Kasus Antraks di Gunungkidul, Ketua Komisi B DPRD DIY Andriana Wulandari Desak Pemda Beri Solusi

Kasus Antraks di Gunungkidul, Ketua Komisi B DPRD DIY Andriana Wulandari Desak Pemda Beri Solusi
Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari, saat konferensi pers mengenai penanganan kasus Antraks yang terjadi di Gunungkidul. (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari, mendesak Pemda DIY serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait khususnya Dinas Kesehatan maupun Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan supaya memberikan solusi atas munculnya kembali kasus Antraks di Gunungkidul hingga mengakibatkan korban jiwa, beberapa waktu lalu.

“Penanganan kasus yang tidak tepat bisa menjadi sumber penularan. Kami berharap Pemda DIY semakin rutin turun ke lapangan melakukan pendataan dan komunikasi sebagai upaya mencegah Antraks,” ujarnya pada konferensi pers di DPRD DIY, Rabu (12/7/2023).

Menurut dia, pencegahan paling mudah yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah jangan mengonsumsi daging mentah atau setengah matang, ketika mengunjungi daerah dengan kasus Antraks yang tinggi. “Hindari kontak langsung dengan hewan ternak atau bangkai hewan yang diduga terinfeksi Antraks,” jelasnya.

Seperti diketahui, Antraks merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba serta dapat menular ke manusia.

Bakteri penyebab Antraks apabila terpapar udara akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia, termasuk desinfektan tertentu dan dapat bertahan puluhan tahun di dalam tanah.

Antraks adalah penyakit zoonosis, dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Gejalanya meliputi mual, muntah, diare yang kadang-kadang disertai darah. Infeksi melalui saluran pernafasan ditandai rasa sakit atau radang pada tenggorokan, sesak pada bagian dada dan kesulitan bernafas.

Di Indonesia, Antraks muncul sejak tahun 1884 di Lampung. Tahun ini, Antraks kembali menghebohkan Indonesia dengan ditemukannya kasus di Kabupaten Gunungkidul hingga memakan korban jiwa dan puluhan warga lainnya teridentifikasi suspek.

Merujuk data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per tanggal 4 Juli 2023 terdapat 93 kasus positif Antraks dan tiga kasus meninggal.

Andriana mengakui, tradisi Brandu yaitu menyembelih sapi yang sakit lalu dagingnya dijual murah untuk membantu meringankan beban pemilik sapi hingga sekarang masih melekat pada sebagian warga Gunungkidul. Ini yang diduga menjadi pemicunya.

Menurut dia, sudah semestinya tradisi tersebut dihentikan. Jangan sampai hanya karena merasa eman-eman dampaknya justru merugikan masyarakat itu sendiri.

Menjawab pertanyaan Antraks di Gunungkidul sudah ada sejak puluhan tahun silam dan kasusnya muncul secara berulang, Andriana sepakat dinas dan OPD terkait maupun dari kalangan perguruan tinggi ikut mencarikan win-win solution yang tidak merugikan masyarakat termasuk peternak.

“Kasus Antraks di Gunungkidul perlu segera ditangani secepatnya dengan cara yang tepat. Jangan sampai kasus itu menular dan menimbulkan ketakutan warga,” tegasnya.

Prinsip, lanjut anggota Fraksi PDI Perjuangan ini, langkah dan kebijakan apapun yang dilakukan oleh Pemda DIY termasuk menerbitkan regulasi misalnya perda, asalkan demi membantu masyarakat menuntaskan permasalahan tersebut, sudah pasti DPRD DIY senantiasa memberikan dukungan dari aspek alokasi anggaran.

“Sudah seharusnya ada mitigasi risiko kesehatan berbasis budaya atas maraknya kasus tersebut. Ruang partisipasi perlu dibuka selebar mungkin, agar kolaborasi pencegahan dapat dilakukan,” tambahnya.

Sebab, kata Andriana, penanganan kasus Antraks yang tidak tepat dikhawatirkan justru menjadi penyebab penyebaran penyakit tersebut. (*)