Tali Asih untuk Buruh Gendong dari JuPe Purworejo di Hari Ibu

Tali Asih untuk Buruh Gendong dari JuPe Purworejo di Hari Ibu

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO – Sulastri (55), seorang buruh gendong perempuan di Pasar Baledono yang terletak di Kecamatan dan Kabupaten Purworejo, Jateng, merasa senang mendapat tali asih dari Jurnalis Perempuan (JuPe) Purworejo di Hari Ibu, Rabu (22/12/2021).

Pada Hari Ibu kali ini, JuPe Kabupaten Purworejo yang terdiri dari Wahyu Nur Asmani (jurnalis Koran Bernas), Marni Utamining (jurnalis Gatra), Yudia Setiadini (jurnalis Purworejo News) serta di dukung Aspiyatun dari Humas dan Protokol Sekda Kabupaten Purworejo, memberikan apresiasi kepada Sulastri yang sudah lebih dari 25 tahun sebagai buruh gendong. Apresiasi berupa bingkisan dan uang untuk meringankan bebannya.

Sulastri yang beralamat di Kampung Brengkelan Rt 06 Rw 02 Kecamatan Purworejo, sehari-hari bekerja di pasar Baledono dari pukul 06.00 sampai pukul 14.00 WIB, menunggu orang memakai jasanya. Jam-jam ramai orang memakai jasanya antara pukul 06.00 hingga 08.00 WIB.

Upah yang tak seberapa untuk jasa yang diberikan, tidak menyurutkan semangatnya tetap mengais rejeki sebagai buruh gendong. "Saya tidak pernah memasang tarif, seikhlasnya orang memberi upah. Ada yang memberi Rp 3.000, ada Rp 5.000, atau berapa saja asal ikhlas, saya terima," ujar ibu dengan 4 orang anak itu.

Menurut Bu Tri Gendong, begitu biasa orang memanggilnya, sehari-hari penghasilannya tidak menentu. Terkadang Rp 5.000, Rp 10.000 atau Rp. 20.000. "Seberapa pun penghasilan yang saya terima, harus disyukuri. Terkadang saya mendapat rejeki lain, dari ngeroki dan mijet orang," imbuh nenek dengan 5 orang cucu itu.

Upah dari ngeroki dan mijet berbeda dari upah sebagai buruh gendong. Untuk jasa ngeroki dan mijet, ia menerima upah Rp 10.000 atau Rp 20.000, bahkan kadang-kadang lebih.

Ketika pasar sepi karena pandemi Covid-19, Sulastri seringkali tidak mendapatkan upah sebagai buruh gendong. Beruntung, dia masih memiliki keahlian lain yaitu kerok dan pijat.

Di usianya yang hampir senja, sekarang Sulastri tidak pernah menggendong beban yang berat lagi karena kaki kanannya sudah cacat. "Saya dulu pernah jatuh saat menggendong brambang (bawang merah) seberat 61 kilo gram. Saat itu saya mengalami cidera berat di kaki kanan," sebut Tri yang bersuami seorang buruh di pabrik tahu di Desa Grantung.

Saat ini, ia hanya mampu menggendong beban di bawah 10 kilogram. "Biasa saya menggendong sayuran, bakso, beras. Apa saja orang menyuruh, saya siap," ujar isteri Salamun ini.

Dari 4 orang anaknya, tiga diantaranya sudah berumah tangga. Tinggal si bungsu yang masih tinggal bersamanya. Anak bungsunya sudah mandiri, namun Sulastri masih enggan untuk pensiun sebagai buruh gendong.

"Daripada saya nganggur ya mending ke pasar. Di rumah juga mau ngapain. Saya memilih punya penghasilan sendiri," terang Tri, sapaan akrabnya.

Jika belum ada order membawa barang, Sulastri biasanya nongkrong di warung soto atau warung minum di lantai 2 Pasar Baledono. Sulastri sering juga diminta oleh penjual soto untuk cuci piring.

Bu Tris Wedang, demikian dia biasa disapa, adalah penjual kopi di pasar Baledono, di mana Sulastri sering duduk di situ. Dia menerangkan, Sulastri memang sering dimintai tolong oleh para pedagang, termasuk dirinya.

"Saya sering meminta Mbak Tri untuk ngeroki dan memijat. Saya seneng dengan dia karena orangnya ringan tangan dan jujur," ujar warga Kelurahan Cangkrep Lor, Kecamatan Purworejo itu.

Sementara itu, perwakilan JuPe, Yudia Setiandini, mengatakan dalam rangka hari Ibu, JuPe memberikan apresiasi kepada Sulastri, seorang buruh gendong di Pasar Baledono. Kegiatan kali ini merupakan bentuk apresiasi JuPe Purworejo kepada seorang ibu yang berjuang menghidupi keluarganya, membantu perekonomian keluarga menjadi buruh gendong.

"Semoga bisa menginspirasi bahwa seorang ibu akan berjuang sekuat tenaga agar anak-anaknya bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik dibanding dirinya," ujar Yudia. (*)