Anggun Farm Hasilkan 80 Ribu Ekor, Permintaan Ayam DOC “Joper” Tinggi

Anggun Farm Hasilkan 80 Ribu Ekor, Permintaan Ayam DOC “Joper” Tinggi
Usaha peternakan “Anggun Farm Pajangan @359” yang berada di Dusun Beji Kulon RT 04 Kalurahan Sendangsari Pajangan Bantul. (sariyati wijaya/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, BANTUL--Kelompok ternak indukan ayam jawa super (Joper) “Anggun Farm Pajangan @359” yang berada di Dusun Beji Kulon RT 04 Kalurahan Sendangsari Pajangan Bantul yang berdiri sejak tahun 2014, bisa menghasilkan ayam Day Old Chicken (DOC) “Joper” 80 ribu ekor per bulan.

DOC adalah ayam dengan umur di bawah 10 hari dan paling lama 14 hari setelah ayam itu menetas. Ayam dengan umur 1 hari dan paling lama 14 hari ini biasanya dijadikan sebagai bibit untuk diternakan

“Permintaan DOC “Joper” tinggi. Dengan kapasitas 20 ribu ekor tiap minggu belum mampu memenuhi permintan peternak,” kata Sutardi (38 tahun) sang pemilik usaha Anggun Farm kepada wartawan, Rabu (4/10/2023). Para peternak yang ambil DOC di tempatnya ada dari DIY sendiri,Jawa Tengah hingga Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Untuk menghasilkan 20 ribu DOC tiap minggu, Sutardi memiliki indukan 10.000 ekor dan pejantan 300 ekor. Untuk ternaknya sendiri dibuat kandang terpisah-pisah. Hal ini untuk mengantisipasi serangan penyakit.

Menurut Sutardi, untuk pengembangan DOC dirinya menjalin kerjasama dengan ahli peternakan Bayu Andika dari UGM. Dari Bayu inilah “Joper” bisa hadir yakni persilangan antara ayam petelur dengan ayam kampung. Untuk usia produktif ayam adalah 32 minggu hingga 64 minggu.

“Kalau di luar usia tersebut telur yang dihasilkan akan kita jual untuk keperluan konsumsi. Sedangkan indukannya kita lihat, jika setelah 64 minggu masih produktif maka kita biarkan terus bertelur. Jika tidak produktif akan kita jual ayam afkiran untuk konsumsi,” terangnya.

Membudidayakan DOC maupun usaha ternak ayam petelur bukanya tanpa risiko. Sutardi mengaku usahanya sempat anjlok saat Covid-19 selama lebih dari 2 tahun lamanya. Karena berbagai sektor usaha termasuk kuliner dan wisata macet, maka pemintaan DOC dari peternak juga tidak ada kala itu.

“Sekarang mulai bangkit lagi,walaupun jumlah produksi kita belum sebanyak saat sebelum Covid. Yang penting tetap jalan dan Alhamdulillah kita ada keuntungan sedikit-sedikit dan bisa berputar usahanya. Karena memang kita ada kendala pada pakan konsetrat yang terus naik, jadi keuntungan kita menurun juga,”kata Sutardi yang mengaku hanya lulusan SMP dan belajar otodidak peternakan termasuk kepada orang tuanya yang juga beternak ayam. Adapun untuk setiap ekor DOC dijual Rp 6.000.

“Saya menilai usaha di bidang ada DOC lebih stabil harganya dibanding  telur yang harganya naik turun,” kata Sutardi yang sempat bekerja sebagai buruh bangunan tersebut. (*)