Manusia Silver di Jalanan

Manusia Silver di Jalanan

DARI tangkapan layar beberapa stasiun televisi, sepertinya mata kita tak juga menemukan manusia silver di antara demonstran yang turun di jalanan, namun di ruas-ruas persimpangan jalan acap kita berhadapan dengan sosok manusia silver (perak), yang sekujur tubuhnya bercat silver, atau yang dicat hanya bagian muka (wajah) saja. Atau cuma pakainnya saja yang diwarnai silver. Rupa-rupalah mereka.

Sosok manusia silver (perak) ini acap muncul di mana-mana, ia datang dan pergi dan seolah sudah menjadi tradisi regular tahunan di beberapa kota. Ia bermula dari semacam live happening art, namun kemudian bergeser merangsek ke berbagai bangjo (lampu trafficlight) di kota-kota.

Bermula dari 1-2 orang remaja atau dewasa yang mempertontonkan sekujur tubuhnya di tindas terik siang yang menganga, belum lagi asupan polusi knalpot kendaraan bermotor yang kerap menyumpal mulut-mulut riangnya. Sekarang tak sedikit jenis manusia unik ini berhamburan ke jalan dan meminta sekadar uang jajan kepada para pengguna jalan. Ini yang kadang cukup membuat ketidaknyamanan di jalan.

Peraturan daerah (Perda) untuk tak memberi uang atau barang kepada para penyandang masalah sosial di jalan raya, termasuk kepada manusia silver, rupanya tak cukup menjadi peraturan sapu jagat bagi sebuah kota untuk bersih dari berjejalnya permasalahan sosial.

Polah tingkah manusia silver beragam. Ada yang memerankan dirinya sebagai manekin, ada yang mencoba bersajak, menjajakan suara untuk sekadar bercuap-cuap bernyanyi atau memang sengaja mengaryakan dirinya menjadi sosok peminta bahkan kadang berlabel bar-bar atau preman untuk memperoleh uang dari orang yang agak berat mengulurkan rezekinya di jalan.

Manusia perak ini muncul, sekurangnya karena ada beberapa hal yang menyokong, seperti kemiskinan, karena tak punya pekerjaan tetap. Orang hidup butuh makan, maka kemudian ia mewakafkan dirinya sebagai manusia perak.

Kemudian, ada yang berangkat hanya lebih karena ingin pamer kehebatan dan daya jejal atas panas yang menyentuh sekujurnya, bahkan ada pula yang hanya ikut-ikutan kawan-kawan dalam kelompoknya, mengaku mengikuti tren mode dan atau keblinger.

Hal lain yang meminangnya sebagai manusia silver, seperti akibat pergaulan yang sesat, sehingga tak sedikit dari mereka yang berperkara hukum akibat terlibat dalam praktik underground, seperti jual beli narkoba, merampok, membunuh, berprofesi sebagai pekerja komersial seksual, pengemis, maupun yang tersangkut kriminal pencurian, kekerasan bahkan terorisme.

Kaukus silver sering ditangkap dan diangkut Satpol PP untuk dikembalikan ke jalan lurus, bermartabat dan produktif. Seakan seluruh edukasi yang berulang membuat tak takut ditangkap dan merasa menjadi senior atas manusia silver yunior lainnya.

Mereka bisa pula muncul karena keluarga sudah kewalahan mengedukasi, lebih layak disebut anak asuh matahari yang kelayaban waktu siang dengan segala jurusnya untuk survive di tengah lekukan ekonomi pandemi ini.

Namun demikian, ada saja manusia jenis ini yang melulu ingin mencari perhatian, secara materi lebih dari cukup kekayaan orangtua, sehingga ia merasa enjoy dan merasa menjadi manusia kala ia menjelma dalam manusia unik ini.

Rupa-rupi aksi yang dilakukan para manusia silver ini acap membawa kita pada sebuah daya hidup yang kuat sekaligus lembek. Artinya apa? Satu sisi ia memperjuangkan cita-cita maupun keinginannya yang direpresentasikan melalui wujud manusia silver, tapi aras lain mengatakan, ia sesungguhnya sebagai sosok lemah, karena mini usaha dan lebih banyak menggantungkan hidup pada belas kasih, empati maupun samaritansi orang lain. Penginnya enak saja, sedikit usaha nan gampang.

Hal ini nampaknya bisa jadi, ia sedang menjalani hobi menyusuri jalan instan yang mungkin kerap melambungkannya. Yang pasti masifnya manusia silver ini sekali lagi hanya menerbitkan persoalan (baru) kota. Ya kalau perilakunya di jalan tak membahayakan bagi orang lain, maka tak masalah ia melakukan live performance, tapi ketika ia tak malu menggadaikan harga dirinya dan menghantamkannya pada level terbawah kehidupan, maka ia barangkali memang derajatnya kelas tak lebih rendah dari katak.

 

Revolusi Total

Lantas, sebetulnya aksi manusia silver ini untuk apa dan buat siapa? Jika dirunut ke belakang, maka manusia silver ini kelihatannya selain untuk mendapatkan pundi ekonomi (baru), sekurangnya ia juga menyimpan kepuasan psikologis yang luar biasa dengan semua kreasi, inovasi setidaknya dari kostum, warna dan ketidakpeduliannya terhadap lingkungan.

Kemudian, pelbagai aksi manusia silver ini sejatimya untuk siapa? Apakah hasil keringatnya untuk keluarga, sekadar berfoya-foya atau belajar menabung untuk merawat masa depannya. Bisa saja lho, manusia ini berperan sebagai tulang punggung keluarga atau berperan sebagai ibu/bapak maupun kakak bagi adik-adiknya, karena orang tua bercerai atau salah satu meninggal dunia.

Revolusi atau evolusi, suka tidak suka, diakui atau tidak diakui, persoalan manusia silver jika dibiarkan berlarut hanya akan menggumpalkan gunung problematik yang tak kalah sensitif apalagi di tengah paceklik kita hari ini. Maka kemudian seluruh pemangku kepentingan harus bergerak turut menyelesaian sebagai PR kita hari ini, ya manusia silver ini.

Jika memang disulut faktor ekonomi, maka pemerintah maupun pemda mesti menyikapi dengan membuka pelatihan kerja produktif dan membalik sikap mental kere mereka, sehingga  bisa kembali menjadi manusia yang tanpa predikat perhiasan (emas, perak atau perunggu). Memberikan akses pemasaran, permodolan, teknologi tepat guna dan merevolusi total (fisikal, mental dan spiritual) juga etos dan etik mereka menjadi langkah yang cukup menopang atas beratnya beban yang di hela mereka.

Sekali lagi, kita edukasi, berdayakan mereka lewat ikan, kemudian bertahap kita pasok hanya kailnya saja dan step lainnya kita cuma akan memberikan teknologi bagaimana bisa membuat kail, dan seterusnya.

Yang perlu mendapatkan perhatian besar dari pemerintah maupun pihak yang acap mengklaim peduli pada anak-anak di bawah umur, anak putus sekolah yang terjebak pada aktor manusia silver ini, maka harus lebih waspada dan hati-hati menanganinya. Karena mereka ini terlampau rentan atas gula-gula yang ditawarkan dengan cara-cara eksploitasi bahkan menjurus trafficking. Bahkan mereka ini terlampau rentan atas ragam penyakit, misalnya terpapar Covid-19.

Kalaupun mereka dari anak-anak yang dropout, maka kita berkewajiban mengedukasi, mendampingi, memberikan pelatihan ekonomi produktf, belajar bisnis online, menjadi orang tua asuh, memberikan beasiswa, memberikan asupan gizi pendidikan umum, agama maupun karakter, sehingga tak gamang merengkuh nasib dan masa depannya. **

Marjono

Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng