Hati-Hati, Bila Teman di Dunia Maya Senang Menyembunyikan Identitas Diri

Hati-Hati, Bila Teman di Dunia Maya Senang Menyembunyikan Identitas Diri

KORANBERNAS.ID, JAKARTA—Fenomena catfishing ternyata menjadi faktor risiko utama bagi para pengguna aplikasi kencan. Sebuah studi menyatakan, 65% dari total 18.000 responden di 27 negara termasuk Indonesia, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap aplikasi kencan. Yang menyedihkan, 15% dari total responden melaporkan bahwa mereka pernah mengalami penipuan. Dari berbagai modus penipuan, catfishing menjadi modus operandi nomor satu dengan 51% dari mereka yang menjadi sasaran pernah terjebak di dalamnya.

Catfishing merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penipuan yang menggunakan identitas online palsu untuk mengelabuhi korban. Penipu biasanya menggunakan foto dan informasi orang lain, untuk menciptakan persona online yang dapat dipercaya, dan kemudian memikat korban untuk selanjutnya korban dijebak dalam berbagai penipuan dan berujung pada tindakan kriminal.

Pemeriksa Fakta MAFINDO Bentang Febrylian mengatakan, ada ciri-ciri utama yang dapat dijadikan acuan untuk mengidentifikasi catfishing. Pelaku biasanya menolak melakukan video call, menghindari pertemuan tatap muka, dan membatasi komunikasi hanya melalui chat dan voice call. “Kemungkinan besar, pelaku catfishing berperilaku seperti itu untuk melindungi identitasnya agar tidak terbongkar. Jadi, korban tidak akan tahu wajah pelaku yang sebenarnya,”ujar Bentang dalam edukasi digital untuk masyarakat Indonesia melalui program daring “Obral Obrol liTerasi Digital: Mengenal Fenomena Penipuan Catfishing” yang disiarkan melalui Youtube dan Facebook pada 24 Februari 2022. Kegiatan diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI.

Sebagaimana rilis yang dikirimkan ke koranbernas.id, Kemenkominfo menjelaskan, upaya edukasi digital terus dilakukan melalui Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Langkah ini dilakukan seiring meningkatnya kekhawatiran akan potensi kejahatan daring melalui catfishing.

Dewan Pengarah Siberkreasi/ ICT Watch Donny B.U menambahkan, kebebasan internet memungkinkan siapa saja untuk membuat identitasnya sendiri, sehingga siapa pun dapat menjadi karakter apa pun yang diinginkan secara daring. “Internet memungkinkan orang untuk melakukan identity play, dalam arti seseorang bisa membuat identitasnya sendiri, sehingga ia bisa menjadi apa saja karakter yang diinginkan di dunia maya. Sayangnya, teknologi ini juga digunakan untuk melakukan sejumlah penipuan,” ujar Donny.

Relationship Expert & Psikolog Dian Wisnuwardhani memandang, fenomena catfishing terjadi ketika orang tidak nyaman dengan dirinya sendiri, sehingga pelaku tidak dapat menunjukkan pribadi aslinya tanpa penyamaran.

“Dari sudut pandang psikologi, ini disebut identity confusion. Jadi mereka bingung dengan diri mereka sendiri. Ketika kita menggunakan Facebook atau Instagram, lalu sering mengambil foto dengan menggunakan filter dibandingkan tampil alami, ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang terjadi dengan kepribadian orang tersebut,” ujar Dian.

Saat ini, Kemenkominfo melalui GNLD Siberkreasi terus menghadirkan berbagai webinar dan program workshop edukasi untuk menyikapi isu literasi digital. Untuk bisa mendapatkan informasi mengenai kegiatan “Obral Obrol liTerasi Digital” dan kegiatan lainya, dapat dilihat di info.literasidigital.id atau ikuti akun sosial media @siberkreasi. (*)