Harga Pakan Lele Naik Cangkang Telur Solusinya
KORANBERNAS.ID, GUNUNGKIDUL – Kelompok Pembudiaya Ikan “Mina Lestari” Nglipar Gunungkidul merasa keberatan setiap minggu harga pelet mengalami kenaikan. Sebagai solusinya, mereka berinisiatif membuat pakan sendiri berbahan dasar cangkang atau kulit telur.
Inovasi tersebut direspons anggota Komisi VII DPR RI, Gandung Pardiman, yang kemudian memberikan bantuan melalui dana aspirasi sebesar Rp 150 juta, bekerja sama dengan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dan Universitas Janabadra Yogyakarta.
Sebelum bantuan berupa mesin pembuat pelet tersebut diserahterimakan rencananya dalam waktu dekat ini, tim Universitas Janabadra Yogyakarta terdiri dari Agus Mulyono, Muhammad Syamsiro dan Siti Rochma Ika, secara berkelanjutan melakukan pendampingan melalui berbagai pelatihan, termasuk Workshop Pengolahan Pakan Ikan Lele Ristek - Brin 2021 pada 9 Oktober silam.
“Workshop disampaikan oleh tiga pemateri, salah seorang di antaranya Dedi Budiono dari Dinas Kelautan dan Perikanan Gunungkidul, dia ahli lele lahan kering sistem kolam terpal atau lelaki sintal,” kata Agus Mulyono, Minggu (10/10/2021).
Kebetulan, kata Agus, terdapat perusahaan yang hampir setiap hari membuang cangkang telur. Jumlahnya mencapai hitungan ton. Selama ini pembuatan pelet dilakukan secara manual.
Harapan dia, setelah bantuan berupa mesin pengaduk (mixer) dan penepung itu datang maka pembudi daya ikan lele semakin mudah membuat pakan. Jika produksinya berlimpah bisa dijual. “Kualitas pelet lebih baik. Selama ini pelet dibikin sendiri, dipenyet-penyet,” kata Agus.
Pendampingan yang dilakukan tim Universitas Janabadra Yogyakarta salah satu targetnya adalah pembudi daya ikan lele mampu memproduksi pakan sendiri.
Tim, lanjut Agus, juga memberikan pendampingan kepada komunitas Ikan Hias Jogja Maju Mapan. Beberapa waktu lalu anggota kelompok itu juga sudah mengikuti pelatihan di kampung Lowanu Yogyakarta.
Siti Rochma Ika menambahkan, pelatihan untuk pembudi daya ikan lele di Gunungkidul maupun ikan hias di Kota Yogyakarta tidak hanya sebatas operasional mesin pembuat pakan, tetapi juga menyentuh aspek manajemen. “Dari hasil penelitian ada efisiensi sebesar 60 persen jika pakan dibuat sendiri,” jelasnya. (*)