DPRD DIY Jadi Wasit Polemik Tambang Pasir 121 Ribu Meter Kubik

DPRD DIY Jadi Wasit Polemik Tambang Pasir 121 Ribu Meter Kubik

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Ketua DPRD DIY Nuryadi menegaskan legislatif tidak akan menyalahkan siapa-siapa atas terbitnya izin penambangan pasir menggunakan alat berat dan mesin sedot pasir. Dewan hanya menempatkan diri sebagai wasit atas polemik yang muncul antara pihak penambang dengan warga setempat.

Diketahui, deposit pasir di lokasi penambangan wilayah Padukuhan Nengahan Srandakan Bantul itu diperkirakan mencapai 121 ribu meter kubik.

Warga menolak karena khawatir jembatan Srandakan yang menghubungkan Bantul dengan wilayah Kulonprogo ambrol. Selain itu, ambrolnya banguna penyangga dam tidak jauh dari lokasi penambangan dikhawatirkan pula semakin lebar.

“Posisi saya di tengah-tengah. Kita tidak sedang mencari masalah baru tetapi bagaimana menyelesaikan masalah yang sudah ada. Harus ada sosialisasi ulang. Jangan sampai warga kami pecah hanya gara-gara ini,” ungkapnya saat memimpin pertemuan antara warga dengan instansi terkait, Kamis (25/6/2020), di ruang rapat lantai dua DPRD DIY.

Pertemuan untuk menindaklanjuti peninjauan Ketua dan anggota DPRD DIY di lokasi penambangan pada Kamis (18/6/2020) silam kali ini dihadiri perwakilan dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Dinas Perizinan, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (PUP ESDM) maupun Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY.

Didampingi Suparja selaku Sekretaris Komisi C DPRD DIY, Nuryadi menyarankan pihak penambang segera bertemu warga setempat, yang sebagian besar belum diajak bicara termasuk pembicaraan mengenai kompensasi.

Inilah pentingnya komunikasi antara penambang dengan warga maupun dinas terkait. “Masak mau ketemu dinas saja harus lewat dewan,” ujarnya.

Mewakili warga, Yohanes Tamtomo selain mempertanyakan masa berlaku izin penambangan selama empat tahun juga khawatir alat berat mengeruk lahan wedi kengser di wilayah tersebut hingga kedalaman 16 meter. Lahan tersebut selama ini digarap warga untuk keperluan pertanian dan peternakan.

Dari hitungannya, 121 ribu meter kubik itu setara 12 ribu truk pasir jika satu rit mencapai 10 meter kubik. “Belum ada dinas terkait melakukan sosialisasi,” ungkapnya seperti menahan rasa kecewa.

Terungkap dalam pertemuan yang terlihat sedikit alot itu, Balai Besar memberikan semacam rekomendasi izin penambangan hanya boleh dilakukan pada palung sungai. Itu pun jaraknya paling dekat 1.000 meter dari hilir.

Penambangan tidak boleh dilakukan pada bantaran sungai karena membayakan tanggul yang berfungsi menahan air jika terjadi banjir.

Sedangkan pihak DLHK menyampaikan pihak penambang wajib memelihara sungai. Tanah yang diambil disisihkan serta tidak boleh dijual. Begitu penambangan selesai tanah itu digunakan reklamasi. (sol)