Generasi Muda Harus Meneladani Tokoh Islam untuk Menjaga Persatuan dan Kesatuan

Generasi Muda Harus Meneladani Tokoh Islam untuk Menjaga Persatuan dan Kesatuan
Sosialisasi Empat Pilar di Rest Area Kembang Tebu Girimulyo Kulonprogo, Kamis (22/6/2023). (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Generasi muda Indonesia harus bisa meneladani tokoh-tokoh Islam pada masa kemerdekaan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Teladan ini penting mengingat saat ini potensi perpecahan antaranak bangsa muncul apalagi menjelang Pemilu 2024.

"Tidak ada alasan lagi bagi kita sebagai generasi saat ini untuk tidak turut serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa yang telah dicontohkan oleh para tokoh Islam pendahulu kita," kata Ir H Ibnu M Bilaludin, anggota MPR RI Dapil DIY dari Fraksi PAN, dalam Sosialisasi Empat Pilar bertema Membumikan Pancasila untuk mempererat Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Bingkai NKRI, Kamis (22/6/2023), di Rest Area Kembang Tebu Girimulyo Kulonprogo.

Ibnu mencontohkan, umat Islam khususnya warga Muhammadiyah merupakan pemilik saham berdirinya NKRI. “Adalah kewajiban kita bersama untuk merawat dan menjaga keberlangsungan Republik Indonesia. Pancasila, sebagai dasar negara kita yang telah disepakati bersama menjadi dasar negara juga merupakan hasil permusyawaratan founding fathers, yang mayoritasnya juga merupakan wakil dari ummat Islam, salah satunya adalah Kahar Muzakir, tokoh Muhammadiyah dari Yogyakarta,” jelasnya.

Saat kondisi krusial ketika kesepakatan untuk mencoret tujuh kata pada sila pertama Piagam Jakarta demi persatuan dan kesatuan NKRI, menurut dia, juga karena kebesaran hati dari tokoh-tokoh Islam. Di antaranya Moh Hasan, Kasman Singodimejo dan Ki Bagoes Hadikoesoemo," ungkapnya.

Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kulonprogo Agung Mabruri Asori menyampaikan realitas adanya kemajemukan di dalam tubuh bangsa Indonesia merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari.

Sejarahnya sudah ada sejak zaman Majapahit serta sudah dirumuskan tentang persatuan dalam kebhinnekaan yang saat ini dipakai sebagai semboyan negara, Bhinneka Tunggal Ika, berbeda beda tetapi satu jua.

Sungguh pun demikian, lanjut dia, di dalam negara merdeka pasca mengalami penjajahan sekian lama, maka merumuskan kembali semangat persatuan itu bukan sesuatu yang mudah.

“Apalagi saat ini ada begitu banyak persoalan yang membelit bangsa ini di antaranya intoleransi berbasis agama, politik identitas, korupsi, radikalisme dan ekstremisme, individualistik dan materialistik,” kata dia.

Berbagai upaya untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa terus dilakukan. “Antara lain dengan membangun jiwa dan semangat nasionalisme yang dicontohkan oleh saudara kita kalangan nahdliyin dengan semboyan hubbul wathon minnal iman, kemudian di kalangan kita, warga persyarikatan dengan mengusung semangat Darul Ahdli wa Syahadah," jelasnya. (*)