Kesehatan Mental Anak pada Pembelajaran Online Masa Pandemi Covid-19

Kesehatan Mental Anak pada Pembelajaran Online Masa Pandemi Covid-19

 

 

CORONAVIRUS Disease (Covid-19) ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO). Virus ini muncul pertama kali muncul di Wuhan China pada akhir 2019, kemudian menyebar secara masif di berbagai negara di dunia. Menurut Johns Hopkins University and Medicine, hingga pada bulan Agustus 2020 telah menginfeksi 188 negara dengan 23 juta kasus lebih. Salah satu negara terdampak parah di kawasan Asia Tenggara adalah Indonesia. Negara dengan ibukota Jakarta ini memiliki kasus positif pertama pada bulan Maret. Munculnya kasus pertama tersebut membuat pemerintah Indonesia melakukan pembatasan ruang gerak masyarakat dengan menerapkan kebijakan Work From Home (WFH) guna menghambat persebaran virus Covid-19. Aturan WFH tersebut memaksa masyarakat melakukan kegiatannya di rumah saja dari mulai bekerja hingga sekolah.

Pelajar dan mahasiswa terpaksa menuntut ilmu melalui tempat tinggal masing-masing. Kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara daring melalui platform yang mendukung seperti Google Meet, Webex, Zoom, WhatApp, Line, Google Form, Google classoom dan lainnya. Penyesuaian dengan hal-hal baru harus dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa agar kegiatan belajar tetap berjalan. Kondisi pelajar dan mahasiswa yang tidak siap menerima perubahan dan mengharuskan mereka untuk beradaptasi dapat membuat diri mereka tertekan di samping situasi pandemi Covid-19 yang tidak jelas kapan selesainya. Situasi ini sangat rentan bagi kesehatan mental pelajar dan mahasiswa, khususnya bagi anak-anak pada tahap tumbuh dan berkembang.

Anak-anak pada kondisi normal melakukan kegiatan belajar, bermain, dan bersosialisasi secara bersamaan di sekolah. Namun, pada pandemi ini mengharuskan mereka belajar di tempat tinggal masing-masing dan tidak dapat bermain dengan teman-temannya menjadikan mereka kurang bersosialisasi. Aktivitas belajar di rumah tersebut monoton dilakukan setiap hari Senin hingga Jumat, dengan berbagai macam tugas yang diberikan oleh guru. Anak-anak saat melakukan Study From Home (SFH) mengalami banyak kendala dalam mengatur waktu belajar, tidak memahami instruksi yang diberikan guru, dan kesulitan memahami pelajaran. Hal tersebut memicu tekanan terhadap anak yang dapat mengakibatkan stres. Stres ialah reaksi tubuh yang muncul saat seseorang menghadapi ancaman, tekanan, atau suatu perubahan, stres juga dapat terjadi karena situasi atau pikiran yang membuat seseorang merasa putus asa, gugup, marah  (Aldokter Kementrian Kesehatan Republik Indonesia). Di sinilah dukungan dan pengertian para orang tua sangat dibutuhkan.

Oleh karenanya, peran orang tua sangat dibutuhkan dalam membimbing anak pada situasi tersebut. Seyogyanya orang tua dapat memberikan pengertian secara benar, mengenai kondisi pandemi Covid-19 yang sedang dialami kepada buah hati, sehingga anak dapat memahami situasi apa yang dialami oleh diri mereka. Selanjutnya orang tua sebaiknya dapat meluangkan waktu dalam menemani anak dalam belajar secara daring ataupun mengerjakan tugas, membuat hal baru di rumah seperti membuat tempat bermain, membuat ruangan rumah tidak membosankan. Hal-hal tersebut sangat berarti bagi anak dalam proses beradaptasi dengan kondisi baru ini. Selain itu, bermain dan melakukan hal-hal yang positif dengan keluarga dapat dilakukan untuk mendukung tumbuh kembang buah hati agar tidak terganggu selama pembatasan ruang gerak selama pandemi Covid-19.

Tidak hanya anak-anak yang mengalami stres dan frustasi terhadap situasi yang terjadi kala pandemi ini. Anak-anak hingga orang tua terimbas tidak terkecuali. Saling menguatkan di dalam keluarga antara orang tua dan anak perlu dilakukan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Mencoba berdamai dengan keadaan dan fokus terhadap hal-hal yang positif, sehingga dapat melalui hari tanpa rasa khawatir berlebih yang pada akhirnya dapat menganggu kesehatan anggota keluarga. *

Diah Putri Fatayati

Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.