Anggota MPR Ungkap Sejarah Pencak Silat, Sempat Dibatasi pada Masa Penjajahan Belanda

Anggota MPR Ungkap Sejarah Pencak Silat, Sempat Dibatasi pada Masa Penjajahan Belanda

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Pencak silat memiliki cerita yang panjang. Zaman penjajahan pencak silat sempat dibatasi. Tidak setiap orang boleh mempelajarinya. Belanda mengontrol ketat pengajaran pencak silat, takut jika pencak silat tersebar dan dapat digunakan sebagai alat perlawanan. Akibatnyapencak silat diajarkan secara rahasia.

Perjalanan sejarah mengenai pencak silat itu disampaikan  Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, M Afnan Hadikusumo, di sela-sela acara Sosialisasi Empat Pilar Bernegara dan Syawalan yang diselenggarakan MPR Bersama Pimpinan Pusat Tapak Suci Putera Muhammadiyah Kamis (26/5/2022) di Aula Kantor Perwakilan DPD RI DIY.

“Banyak cara untuk mengelabuhi pemerintah Hindia Belanda guna mengajarkan pencak silat di kalangan masyarakat, di antaranya melalui kelompok budaya dengan berbagai macam latihan kesenian semisal jathilan, ludruk, wayang orang, ketoprak yang di dalamnya mengandung unsur pertarungan,” ungkapnya.

Melalui rilisnya, dia menjelaskan berdirinya kelompok budaya yang melatih pencak silat memang diniatkan sebagai wadah pendadaran pemuda yang siap berjuang melawan penjajahan.

Sebaliknya, pada masa penjajahan Jepang, pencak silat justru tidak dilarang untuk disebarluaskan. Jepang mendorong dan mendukung dengan maksud pencak silat dimanfaatkan menghadapi tentara sekutu. Pada saat itu pergerakan pencak silat didirikan dan diatur pemerintah.

Kemudian, kemerdekaan membawa angin segar bagi perkembangan pencak silat di Indonesia. “Meski mengalami pembatasan dan tekanan sepanjang periode penjajahan, pencak silat tidak mati,” tambahnya.

Ketika masa kemerdekaan, muncul inisiatif menyatukan beragam aliran dan organisasi atau perguruan pencak silat. Hampir setiap daerah mempunyai perguruan silat sendiri dengan ciri khas atau karakteristik jurus yang berbeda.

“Pada 1950 di Yogyakarta berdirilah organisasi IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) yang semula bernama IPPSI,” kata Afnan.

Menurut dia, pencak silat terbukti ikut memainkan banyak peran memberikan kontribusi bagi bangsa ini. Di antaranya sebagai alat untuk mempererat hubungan Indonesia dengan negara luar.

Hal ini dibuktikan dengan dibukanya 19 Perwakilan Wilayah di luar negeri oleh Perguruan Seni Beladiri Tapak Suci, belum lagi perguruan pencak silat lainnya.

Di mancanegara pencak silat sebagai alat mempererat hubungan luar negeri dengan Indonesia sekaligus sebagai media pengenalan tradisi bangsa, sebagai alat diplomasi, bahkan menjadi ajang meraih prestasi, melalui festifal pencak silat, kejuaraan dunia, pergelaran seni dan sebagainya.

Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olah Raga PP Muhammadiyah,  Drs H Syukriyanto AR, manyampaikan Tapak Suci sebagai organisasi otonom Muhammadiyah memiliki modal yang besar untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Sebab, kata dia, Tapak Suci memiliki keanggotaan dari berbagai lapisan masyarakat dengan berbagai macam latar belakang agama, suku, ras, dan golongan baik di Indonesia maupun di mancanegara.

Tapak Suci sebagai Putera Muhammadiyah  diharapkan menjadi ujung tombak pembinaan Ideologi  Pancasila. Apalagi empat tokoh Muhammadiyah (Bung Karno, Ki Bagoes Hadikusumo, Kasman Singodimejo dan Prof Kahar Muzakir) ikut terlibat dalam pembahasan Pancasila.

“Pancasila merupakan pandangan hidup, ideologi negara, philosofische gronsdlag, dasar negara, jiwa dan kepribadian bangsa, serta pemersatu bangsa Indonesia,” ucapnya.

Sementara itu, Ahmad Jam’an sebagai Ketua Panitia acara ini manyampaikan, Tapak Suci memiliki peran penting merajut kebinekaan di tengah keberagaman.

Seluruh keluarga besar Tapak Suci baik itu pendekar, kader dan siswa harus memiliki pandangan yang konstruktif di era globalisasi dan era disrupsi saat ini. (*)