Eksepsi Ditolak, Kuasa Hukum Terdakwa Merasa Ada yang Aneh

Eksepsi Ditolak, Kuasa Hukum Terdakwa Merasa Ada yang Aneh

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Kasus jual beli tanah dan bangunan antara pasutri Agus Artadi dan Yenni Indarto dengan pembeli Gemawan Wahyadhiamika berlanjut ke meja hijau. Nota keberatan (eksepsi) yang diajukan pasangan Agus Artadi dan Yenni Indarto pada pekan lalu (11/8/2020) ditolak oleh Majelis Hakim.

Penolakan majelis hakim dibacakan dalam sidang putusan sela pada Kamis (27/8/2020) di Pengadilan Negeri Yogyakarta yang dipimpin Bandung Suharmoyo SH Mhum, dengan anggota Sari Sudarmi SH dan Nenden Rika Puspitasari SH. Majelis hakim menolak eksepsi terdakwa karena dianggap sudah masuk pada pokok perkara dan kemudian harus dibuktikan melalui sidang-sidang selanjutnya.

Sementara ketua tim hukum terdakwa, Oncan Poerba SH, tetap bersikukuh dengan eksepsinya bahwa sejak awal kasus ini adalah perkara perdata, bukan perkara pidana. Dikatakan Oncan, bahwa pasal memasuki rumah tanpa izin dari pemiliknya ini adalah menyangkut pasal jual beli.

Kedua pihak sepakat dengan harga Rp 6,5 miliar. Meskipun kini tanah dan bangunan tersebut sudah atas nama pembeli yaitu Gemawan Wahyadhiamika, namun menurut pasangan Agus Artadi dan Yeni Indarto (terdakwa), Gemawan baru membayar Rp 5 miliar. Dengan demikian Gemawan masih punya kewajiban membayar sebanyak Rp 1,5 miliar.

"Disamping itu juga, dalam perkara yang sedang diajukan ini kami menemukan bukti bahwa terdapat surat pernyataan palsu. Dan hal ini sudah kami laporkan ke Polda DIY," papar Oncan kepada wartawan usai sidang di PN Yogyakarta, Kamis (27/8/2020) siang.

Laporan itu, lanjut Oncan, sudah dinaikkan menjadi penyidikan. Surat pernyataan palsu ini harus diusut tuntas. Dengan demikian seharusnya [kasus] ini dihentikan. Disamping itu pula kasus ini adalah menyangkut perkara perdata.

"Sejak awal kita sudah meminta supaya perkara ini tidak boleh dilanjutkan, termasuk dihentikan, karena pasal pasal 167 ayat (1) KUHP dalam dakwaan kepada klien kami bukan objek yang menyangkut unsur pidana," lanjutnya.

Pihaknya mengirimkan surat kepada kejaksaan untuk penyelidikan, tetapi tidak kunjung terealisasi. Menurutnya, sebagai pencari keadilan, tentu menginginkan hukum yang adil harus benar-benar diterapkan.

Sementara Agus Artadi sebagai pemilik awal yang sudah sejak lama bertempat dan tinggal di lahan dan bangunan sengketa tersebut mengakui bahwa kasus ini sangat dipaksakan. Terlebih terdapat surat pernyataan palsu yang dijadikan barang bukti.

"Surat pernyataan itu menyatakan dia [Gemawan] sudah melakukan pelunasan jual beli tersebut, padahal belum. Ada tanda tangan saya, padahal saya tidak pernah melakukan tanda tangan tersebut," tegasnya.

"Kasus ini dari semula sudah sangat dipaksakan. Yang tadinya proses jual beli, ini merupakan masalah wanprestasi, tapi malah menjadi kasus pidana," tambahnya. (eru)