Dari Diskusi “Udar Gagasan : Agenda Kritis Pasca Pemilu 2024, Ke Mana Demokrasi Kita?”, Desakan Turun ke Jalan Menguat

Dari Diskusi “Udar Gagasan : Agenda Kritis Pasca Pemilu 2024, Ke Mana Demokrasi Kita?”, Desakan Turun ke Jalan Menguat
Diskusi "Udar gagasan : Agenda Kritis Pasca Pemilu 2024, Ke Mana Demokrasi Kita?. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA—Desakan untuk bersama turun ke jalan melakukan perlawanan atas hasil pemilu 2024 terus menguat. Hal ini terlihat dari diskusi “Udar Gagasan : Agenda Kritis Pasca Pemilu 2024, Ke Mana Demokrasi Kita?". Diskusi diprakarsai Aliansi Rakyat Jogja Bersatu (ARJB) berlangsung di nDalem Soerjogoeritnan, Minggu 24 Maret 2024. Hadir dalam diskusi ini para aktivis, politisi, dan mahasiswa dari Kelompok Cipayung Plus, termasuk polisi senior PDI Perjuangan Idham Samawi dan Afnan Malay (anggota Timnas AMIN) serta mantan Hakim Komisi Yudisial RI DR Suparman Marzuki SH Msi.

“Tidak perlu terus berdiskusi. Saya sudah sangat kesal. Kita semua melihat langsung betapa pemilu kemarin penuh kecurangan. Kita juga melihat apa yang terjadi di elit. Sekarang tinggal kita sepakat kapan turun ke jalan. Saya siap,” kata seorang peserta diskusi dengan nada tinggi.

Sebelumnya, memaparkan pemantik diskusi Afnan Malay mengatakan, melawan sebisanya menjadi hal yang bisa dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat yang cinta dengan demokrasi dan cinta dengan masa depan bangsa.

Disebut sebisanya, karena saat ini rakyat nyaris tidak punya sumber daya untuk melakukan perlawanan dengan strategi yang matang. Rakyat dan elemen-elemen pro demokrasi tidak memiliki uang untuk memobilisasi dukungan, tidak memiliki kekuasaan dan juga modal lain untuk mengobarkan perjuangan menghentikan ketidakadilan.

“Jadi ya tidak ada strategi. Tidak perlu berstrategi. Kita lakukan saja apa yang bisa dilakukan. Salah satunya ya diskusi-diskusi semacam ini. Kita perlu terus menyemai kewarasan, untuk bisa secara jernih melihat kondisi yang sebenarnya terjadi,” kata Afnan.

Apa yang terjadi sekarang, bagi Afnan merupakan bukti bahwa sekarang ini, uang adalah “kebaikan” yang berlaku dimana-mana. Ini berbeda dengan zaman dulu, bahwa kebaikan adalah uang yang berlaku dimana-mana.

Pada rezim sekarang, siapa yang bisa membagi-bagikan uang maka akan terlihat baik di mata umum.

“Ini yang harus kita sadarkan. Jangan terlena dengan pemberian. Kita harus terus melaawan, ya setidaknya untuk mendelegitimasi hasil pemilu,” katanya.

Suparman Marzuki mengatakan, saat ini masyarakat sedang dilanda kekalutan yang tidak diduga-duga. Pelaksanaan pemilu berjalan tidak normal, terjadi intimidasi, proses demokrasi dirusak, dan hukum dilanggar, dan terjadi kecurangan.
Suparman menyebut, fenomena itu bukan hanya bukti pelanggaran, namun merupakan sebuah kejahatan politik. Oleh karenanya tak heran jika para guru besar berbagai perguruan tinggi baik swasta maupun negeri di Indonesia ikut merasa prihatin dan mengkritisinya.

Banyak guru besar merasa terpanggil dan berjuang terus mengawal negeri ini agar jangan sampai demokrasi dan hukum dirusak, tegas Suparman.
Menurutnya, masyarakat yang peduli dengan keadilan, demokrasi dan hukum menuntut agar mendiskualifikasi dan membatalkan Prabowo - Gibran, serta dilakukan pemilu ulang. Kita harus kawal negeri ini, ujar Suparman. (*)