Merasa Dapat Perlakuan Diskriminasi Ras, Pasangan Suami Istri Gugat Jokowi dan Mahfud MD

Keduanya melakukan gugatan karena adanya pembiaran terhadap diskriminasi ras dan etnis dalam proses peralihan nama sertifikat tanah di DIY.

Merasa Dapat Perlakuan Diskriminasi Ras, Pasangan Suami Istri Gugat Jokowi dan Mahfud MD
Zealous Siput Lokasari bersama kuasa hukum saat memberikan keterangan kepada wartawan. (istimewa) 
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta dikejutkan dengan gugatan perdata yang diajukan oleh pasangan suami istri, Veronica Lindayati Lokasari dan Zealous Siput Lokasari, warga asal Kulonprogo.

Gugatan ini menyoroti dugaan pembiaran terhadap diskriminasi ras dan etnis dalam proses peralihan nama sertifikat tanah yang melibatkan Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Dalam gugatan yang didaftarkan pada 20 Desember 2023 tersebut, pasangan suami istri ini meminta ganti rugi materiil sebesar Rp6,396 miliar dan ganti rugi immaterial sebesar Rp1 triliun.

Selain itu, mereka juga meminta Presiden dan Menko Polhukam untuk membuat permohonan maaf di koran nasional sebanyak tiga kali dengan besar seperempat halaman.

Dalam petitumnya, pasangan suami istri ini menganggap bahwa Presiden dan Menko Polhukam telah lalai dalam menjalankan tugasnya untuk melindungi warga negara dari diskriminasi ras dan etnis.

Mereka juga mengatakan bahwa Presiden dan Menko Polhukam telah membiarkan terjadinya diskriminasi terhadap Veronica Lindayati Lokasari di Kantor Pertanahan Kulonprogo pada tahun 2016.

Menurut keterangan kuasa hukum penggugat, Oncan Poerba, insiden diskriminasi ini terjadi ketika Veronica Lindayati Lokasari mengajukan permohonan untuk mengubah nama di sertifikat tanah miliknya.

Namun, permohonan tersebut ditolak oleh petugas Kantor Pertanahan Kulonprogo dengan alasan bahwa Veronica Lindayati Lokasari adalah warga keturunan Tionghoa.

"Penolakan ini jelas merupakan bentuk diskriminasi ras dan etnis. Pemerintah seharusnya melindungi warga negara dari segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi ras dan etnis," kata Oncan Poerba pada Kamis (28/12/2023).

Oncan, menjelaskan bahwa gugatan ini menyoroti diskriminasi ras dan etnis, bukan hanya perihal sertifikat atau peralihan hak.

"Gugatan ini bukan soal sertifikat atau peralihan hak, tapi soal nonpribumi karena dalam aturan itu tidak boleh," tegas Oncan.

Sidang perdana gugatan ini akan digelar pada 11 Januari 2024.(*)