasi membaca di kalangan generasi muda saat ini semakin menurun. Kondisi ini menjadi tantangan dalam pembelajaran sejarah, yang selama ini masih mengandalkan metode konvensional berbasis teks.

Kepala Museum Sandi, Setyo Budi Prabowo, dalam Diskusi 76 Tahun Serangan Oemoem 1 Maret 1949 di Museum Sandi, Selasa (11/3/2025), menyatakan pentingnya inovasi penyampaian sejarah agar tetap relevan dan menarik bagi generasi digital.

"Kami melihat bahwa anak-anak zaman sekarang lebih tertarik pada konten visual dan interaktif dibandingkan membaca buku sejarah yang tebal. Oleh karena itu, perlu ada pendekatan baru yang lebih kreatif, seperti penggunaan augmented reality, virtual reality, serta aplikasi digital," ujarnya.

Museum Sandi, menurut Setyo, akhirnya mengembangkan aplikasi panduan museum berbasis teknologi yang dapat diunduh di Play Store. Aplikasi ini membantu pengunjung, terutama generasi muda, untuk memahami sejarah melalui cara yang lebih menarik.

Melalui teknologi

"Kami berusaha menghadirkan pengalaman belajar yang interaktif agar anak-anak tidak hanya membaca, tetapi juga merasakan langsung sejarah melalui teknologi," ungkapnya.

Setyo menyebutkan, selain menggunakan teknologi, pembelajaran sejarah penting juga tetap berpegang pada sumber-sumber sejarah yang autentik. Meskipun inovasi teknologi menjadi solusi dalam menyampaikan sejarah, literasi berbasis dokumen sejarah, wawancara dan penelitian akademis tetap harus dijaga.

"Sumber sejarah tetap menjadi rujukan utama. Teknologi hanya alat bantu untuk menyampaikan informasi dengan cara yang lebih sesuai dengan gaya belajar anak-anak masa kini," jelasnya.

SO 1 Maret 1949 menjadi salah satu contoh bagaimana sejarah bisa dikemas dengan cara yang lebih menarik. Dalam peristiwa tersebut, peran media komunikasi sangat penting menyebarkan informasi ke dunia internasional.

Memahami makna

Jika dulu telegram digunakan untuk mengabarkan keberhasilan para pejuang merebut Yogyakarta, kini media sosial dan platform digital bisa menjadi alat untuk mengenalkan sejarah kepada publik luas. Sebab sejarah bukan hanya tentang menghafal tanggal dan peristiwa, tetapi memahami maknanya dalam konteks kekinian.

Oleh karena itu, pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah juga perlu menyesuaikan metode pengajarannya dengan perkembangan zaman."Kami berharap para pendidik juga mulai memanfaatkan media kreatif dalam mengajarkan sejarah, seperti video, medsos dan teknologi lainnya," ungkapnya.

Ketua Yayasan Kajian Citra Bangsa, Mayjen TNI (Purn) Lukman R Boer mengungkapkan pentingnya mengaktualisasikan keadaan dulu dengan sekarang. Perlu pendekatan yang menarik misalnya diskusi dengan penyampaian yang kekinian mudah dipahami oleh anak-anak jaman sekarang.

"Kita munculkan rasa ingin tahu juga agar timbul semangat yang terus berkembang memahami sejarah bangsa," tandasnya. (*)