Terkendala Bukti, Sidang Diskriminasi Layanan Publik Kembali Ditunda
Agendanya pembuktian tapi dari surat oleh kedua belah pihak tidak lengkap.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Suasana persidangan kembali menghangat di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Agenda pembuktian gugatan perdata terkait diskriminasi layanan publik di Kantor Pertanahan Kulonprogo pada 2016 harus ditunda kembali.
Penyebabnya, berkas yang diajukan oleh pihak penggugat dan tergugat dinilai belum lengkap oleh majelis hakim. Oncan Poerba selaku kuasa hukum penggugat menyampaikan mengenai keputusan penundaan tersebut.
"Agendanya pembuktian tapi dari surat oleh kedua belah pihak tidak lengkap, misalnya, bukti seharusnya 20 tapi baru diajukan lima, maka ditunda sampai pekan depan," ungkap Oncan saat ditemui usai sidang, Rabu (29/5/2024).
Penggugat dalam kasus ini adalah Veronica Lindayati, istri dari Siput Lokasari warga Kulonprogo. Veronica mengaku mendapat diskriminasi layanan dengan disebut "non-pribumi" saat mengurus administrasi pertanahan pada 2016.
Cepat selesai
Meski insiden tersebut sudah lama berlalu upaya hukum baru diambil setelah pengaduan ke Presiden Jokowi dan Menkopolhukam tidak mendapat respons.
Siput Lokasari mengaku kecewa dengan proses persidangan yang berlarut-larut. Dia berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan cepat tanpa pembelaan yang mengada-ada.
"Sebenarnya saya ingin mengajarkan kepada para tergugat supaya mengerti aturan perundangan. Di negara ini telah selesai masalah pribumi dan non-pribumi, jangan lagi memakai istilah non-pribumi yang dilarang," tegasnya.
Pria paruh baya itu pun menambahkan mestinya tanpa sidang yang bertele-tele atau mencari bukti pembelaan yang mengada-ada. “Padahal mengatakan rakyatnya nonpribumi, minta maaf saja, sudah selesai," ujarnya.
Kepercayaan publik
Dengan penundaan ini, masyarakat masih menanti penyelesaian kisruh layanan pertanahan yang dianggap diskriminatif tersebut di meja hijau.
Harapannya proses persidangan selanjutnya dapat berjalan lancar demi memulihkan kepercayaan publik terhadap layanan pemerintah yang adil dan tidak diskriminatif.
Menurut dia, kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi instansi pemerintah untuk memberikan pelayanan prima tanpa membeda-bedakan status atau latar belakang masyarakat. (*)