Demi Anak Sekolah & Bayar Utang, Tabungan Konsumen RI Terkuras di Mei
banyak rumah tangga berada dalam posisi sulit, harus memilih antara menabung untuk masa depan atau memenuhi kewajiban finansial dan kebutuhan pendidikan saat ini
KORANBERNAS.ID, JAKARTA--Di tengah berbagai tekanan ekonomi, masyarakat Indonesia tampaknya harus merelakan sebagian porsi tabungannya untuk memenuhi kebutuhan yang lebih mendesak. Survei Konsumen dan Perekonomian (SKP) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk Mei 2025 menunjukkan penurunan signifikan dalam kemampuan dan niat menabung, dengan biaya pendidikan anak dan pembayaran cicilan utang menjadi dua “penguras” utama.
Indeks Menabung Konsumen (IMK) tercatat di level 79,0, melemah signifikan dari bulan sebelumnya. Yang lebih mengkhawatirkan, persentase responden yang menyatakan tidak pernah menabung meningkat menjadi 30,3%, dan mereka yang menabung lebih kecil dari rencana melonjak menjadi 56,7%.
Direktur Group Riset LPS, Seto Wardono, Senin (2/6/2025), mengidentifikasi akar masalahnya.
“Perkembangan ini mengindikasikan rencana dan intensitas menabung yang cenderung melemah. Hal ini antara lain berhubungan dengan pengeluaran rumah tangga yang lebih tinggi untuk pendidikan selama masa penerimaan siswa baru dan jelang dimulainya tahun ajaran baru,” jelasnya.
Selain itu, Seto juga menyoroti tren lainnya, yakni terdapat peningkatan jumlah responden yang mengurangi tabungannya untuk membayar cicilan utang. Ini menunjukkan bahwa banyak rumah tangga berada dalam posisi sulit, harus memilih antara menabung untuk masa depan atau memenuhi kewajiban finansial dan kebutuhan pendidikan saat ini.
Penurunan kemampuan menabung ini paling dirasakan oleh kelompok rumah tangga berpendapatan hingga Rp 1,5 juta per bulan, yang IMK-nya turun paling dalam. Bahkan, niat untuk menabung dalam tiga bulan mendatang juga tercatat menurun secara umum.
Data LPS ini melukiskan potret perjuangan rumah tangga Indonesia dalam mengelola keuangan di tengah berbagai tekanan. Tabungan, yang idealnya menjadi bantalan untuk masa depan, kini banyak terpakai untuk menutupi kebutuhan primer dan kewajiban mendesak, sebuah pengorbanan demi anak sekolah dan kelancaran arus kas. (*)