Kuasa Hukum Pemegang Saham Datangi Bank Bukopin, Pertanyakan Klaim Aset Agunan Hotel

Pemegang saham merasa perlu mengklarifikasi hal itu dan karena jawaban dari jajaran direksi.

Kuasa Hukum Pemegang Saham Datangi Bank Bukopin, Pertanyakan Klaim Aset Agunan Hotel
Kuasa hukum para pemegang saham PT GMS, Julius Rutumalessy, menyampaikan penjelasan usai mendatangi Bank Bukopin Cabang Yogyakarta, Rabu (17/1/2024). (yvesta putu ayu palupi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA --  Dugaan penipuan investasi hotel dengan modus tukar guling aset berupa Hotel Top Malioboro di dalam tubuh PT Garuda Mitra Sejati (GMS) terus bergulir. Kali ini kuasa hukum para pemegang saham PT GMS, Julius Rutumalessy, mendatangi Bank Bukopin Cabang Yogyakarta, Rabu (17/1/2024).

Klarifikasi coba dilakukan tim hukum ke bank tersebut. Sebab status Hotel Top Malioboro masih menjadi agunan di Bank Bukopin.

"Jadi pemegang saham merasa perlu mengklarifikasi hal itu dan karena jawaban dari jajaran direksi PT GMS itu selalu berubah-ubah dan tidak pernah ditunjukkan bukti hukum mengenai aset yang bersangkutan," ujarnya usai mendatangi bank.

Menurut Julius, para pemegang saham mempunyai dokumen bahwa aset Hotel Top Malioboro masih milik PT lain dan sedang dijaminkan ke Bank Bukopin. Karena itu tim hukum mencoba mengklarifikasinya melalui Bank Bukopin. "Sebab berdasarkan data yang mereka pegang, hak tanggungan atas aset yang bersangkutan," jelasnya.

Julius membeberkan klarifikasi ini menjadi penting bagi PT GMS. Hasil klarifikasi ini berpengaruh langsung terhadap susunan komposisi kepemilikan saham di PT GMS.

ARTIKEL LAINNYA: Program Besar Perpusnas, Salurkan Buku Untuk 10 Ribu Perpustakaan dan TBM

"Karena masuk atau tidaknya aset ini tidak hanya mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan tapi juga berpengaruh terhadap jumlah saham yang dipegang oleh salah satu direksi di PT GMS sekarang," jelasnya.

Julius menerangkan pihaknya belum berhasil bertemu dengan pimpinan Bank Bukopin. Karena itu, dia meminta penjadwalan terkait pertemuannya dengan pimpinan bank tersebut.

"Kebetulan Bank Bukopin pimpinannya sedang keluar. Jadi mereka minta waktu untuk menjadwalkan kembali. Nanti kami update lagi situasinya seperti apa. Kami minta kepada pihak Bank Bukopin untuk membuka saja status Hotel Top Malioboro. Kan tinggal dijelaskan Hotel Top Malioboro ini aset milik PT GMS atau bukan," tandasnya.

Julius menambahkan, dugaan penipuan investasi hotel ini berawal dari ketidaksepahaman antara pihak pemegang saham dengan direksi PT GMS terkait Hotel Top Malioboro yang dijadikan aset tukar guling 24 lembar saham PT GMS oleh Direktur Utama, SKN.

Kasus bermula saat Direktur Utama PT GMS SKN membeli 24 lembar saham baru di PT GMS. Tiap lembar sahamnya kala itu dihargai Rp 1.160.000.000.

ARTIKEL LAINNYA: Agus Noor dan Butet Kartaredjasa Hadirkan Musuh Bebuyutan di Yogyakarta

Pembelian saham ini, lanjut Julius, dibayar oleh SKN dengan 24 bilyet giro (BG) yang ternyata hanya satu yang bisa dicairkan sedangkan sisanya tidak bisa dicairkan. Kemudian SKN melakukan tukar guling asetnya yaitu Hotel Top Malioboro sebagai ganti untuk membayar 23 lembar saham tersebut.

Julius menegaskan Hotel Top Malioboro ini diklaim oleh SKN sudah menjadi milik PT GMS. Hanya saja ternyata hingga saat ini Hotel Top Malioboro tak pernah berstatuskan menjadi aset PT GMS.

"Jadi awalnya Hotel Top Malioboro ini milik PT. Muncul Properti Makmur (MPM) di mana pemilik perusahaan ini adalah SKN yang di PT GMS menjabat sebagai Direktur Utama," katanya.

Aset berupa Hotel Top Malioboro ini dipakai SKN sebagai tukar guling 23 lembar saham di PT GMS. Saat ini Hotel Top Malioboro diklaim SKN sudah menjadi milik PT GMS padahal sebelumnya dilaporkan jika Hotel Top Malioboro ini masih milik PT MPM.

Julius menyebutkan, terkait tukar guling Hotel Top Malioboro dengan 23 lembar saham PT GMS atas nama SKN, pihaknya telah menemukan dokumen bawah tangannya.

ARTIKEL LAINNYA: RSUD Wonosari Menyediakan Kamar Khusus Perawatan Caleg yang Gagal

Dokumen bawah tangan, lanjut Julius saat itu dibuat oleh Direksi PT GMS saat itu yakni SKN sebagai Direktur Utama, GSS sebagai Direktur Umum dan seorang lagi menjabat sebagai Direktur Operasional. Ketiga direksi ini membuat dokumen pengalihan aset.

Julius menemukan kejanggalan di dalam dokumen pengalihan aset Hotel Top Malioboro ini. Kejanggalan itu adalah SKN tidak ikut dalam menandatangani dokumen di bawah tangan itu. Padahal, saat itu SKN merupakan Direktur Utama PT GMS.

"SKN pada saat itu sampai sekarang masih menjabat sebagai Direktur Utama di PT GMS. SKN saat itu sebagai Direktur Utama, harusnya dia yang tanda tangan. Tapi karena SKN ini akan mengalihkan aset yang masih dikuasai PT MPM maka ditunjuklah saudara GSS dan Bunardi untuk menandatangani atas nama PT. GMS," terang Julius.

SKN yang saat itu adalah Direktur Utama tidak tanda tangan atas nama PT GMS. SKN menandatangani perjanjian atas nama PT MPM yang merupakan perusahaan milik SKN dan merupakan perusahaan pemilik Hotel Top Malioboro saat itu.

Kejanggalan lain, terang Julius, adalah akta notaris terkait pengalihan aset ini tak pernah ditunjukkan oleh pihak Direksi ke pemegang saham PT. GMS. Sayangnya pengalihan aset itu tidak pernah ditunjukkan dengan akta notaris yang mana seharusnya itu dilakukan.

"Nah, belakangan ada klaim melalui media sosial bahwa aset itu (Hotel Top Malioboro) sudah jadi milik PT GMS. Itulah tujuan kami mencoba melakukan klarifikasi ke Bank Bukopin yaitu mengklarifikasi atau meminta kejelasan," kata Julius. (*)