DPRD DIY Terima Aduan Carut-marut Bansos Covid-19
KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Komisi A DPRD DIY menerima aduan carut marut pembagian dana bantuan sosial (bansos) dari APBD DIY untuk warga terdampak virus Corona atau Covid-19.
Aduan itu diterima wakil rakyat saat melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Depok Sleman, Kamis (4/6/2020). Kunjungan kali ini dalam rangka monitoring dan evaluasi berkaitan dengan penanganan dampak Covid-19 di DIY.
Dewan menemukan fakta adanya data yang tidak akurat. Selain itu, juga ada laporan penerima bantuan sudah meninggal atau berpindah alamat.
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menyatakan bantuan sosial yang digunakan Pemda DIY bersumber dari APBD menggunakan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial).
Ternyata, kata Eko, di lapangan terdapat masalah seperti kesalahan data, bansos tersalur bagi yang sudah meninggal atau yang sudah berpindah domisili atau hal lainnya.
“Bantuan sosial kepada masyarakat yang terkucur dari dana desa tercatat Rp 144.38 miliar, untuk 80.221 KK. Dari APBD DIY Rp 203,3 milliar untuk 169 383 KK serta dari kabupaten/kota se-DIY sekitar Rp 165.42 miliar untuk 138.618 KK,” ungkapnya.
Eko mengaku kaget menerima laporan dari masyarakat. “Kita minta pemda DIY menelusuri lagi data aktual warga yang terdampak. Pemda DIY harus secara transparan dan terbuka memberikan informasi terkait penggunaan dan hasil yang dicapai dalam penyaluran dana tersebut,” paparnya.
Dalam waktu dekat Komisi A akan mengundang instansi terkait untuk membahas hal ini. Prinsipnya bantuan harus tepat sasaran, diberikan kepada warga yang sangat memerlukan dan masih hidup.
“Masak orang meninggal kok masuk daftar penerima bansos. Kita akan cek kebenaran laporan masyarakat dalam rapat kerja tadi dan melakukan penelitian bersama," kata dia.
Adapun laporan berkaitan dengan penggunaan anggaran meliputi berapa banyak alokasi anggaran yang sudah diterima warga. Kemudian, adakah solusi atas masalah bantuan sosial untuk warga yang sudah meninggal bisa diterima oleh ahli waris ataukah dikembalikan ke kas daerah.
“Kita menginginkan segera ada data dari lapangan yang benar dan akurat. Laporan dari masyarakat pun harus disertai bukti dari lapangan. Pemda juga harus segera turun cek dan menindaklanjuti laporan tersebut. Ini penting untuk bahan pertimbangan kebijakan ke depan penyaluran bansos ini sesuai aturan dan tepat sasaran," tambahnya.
Menurut Eko, selama masa tanggap darurat sebaiknya Pemda DIY dalam mengalokasikan anggaran merujuk pada tiga hal.
Wakil Ketua Komisi A DPRD DIY, Suwardi (kanan), berdialog dengan jajaran Kecamatan Depok Sleman. (istimewa)
Pertama, melakukan pencegahan penyebaran Covid-19. Kedua, penguatan sistem kesehatan termasuk lembaga lembaga kesehatan seperti Puskesmas dan rumah sakit, serta melakukan gerakan penguatan kesehatan warga dengan memberikan asupan gizi dan vitamin kepada masyarakat yang rentan seperti lansia, ibu hamil serta warga kurang mampu.
Ketiga, berkaitan pemetaan situasi yang ada terkait kondisi wilayah dalam wabah Covid -19 serta perluasan rapid test di berbagai titik keramaian.
Yovita selaku pendamping sosial Kecamatan Depok Sleman dalam sesi dialog menjelaskan ada data yang bermasalah dan tumpang tindih. Dia menyebut ada satu keluarga menerima berbagai bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah.
Di sisi lain, di Kecamatan Depok terdapat laporan warga menolak bantuan sosial tunai (BST) yang diberikan Pemda DIY. Penerima bansos sekitar 200 paket ditolak.
Ada juga dari Desa Maguwoharjo 37 undangan pengambilan bantuan BST Pemda DIY diberikan kepada warga, tetapi 35 undangan ditolak dan dikembalikan, karena mereka sudah mendapat bantuan lain. “Ini kemudian memantik persoalan sosial akibat kesalahan pemberi data ke Pemda DIY," jelas Yovita.
Kasi Pelayanan Desa Condong Catur, Muhammad Taufik, menjelaskan saat ini persoalan yang terpenting adalah tidak akuratnya data sehingga terjadi tumpang tindih.
Data yang digunakan sebagai data penyaluran merupakan data yang berasal dari tahun 2015 dan 2016 sehingga tidak update.
Verifikasi data menjadi persoalan tersendiri dan sebaiknya data harus diterima dari bawah atau lingkungan terkecil, diteruskan secara berjenjang ke level yang lebih atas.
Jika saja pemerintah provinsi atau pusat mengklarifikasi data-data tersebut maka tidak akan ada persoalan di masyarakat terkait penyaluran bansos atau yang lainnya.
Wakil Ketua Komisi A DPRD DIY, Suwardi, menambahkan sebaiknya pemerintah lebih melakukan penelitian serta akurasi data.
"Kita harapkan Pemda DIY transparan soal berapa yang sudah tersalur dan menelusuri lagi data agar akurat," kata Suwardi.
Turut serta pada kunjungan kerja kali ini Sekretaris Komisi A DPRD DIY Retno Sudiyanti serta para anggota komisi yang membidangi pemerintahan itu.
Mereka adalah KPH Purbodingrat, Sutemas Waluyanto, Bambang Setyo Martono, Muhammad Syafi'i, Siti Nurjannah, Hifni Muhammad Nasikh, Sudaryanto, Heri Dwi Haryono dan Stevanus Christian Handoko. (sol)