UGM Gelar Dialog Mencari Solusi Paradoks Pembangunan
Bulaksumur Roundtable Forum mungkin terdengar seperti pertemuan akademis biasa.
KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Di tengah dilema antara target penurunan emisi dan pertumbuhan ekonomi, Universitas Gadjah Mada (UGM) mengambil langkah berani. Pada Jumat 9 Agustus 2024 kampus ternama ini akan menggelar dialog nasional bertajuk Bulaksumur Roundtable Forum, menghadirkan para pemimpin dari berbagai sektor untuk mencari jalan keluar dari paradoks pembangunan Indonesia.
Dr Hasrul Hanif selaku dosen Politik dan Pemerintahan UGM menggambarkan dilema yang dihadapi Indonesia yang berjanji menurunkan emisi Gas Rumah Kaca hingga 43,20 persen pada 2030.
"Namun, ekonomi kita masih sangat bergantung pada ekstraksi mineral dan batubara," ujarnya saat konferensi pers, Rabu (7/8/2025).
Forum yang digagas oleh Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) UGM ini akan menjadi arena pertarungan ide antara keberlanjutan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi.
Berhadapan
Menteri Sekretaris Negara Prof Dr Pratikno dan Menteri Dalam Negeri Prof M Tito Karnavian akan berhadapan dengan tokoh bisnis seperti Shinta Kamdani dari Kadin dan Neneng Goenadi dari Grab Indonesia.
Ian Agisti sebagai Program Lead CoPPS menegaskan forum ini bukan sekadar diskusi akademis. "Kami membawa semua pihak ke meja yang sama, pemerintah, swasta, akademisi bahkan Sultan Yogyakarta, untuk menemukan solusi nyata," ujarnya.
Fokus utama forum ini adalah reorientasi desentralisasi dan otonomi daerah, yang diyakini sebagai kunci untuk mengatasi dilema pembangunan.
"Selama 25 tahun, desentralisasi kita hanya soal pembagian kewenangan. Kini saatnya berubah menjadi kolaborasi antarpihak," tambahnya.
Empat sektor
CoPPS, inisiator forum ini, memiliki ambisi besar. Mereka menargetkan empat sektor kunci yaitu energi, teknologi, pangan dan pariwisata.
Agisti menjelaskan, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar punya potensi luar biasa dalam ekonomi hijau dan biru. “Kita harus mengoptimalkannya,” kata dia.
Yang menarik, forum ini bukan sekadar pertemuan satu kali. UGM berencana menggelarnya dua kali setahun, menjadikannya barometer reguler bagi arah pembangunan berkelanjutan Indonesia.
Dr Abdul Gaffar Karim selaku ketua penyelenggara menegaskan komitmen mereka bahwa tim perumus akan menghasilkan rekomendasi kongkret. "Kami bertekad mengubah dilema menjadi peluang," kata dia.
Bulaksumur Roundtable Forum mungkin terdengar seperti pertemuan akademis biasa. Namun dengan menghadirkan para pengambil keputusan kunci dalam satu ruangan, forum ini berpotensi menjadi titik balik dalam sejarah pembangunan Indonesia. (*)