Ketika Paguyuban Jamer Mengenang Irian Barat

Ketika Paguyuban Jamer Mengenang Irian Barat

KORANBERNAS.ID, JOGJA -- Rentang waktunya sudah begitu lama, hampir 50 tahun, bahkan ada yang lebih. Namun karena sangat berkesan, cerita-cerita masa lalu berbau nostalgik bermunculan pada pertemuan eks PNS yang pernah ditugaskan di Merauke, Irian Barat (kini Papua) dan sekitarnya. Mereka bertemu di rumah Ny Fajri di Tirtosani Residence, Jalan Godean Sleman, hari Sabtu (25/1-2020). Almarhum suaminya pernah ditugaskan di Pemda Merauke.

Meski semua sudah lanjut usia, namun memorinya masih sangat bagus. "Ada yang ditugaskan mulai tahun 1964 sampai menjelang akhir 1970," kata Dr dr H Totok Utoro MSc, ahli Patologi Anatomi yang terakhir pensiun dari UGM.

Menurut dr Totok, masyarakat pribumi sangat terbuka menerima kedatangan PNS untuk membangun Irian Barat. Tugas utamanya, seperti dipesan oleh Bung Karno, adalah menyukseskan Pepera atau Penentuan Pendapat Rakyat, semacam opsi di Timtim masa pemerintahan Presiden Habibie. Namun masyarakat pribumi, bahkan Uskup asli Belanda, pada upacara di lapangan, dengan mengangkat tangan, spontan memilih pemerintah Indonesia. Sehingga banyak yang menangis terharu.

Reuni

Suryanto yang pernah ditugaskan menjadi kepala sekolah Yohanes Merauke mulai tahun 1964, tidak pernah mengira akan mendapat perlakuan istimewa. Tahun 2018 dia dan isteri diundang hadir untuk reuni. "Awalnya saya tidak sanggup, mengingat usia sudah 86 tahun. Juga kondisi kesehatan. Jaraknya sangat jauh," kata Suryanto.

Ternyata, selain panitia menyiapkan tiket, juga menyiapkan dokter pendamping, sehingga bekas Kepsek itu tidak perlu khawatir. Di sana dia diarak dengan kendaraan terbuka, disambut yel-yel. "Bapak sampai menangis karena terharu" kata Ny Suryanto, yang sepulang dari Irian Barat menjadi aktivis Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) DIY.

Ny Suryanto merasa bangga karena mantan murid-muridnya yang dulu umbelen, kini banyak yang sukses. "Pemilik hotel bintang 4 dimana kami menginap, milik mantan murid. Juga pemilik restoran, besar," kata dia dengan bangga.

Mantan muridnya juga banyak yang menjadi dokter dan doktor. Ada juga yang jadi pastor dan uskup. Ada yang menjadi bupati dan pejabat-pejabat. Artinya, kata Ny Suryanto, anak-anak mutiara hitam asli Papua banyak yang pintar.

Papua maju

Menyaksikan perkembangan Papua saat ini, mereka senang. Banyak yang dulu hutan belantara dan sulit dijamah, kini sudah berubah menjadi kota. Infrastruktur dibangun. Mobilitas masyarakat lancar, berbagai fasilitas pendidikan, kesehatan dan lain-lain bermunculan. Apalagi di Papua juga akan digelar Pekan Olahraga Nasional (PON) bulan September mendatang.

Meskipun mereka sudah nun jauh kembali ke Jawa, namun bahagia melihat masyarakat kini menikmati berbagai fasilitas umum di bumi Cendrawasih.

Kalau masih ada kelompok masyarakat yang kurang puas seperti KKB, dr Totok menilai itu hanya letupan-letupan kecil yang sejak dulu juga ada. Cuma pemberitaan tidak segencar sekarang, termasuk lewat media sosial.

Dibentuk 1978

Paguyuban ini, menurut Drg H Ircham yang kini jadi ketua bersama dr Totok, dibentuk tahun 1978. Awalnya hanya Merauke saja, tapi kemudian ditambah daerah sekitarnya. Jadi tidak hanya Jamer atau Jawa Merauke saja, tetapi mereka yang pernah bertugas di Sorong dan wilayah sekitar. Demikian menyatunya mereka dengan warga setempat, semua tradisi masyarakat Jawa juga asa di sana. Seperti ruwahan, nyadran, selamatan dan sebagainya.

Menurut Ircham, awalnya paguyuban ini beranggotakan 60 orang. Akan tetapi ada yang mundur dan meninggal dunia, maka hingga kini tinggal 40 anggota. Dari jumlah itu 30 di antaranya aktif hadir pada pertemuan dua bulanan ini.

Karena tidak ada regenerasi, ke depan andai para pelaku sejarah ini satu persatu sudah meninggal, paguyuban ini hanya akan tinggal nama. Tak ada cerita-cerita nostalgia, kecuali lewat beberapa buku yang sudah ditulis oleh Ircham. (eru)