Empat Guru Besar Membedah Buku Antologi Sudirman Said, Ingatkan Tentang Etika & Moralitas Bernegara

Empat Guru Besar Membedah Buku Antologi Sudirman Said, Ingatkan Tentang Etika & Moralitas Bernegara
Diskusi membedah buku antologi kedua dari Sudirman Said berjudul “Bergerak dengan Kewajaran” dibedah oleh 4 guru besar di Hotel Santika, Yogyakarta, Sabtu (9/12/2023). (Istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Setelah resmi diluncurkan di Teater Salihara, Jakarta, pada 30 November 2023, buku antologi kedua dari Sudirman Said berjudul “Bergerak dengan Kewajaran” dibedah oleh 4 guru besar di Hotel Santika, Yogyakarta, Sabtu (9/12/2023).

Keempat guru besar itu adalah Prof. Armaidy Armawi (Guru Besar Prodi Ketahanan Nasional UGM), Prof. Mifedwil Jandra (Guru Besar Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa), Prof. Nurfina Aznam Guru Besar Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta), dan Prof. Djoko Pekik Irianto (Guru Besar Fakultas Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta).

Buku setebal 409 halaman ini berisi kumpulan tulisan yang merefleksikan beragam perhatian Sudirman terhadap kehidupan publik sepanjang tahun 2016 hingga 2022. Buku kedua ini merupakan refleksi dari keprihatinan Sudirman Said atas kondisi bangsa, tetapi juga berisi pemikiran, gagasan, dan harapan untuk kehidupan publik yang lebih baik.

Berbeda dengan buku antologi pertamanya berjudul “Berpihak pada Kewajaran” yang lebih merefleksikan pemikiran dan perspektif Sudirman dari dalam struktur.

Sudirman Said yang juga menjadi Co-captain Timnas AMIN menyampaikan, bahwa cara pandang yang harus dijaga dalam mengelola kehidupan kenegaraan dan kebangsaan, tidak boleh semata-mata dari sisi legalistik. Cara pandang legalistik bisa menjadi jebakan bagi semua untuk berbuat apa saja, sepanjang hukum membolehkan.

“Sementara kita menyaksikan hukum kita diobok-obok, diluluhlantakan untuk kepentingan pribadi penguasa. Oleh karena itu, cara pandang kita harus mencakup aspek kewajaran, kepatutan, kepantasan, yakni cara pandang yang mengedepankan etika dan moralitas,” kata Sudirman Said dalam acara Bedah Buku “Bergerak dengan Kewajaran” di Yogyakarta, Sabtu (9/12/2023).

Dia menilai, para pemimpin di level paling tinggi, seyogyanya menjunjung tinggi norma kepatutan. Pasalnya, para pemimpin memiliki kekuasaan untuk membolak-balikan hukum, bahkan hingga undang-undang dan konstitusi.

Selain itu, katanya, saatnya para kaum terpelajar menjadi garda terdepan dalam menjaga rambu lalu lintas bernegara.

“Dalam cara pandang yang demikian, maka kita patut prihatin karena keadaan Indonesia, keadaan bangsa dan negara tidak sedang baik baik saja. Karena itu, kaum terpelajar perlu mengambil peran memimpin, membangkitkan kesadaran rakyat banyak untuk mengembalikan jalannya kehidupan bernegara ke relnya,” tegas Sudirman.

Sudirman Said. (istimewa)

Buku antologi kedua Sudriman Said ini berisi perjalanannya terhadap kehidupan politik sepanjang karirnya. Pengalamannya sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi salah satu pengalaman terdalam baginya.

“Peran kaum terpelajar, guru besar, dan universitas menjadi garda terdepan dan pemegang rambu etika kewajaran dalam bernegara,” tutur Sudirman.

Prof. Djoko Pekik Irianto, Guru Besar Fakultas Keolahragaan UNY menyampaikan, buku ini menekankan bahwa etika seharusnya diutamakan dalam hal kepemimpinan. “Kita sepakat Pak Dirman (Sudirman Said-red) ingin membawa sebuah pemikiran yang brilian, untuk bagaimana kita menjadikan kondisi kita menjadi lebih baik daripada masa lalu,” katanya.

Prof. Armaidy Armawi, Guru Besar Prodi Ketahanan Nasional, Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan, bahwa buku setebal 409 halaman ini menggambarkan kegelisahan dan kegundahan seorang Sudirman Said, terutama tentang cara pandang pemimpin dalam berbangsa dan bernegara untuk mengedepankan etik.

“Menariknya Pak Dirman juga menggambarkan apa yang semestinya dilakukan oleh seorang pemimpin (cara pandang tidak hanya dari sisi legalistik, tapi mengedepankan etika dan moralitas),” tutur Prof Armaidy.

Hal senada disampaikan Prof. Nurfina Aznam, Guru Besar Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dia menilai bahwa buku yang terdiri atas 6 bab ini semestinya dibaca oleh para calon presiden dan cawapres, calon gubernur, calon kepala desa, dan calon-calon pemimpin yang lain. Bahkan buku ini, kata dia, baik untuk dibaca oleh kita semua karena pada dasarnya kita semua adalah pemimpin.

“Saya sangat tersentuh dengan artikel yang membahas tentang orang biasa. Mestinya itu diberi judul orang biasa yang tidak biasa-biasa saja,” ujar Prof. Nurfina. (*)