Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Sektor Pendidikan di Indonesia

Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Sektor Pendidikan di Indonesia

PADA 30 Januari 2020, WHO (World Health Organization) mengumumkan darurat kesehatan masyarakat global. Beberapa waktu kemudian, tepatnya 11 Februari 2020, WHO mengumumkan virus baru bernama ”Covid-19”. Sejak saat itulah kasus pandemi Covid-19 menyebar ke banyak negara tidak terkecuali Indonesia.

Dikutip dari laman resmi kemkes.go.id, terhitung hingga saat ini yakni pada selasa (15/9/2020) tercatat jumlah pasien positif Covid-19 mencapai 225.030 orang, dan yang meninggal sebanyak 8.965 orang. Terlihat begitu besar dampak pada kesehatan yang dirasakan dari pandemi ini.

Tidak hanya dalam bidang kesehatan, Pandemi Covid-19 juga merambah ke aspek lain di Indonesia, salah satunya adalah dunia pendidikan. Dengan adanya ketetapan baru dalam beraktivitas yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia semasa pandemi Covid-19 ini, bentuk pembelajaran baru pun diterapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Nadiem Anwar Makarim, yaitu dengan sistem pembelajaran jarak jauh atau sering disebut (PJJ) yang dilakukan secara daring.

Banyak pihak yang kontra terhadap sistem pembelajaran baru ini, baik dari pihak siswa sendiri, dari tingkat SD hingga tingkat pendidikan tinggi seperti perkuliahan, orang tua atau wali, hingga tenaga pendidik seperti guru. Para siswa mengeluh akan bentuk pembelajaran yang semakin mempersulit mereka untuk lebih faham akan materi yang dipelajari. Menurut mereka, penjelasan langsung dari guru seperti pada umumnya di kelas lebih efektif dan mudah ditangkap.

Selain susahnya memahami pelajaran yang ada, masalah keuangan pun menjadi dilema besar bagi para siswa, serta orang tua atau walinya. Karena seperti yang kita tahu, sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) menerapkan metode online atau daring yang memerlukan jaringan internet. Sedangkan kuota yang digunakan untuk mengakses internet tersebut harus dibeli dengan biayanya yang tergolong masih tinggi untuk beberapa anak. Selain itu, perlengkapan elektronik seperti smartphone, laptop dan lain sebagainya tidak semua siswa memiliki, bahkan orang tua mereka pun sampai mati-matian berusaha mencari dana demi anaknya bisa belajar.

 Tak dipungkiri, masalah biaya ternyata juga dapat menimbulkan masalah baru yang lebih besar. Salah satunya adalah kesenjangan sosial. Demi bisa menyesuaikan kehidupannya dengan situasi yang ada saat ini, banyak orang menghalalkan segala cara demi membiayai pendidikan anak-anaknya semasa pandemi. Seperti contoh kasus,  juru parkir di Medan berinisial “ZA” nekat mencuri motor. Dikutip dari laman Pikiranrakyat.com, ZA mengaku nekat mencuri sepeda motor untuk membeli handphone anaknya agar dapat belajar online atau daring.

Bahkan Pandemi Covid-19 ini juga berdampak pada diri siswa itu sendiri, yaitu terhadap keadaan jiwa atau psikologinya. Keharusan akan penyesuaian akademis, pembatasan sosial, dapat menimbulkan perasaan negatif. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti berbicara dalam sebuah acara KPAI di Jakarta, Senin (29/6/2020) bahwa Banyak siswa yang stres hingga putus sekolah selama mengikuti PJJ daring. Ia juga berkata, “Banyak siswa stres hingga putus sekolah selama ikuti PJJ daring”.

Tidak sedikit pula para guru yang menegeluh akan pendidikan yang berlangsung saat pandemi Covid-19 ini, salah satunya adalah Rika, seorang guru matematika SMPN Padang, yang berkesempatan diwawancarai Presiden Jokowi, secara virtual melalui video call pada Sabtu (12/9/2020). Dalam pembicaraan itu, ia mengungkpakan bahwa mereka tidak bisa memantau apakah seorang siswa mampu atau tidak menguasai suatu pelajaran dan banyak anak yang mengeluh rindu dengan sekolahnya.

Terlepas dari dampak negatif dari pandemi Covid-19 dalam bidang pendidkan  yang dirasakan baik oleh siswa, orang tua atau wali bahkan para tenaga pendidik di Indonesia, ternyata pandemi ini juga memiliki sisi atau dampak positif.

Dengan diterapkannya sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) di Indonesia, negara kita dipicu untuk mentransformasikan pendidikan kita lebih cepat. Sistem PJJ yang berbasis teknologi tentu mengharuskan lembaga pendidikan, guru, siswa bahkan orang tua agar cakap teknologi. Hal ini memicu percepatan transformasi teknologi pendidikan. Ini tentu berdampak positif karena penggunaan teknologi dalam pendidikan selaras dengan era Revolusi Industri 4.0 yang terus merangsek maju.

Pandemi corona juga membuat ide-ide baru bermunculan. Para ilmuwan, peneliti, dosen bahkan mahasiswa berupaya melakukan eksperimen untuk menemukan vaksin Covid-19. Seperti yang dilakukan oleh alumni UGM yang membantu mengatasi kekurangan masker dengan membuat masker yang bisa dicuci ulang. Tidak hanya itu, kreativitas lain yang juga tidak kalah menarik, seperti mahasiswa Rumah Bahasa UI yang menjadi relawan Covid-19 dan membantu mengedukasi masyarakat.

Selain itu, selama masa pandemi ini, peserta didik tentu akan menghabiskan waktu belajar di rumah. Hal ini menuntut adanya kolaborasi yang inovatif antara orang tua dan guru, sehingga peserta didik tetap bisa menjalani belajar online dengan efektif. Selain itu, kolaborasi yang inovatif dapat mengatasi berbagai keluhan selama menjalani belajar online. Ini akan memberikan dampak positif bagi dunia pendidikan baik pada masa kini maupun masa mendatang.

Sikap yang seharusnya kita lakukan dalam situasi sekarang adalah tetap mendukung dan memberikan saran yang positif terhadap langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia, dalam mempertahankan keberlangsungan pendidikan yang berkulaitas. Selain itu tetap menjaga kesehatan dan patuhi protokol kesehatan yang ada agar mengurangi risiko meningkatkanya penularan infeksi virus Covid-19 saat ini, sehingga pandemi segera berakhir dan sistem pendidikan di Indonesia kembali normal dan terus berkembang. *

 

Syifa Aulia

Mahasiswa Jurusan Sarjana Terapan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta