Warga Lempuyangan Tolak Pengukuran PT KAI

Mereka menunggu mediasi dengan GKR Mangkubumi dari Keraton Yogyakarta.

Warga Lempuyangan Tolak Pengukuran PT KAI
Spanduk penolakan warga RW 01 Kampung Lempuyangan atas wacana PT KAI melakukan beautifukasi Stasiun Lempuyangan. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Seluruh warga yang menghuni 14 rumah bekas peninggalan Belanda di kawasan Lempuyangan RW 01 Kelurahan Bausasran Kemantern Danurejan Yogyakarta, menolak rencana pengukuran yang akan dilakukan PT KAI, Rabu (16/4/2025).

Penolakan tersebut disampaikan setelah warga menerima surat pemberitahuan dari PT KAI, Selasa (15/4/2025), yang menyatakan pihak perusahaan akan melakukan pengukuran pada pukul 09:00 hingga selesai.

"Seluruh warga menyatakan menolak proses pengukuran. Saya sudah menyampaikan ke lawyer PT KAI melalui sambungan telepon bahwa seluruh warga menolak proses pengukuran tersebut," tegas Fokki Ardiyanto, kuasa hukum warga, saat konferensi pers di Yogyakarta, Selasa (15/4/2025).

Dasar utama penolakan warga adalah Instruksi Gubernur DIY yang memerintahkan GKR Mangkubumi selaku Penghageng Datu Dana Suyasa Keraton Yogyakarta memediasi pertemuan antara warga dan PT KAI.

Dimulai

Proses mediasi telah dimulai ketika GKR Mangkubumi menerima tujuh perwakilan warga, Senin (14/4/2025), untuk mendengarkan aspirasi mereka.

Dalam pertemuan tersebut, warga menyampaikan keinginan mendapatkan kekancingan (surat pengesahan dari keraton) atas tanah yang mereka tempati.

"GKR Mangkubumi menjanjikan akan menampung aspirasi kami terlebih dahulu. Beliau belum membuat keputusan karena belum berbicara dengan PT KAI secara langsung," ungkapnya.

Fokki menyatakan bahwa warga yang terdampak merupakan pejuang-pejuang keistimewaan yang pada tahun 2011-2012 ikut berjuang mengegolkan Undang-Undang Keistimewaan.

Manfaat

"Kami gotong royong, baik secara fisik maupun materi, untuk bisa melawan kehendak pemerintah pusat yang saat itu ingin menghapus keistimewaan. Maka ketika perjuangan itu berhasil dengan disahkannya Undang-Undang Keistimewaan, kami tentu tahu dan paham apa yang menjadi amanat," jelasnya.

Warga mempertanyakan rencana PT KAI terkait pemanfaatan 14 rumah tersebut. "Sampai saat ini warga belum pernah ditunjukkan apa manfaat 14 rumah ini untuk kepentingan yang lebih luas. Apa betul ini untuk kepentingan umum?" kata Fokki.

Diperoleh informasi, Gubernur DIY belum mengerti bentuk atau beautifikasi dari Stasiun Lempuyangan yang menjadi alasan penggusuran 14 rumah tersebut.

Menurut Fokki warga meminta agar tanah magersari tersebut jatuh ke warga sesuai dengan amanat Undang-Undang Keistimewaan."Tanah-tanah SG (Sultan Ground) dan PA (Pakualaman) itu fungsinya adalah untuk sosial dan kepentingan umum," katanya.

Status diperebutkan

Antonius Yosef Handriutomo selaku Ketua RW 01 Kelurahan Bausasran menyebutkan kasus ini semakin rumit karena status tanah yang diperebutkan.

Pihaknya mengklaim telah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) yang merupakan syarat memperoleh kekancingan dari Keraton Yogyakarta.

"Kita semua sudah punya SKT. SKT itu harus ditindaklanjuti menjadi kekancingan. Tapi saat ini kita terhambat karena adanya syarat dari Dispertaru, yaitu kerelaan dari PT KAI," ujarnya.

PT KAI telah mendapatkan Surat Palilah (izin) dari Keraton Yogyakarta yang juga mengharuskan mereka mengurus kekancingan dalam waktu satu tahun. "Standing-nya sama, dari Palilah ke kekancingan, kita dari SKT ke kekancingan. Keinginan warga adalah meneruskan ke kekancingan tersebut," tambahnya.

Sikap damai

Menghadapi rencana pengukuran, warga akan tetap mengedepankan cara-cara damai tanpa demonstrasi.
"Kami semua tetap mengedepankan damai. Tidak ada demo. Ketika akan dilakukan pengukuran, kita semua siap dengan satu standing, kita akan menolak," kata Antonius.

Jika PT KAI tetap memaksa masuk, warga telah menyiapkan CCTV, telepon genggam dan alat rekam lainnya untuk mendokumentasikan dan melaporkan tindakan tersebut ke kepolisian.

Pihak kepolisian telah berkoordinasi dengan warga. "Dari pihak Intel Polresta DIY sudah datang ke rumah saya. Saya juga sudah bicara dengan Polsek, dengan Pak Babin, Kanit Intel, semua akan back up," ungkapnya.

Hingga berita ini diturunkan PT KAI belum memberikan tanggapan resmi terkait penolakan warga tersebut. (*)