Perkumpulan Filateli Indonesia Tak Mampu Bayar Iuran Rp 40 Juta

Kami ingin mengajak masyarakat kembali menggoreskan tinta di atas kertas kartu pos.

Perkumpulan Filateli Indonesia Tak Mampu Bayar Iuran Rp 40 Juta
Wing Wahyu Winarno, Ketua PFI DIY. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Di tengah ancaman krisis finansial yang menghantui Perkumpulan Filateli Indonesia (PFI), sebuah harapan muncul dari pelantikan Pengurus Daerah Filatelis Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masa bakti 2024-2029.

"Kami terancam suspensi dari federasi internasional karena ketidakmampuan membayar iuran tahunan sebesar Rp 40 juta. Akibatnya kami tidak bisa ikut pameran Internasional," jelas Wing Wahyu Winarno, Ketua PFI DIY, Selasa (15/10/2024).

Mengungkapkan situasi kritis yang dihadapi organisasi itu. Krisis ini diperparah dengan berkurangnya dukungan dari PT Pos Indonesia dan hilangnya program sosialisasi filateli di sekolah-sekolah.

"Di Yogyakarta, kami bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan untuk mempertahankan minat filateli. Namun, dukungan nasional sangat diperlukan untuk pengembangan yang berkelanjutan," ungkapnya.

Merekam sejarah

Sebagai langkah kongkret, Pengurus Daerah Filatelis Indonesia DIY berencana meluncurkan program Potret Kota Melalui Kartu Pos. "Kami ingin mengajak masyarakat untuk kembali menggoreskan tinta di atas kertas kartu pos. Ini bukan sekadar nostalgia, tapi juga upaya merekam sejarah kota," jelas Wing.

Menurut dia, filateli tak akan lepas dari peran perposan dan pesan komunikasi menggunakan surat bertabur prangko. Sejarah filateli Indonesia yang panjang, dimulai dari prangko Willem III di era Hindia Belanda, telah menjadi bagian integral dari warisan budaya nasional," kata Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam X.

Gusti Putri mengingatkan filateli telah diakui di dalam UU No 38 Tahun 2009 tentang Pos, yang mengamanatkan pemerintah membina pengembangan kegemaran mengoleksi prangko sebagai bagian dari pendidikan karakter bangsa.

"Ini momentum untuk menghidupkan kembali tradisi berkirim pesan melalui kartu pos, yang saat ini tergerus oleh gempuran teknologi gadget," tambahnya.

Tetap membara

Meski menghadapi tantangan berat, semangat untuk melestarikan filateli tetap membara.

Ketua Umum PFI menyatakan harapannya, dengan terpilihnya menteri kebudayaan yang baru, filateli bisa mendapat perhatian lebih. Ini bukan sekadar hobi, tapi bagian dari diplomasi budaya Indonesia.

Krisis yang dihadapi PFI menjadi alarm bagi pemerintah dan pemangku kepentingan. Tanpa intervensi cepat, Indonesia berisiko kehilangan suaranya dalam komunitas filateli global. Dengan semangat revitalisasi yang ditunjukkan di Yogyakarta, masih ada harapan bagi kebangkitan filateli di tanah air. (*)