Konten Informasi Perpustakaan Perlu Dikemas Ulang

Oleh: FL.  Agung Hartono

GENERASI Z, memiliki perilaku yang berbeda dalam soal perpustakaan. Akibatnya, tanpa reformasi, perpustakaan akan banyak ditinggalkan orang. Padahal, banyak sumber informasi penting di perpustakaan. Format baru sajian pustakawan, antara lain dengan meramu teks dan gambar dalam bentuk infografis, akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Konten Informasi Perpustakaan Perlu Dikemas Ulang
FL.  Agung Hartono. (istimewa).

IBARAT masakan, bahan bakunya sama, kemasan dan rasa bisa jadi terasa beda, jika chef atau ahli masak mampu mengemas atau meracik bahan baku menjadi menu yang berbeda. Pun konten informasi yang dimiliki sebuah perpustakaan akan menjadi menu yang terasa berbeda pula jika ‘chefnya’, dalam hal ini diperankan oleh pustakawan, mengemasnya menjadi konten informasi yang menarik bagi pemustaka (pengguna perpustakaan). Mengemas kembali sebuah informasi atau mentransfer dari satu bentuk ke bentuk lain dengan kemasan yang lebih menarik dalam istilah kepustakawanan populer disebut dengan istilah kemas ulang informasi.

Mengemas kembali informasi merupakan salah satu upaya mengatasi ledakan informasi dan persaingan untuk mendukung perusahaan atau lembaga induk, dengan memberikan informasi yang cepat, tepat, dan akurat untuk mendukung pembuatan keputusan. Dengan kata lain, kemas ulang informasi merujuk pada penyajian informasi dalam bentuk yang lebih dapat dimengerti, mudah dibaca, dan dikemas dalam bentuk yang lebih dapat diterima dan digunakan. Apalagi saat ini pemustaka didominasi gen Z. Kehidupan gen Z tidak lepas dari internet dan ponsel pintar. Mereka bahkan sudah sangat mahir dalam menggunakan sosial media seperti Instagram, Facebook, Twitter, WhatsApp, dan berbagai sosial media lain. Mereka juga dikenal sebagai generasi yang mahir dalam mengoperasikan internet, baik untuk hiburan, belajar, atau bekerja. Pun populasinya di Indonesia ternyata sangat banyak. Data sensus penduduk dari BPS pada tahun 2020 mencatat sedikitnya ada 74,93 juta gen Z di Indonesia atau sekitar 27,94% dari total penduduk Indonesia. Pemustaka dengan karakteristik tersebut membutuhkan kemasan atau desain informasi yang lebih menarik, selain kaya informasi, tampilan visual adalah ciri khas informasi yang mereka butuhkan.

Infografik

Fenomena gaya hidup gen Z  itulah, yang memotivasi para pekerja informasi tanpa kecuali pustakawan, untuk menghadirkan konten-konten informasi produk perpustakaaan secara lebih menarik di tengah masyarakat, Selain dalam rupa kumpulan teks, saat ini sajian informasi perlu ditata ulang atau dikemas dalam format lain. Salah satu desain kemas ulang informasi adalah melengkapi data dalam format teks dengan tampilan infografik.

Naskah dalam bentuk teks dipadu dengan ilustrasi gambar (visual) akan membuat Informasi yang disajikan dalam bentuk komunikasi visual itu, mengundang daya pikat bagi pemustaka. Infografik yang mengkolaborasi teks dengan gambar (visual) memiliki desain unik dan menarik, membuat pemustaka tidak cepat lelah dan relatif mudah menangkap pesan informasi. Dalam membuat infografik, selain desain ada hal yang patut dipertimbangkan, yakni soal kualitas dan kejelasan informasi, karena tujuan konten visual ini dibuat untuk memudahkan pemahaman akan sebuah informasi.

Selain memudahkan pemahaman, komunikasi visual (infografik) memiliki keunggulan. Antara lain otak manusia mampu mengenali gambar setelah melihatnya hanya dalam waktu 13 milidetik (Trafton, 2014), otak memroses konten visual 60.000 lebih cepat dibanding teks, gambar dan foto lebih mudah dingat daripada teks (picture superiority) dan 90 persen informasi yang dikirim ke otak berbetuk visual. Dalam infografik, yang perlu diperhatikan adalah soal kualitas dan kejelasan informasi,

Kreatif dan Inovatif

Kreativitas dalam mengemas ulang informasi agar tampil lebih menarik, saat ini merupakan bagian dari ketrampilan atau kecakapan pustakawan yang harus dimiliki. Perpustakaan saat ini bukan lagi semata-mata bangunan yang menyimpan koleksi ratusan bahkan ribuan cetak atau rekam, namun sudah waktunya perpustakaan bertransformasi menjadi sumber informasi rujukan masyarakat, yang koleksinya dapat diakses dengan mudah, murah dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Kemudahan itu salah satu ujudnya adalah dengan kemasan informasi yang mudah dipahami, maka informasi yang dikemas dalam bentuk yang simpel, ringkas, dan mudah dimengerti atau dipahami, merupakan bentuk kreativitas dan inovasi layanan perpustakaan yang wajib dikembangkan oleh pustakawan.

Aspek strategi pengemasan ulang informasi mencakup penetapan sumber  informasi kemasan, jenis produk kemas ulang informasi dan metode pengemasan ulang informasi. Perancangan strategi pengemasan ulang informasi dilakukan perpustakaan melalui kemas ulang informasi sebagai program unggulan perpustakaan. Pekerjaan utama pustakawan, memahami perilaku informasi pengguna digital native perpustakaan, melakukan diseminasi paket informasi digital melalui media sosial dan jaringan kerja sama, mengubah peran pustakawan sebagai social librarian dan public knowledge, dan menerapkan strategi Marketing and Public  Relation (MPR). Kepala perpustakaan berperan penting mendukung pustakawan dalam melakukan kegiatan kemas ulang informasi.

Dukungan itu dibutuhkan agar perpustakaan senantiasa ‘hadir’ di masyarakat. Peran perpustakaan dalam berkontribusi memberdayakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dapat benar-benar dirasakan secara nyata dengan menghadirkan konten-konten informasi yang kemasannya selalu aktual dengan perkembangan teknologi dan informasi. Semoga! *

FL.  Agung Hartono, S.Sos.

Pustakawan Ahli Muda di Institut Seni Indonesia Yogyakarta