Stop Mewariskan Sampah Plastik!

Stop Mewariskan Sampah Plastik!

 KALAU pun ada keprihatinan terhadap upaya pembersihan sampah plastik di laut, itu pasti prioritas terakhir di benak siapa pun. Padahal para ahli memperkirakan, saat ini ini terdapat 5.25 triliun metrik makro atau mikroplastik di lautan kita. Itu berarti, setiap  mil persegi laut sudah tercemar dengan  kira-kira 46.000 potongan plastik dan setiap hari sekitar 8 juta potongan plastik dari berbagai sumber mendatangi laut dari berbagai sumber. Plastik ada di dalam makanan dan minuman kita, bahkan kita menghirup mikroplastik. Manusia tenggelam dalam produk buatan sendiri.  Hal yang semula ditujukan untuk memudahkan kehidupan justru berubah menjadi bencana kehidupan. Senjata makan tuan. Bagaimana kita menyikapi persoalan ini?

Serba Plastik

Bayangkan berapa jenis dan jumlah plastik yang kita gunakan mulai dari bangun tidur hingga pergi tidur lagi? Sebagian bahan handuk terbuat dari plastik, kotak dan kemasan sabun dari plastik, sikat gigi dari plastik, alat makan sebagian besar dari plastik, sampul buku dari plastik, fulpen dari plastik,  sebagian besar komponen komputer dari plastik, pakaian, sepatu, sandal, mobil, bahkan kursi yang sedang kita duduki pun sebagian terbuat dari plastik. Kita menggunakan plastik sepanjang waktu, tetapi jarang menaruh perhatian serius terhadap ke mana bahan plastik itu bearkhir setelah kita berhenti menggunakannya?

Berbagai penelitian menyimpulkan, kurang lebih 150 juta metrik ton sampah plastik berakhir di laut, menambah sekitar  300.000 juta ton plastik yang sudah ada di sana. Dari jumlah itu, 80% berasal dari negara-negara miskin. Kita sebagai negara maritim seharusnya malu karena laut kita semakin kotor. Sebagai contoh, pantai Kuta di Propinsi Bali yang terkenal sebagai ikon keindahan, bibir pantainya dipenuhi sampah plastik. Tak mengherankan, jika Indonesia dikategorikan sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia, setelah China

Negara kita tercatat menghasilkan sekitar 25.000 ton sampah plastik per hari. Penggunaan plastik di sini biasanya berwujud tas belanja, pembungkus makanan, maupun kemasan produk, dan semua itu bersifat sekali pakai langsung buang. 

Makroplastik yang kita buang ke laut akan berubah menjadi mikroplastik. Apa itu mikroplastik? Mikroplastik adalah partikel plastik dalam ukuran sangat kecil, kira-kira kurang dari 0,2 inci (5 mm). National Oceanic and atmospheric Administration (NOAA) pernah menvisualisasi microplastik seperti biji wijen. Bayangkan jutaan bibit wijen mengapung di laut sepanjang waktu, siang dan malam berada di sana mengotori  dan membunuh biota laut kita. Masih  dengan tambahan rutin jutaan metrik ton makroplastik dari berbagai sumber.

Pada tahun 2014 para peneliti sudah menemukan hingga 5 triliun potongan mikroplastik di lautan. Ini 500 kali melampaui jumlah bintang di galaksi Bima Sakti. Mikroplastik menjadi makanan plankton yang menjadi makanan ikan. Ikan kecil menelan mikroplastik, dimangsa ikan besar dan manusia mengonsumi keduanya.

Sedangkan makroplastik adalah sampah plastik dalam ukuran besar yang mengotori selokan, sungai dan akhirnya tergelontor ke laut. Setelah bertahun-tahun terendam air laut dan terpapar terik matahari, makroplastik hancur menjadi mikroplastik. Kerugian mikroplastik bagi manusia adalah sebagai pembawa bakteria dan menjadi polutan organik tetap (persistent organic pollutants atau POPs). Kandungan organik beracun plastik itu umumnya membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk larut. Kandungan itu biasanya terdiri dari beberapa unsur kimia antara lain pestisida dan dioksin, yang dalam kadar tinggi dapat merusak kesehatan manusia dan hewan. Di dalam air, unsur-unsur kimia beracun itu mudah larut.

Bahaya Mikroplastik 

Hidup kita kini terkepung plastik. Ke mana pun menoleh plastik ada di mana-mana dan ini sangat mengganggu pemandangan. Lima puluh persen sampah dalam bentuk plastik. Ironisnya, industri plastik tidak mengurangi produksi karena tuntutan terhadap plastik tetap tinggi. Sebagai contoh pasar trandisional sangat membutuhkan kantong plastik sekali pakai, restoran membutuhkan sedotan plastik, bahkan rumah sakit juga membutuhkan kemasan plastik untuk peralatan medis dan obat-obatan. 

Karena tak tahu nasib plastik-plastik itu setelah kita gunakan, maka sesungguhnya tanpa sadar, kita sedang mewariskan sampah plastik kepada anak cucu. Makroplastik yang berubah bentuknya menjadi mikroplastik lebih berbahaya lagi karena kehadiran mereka nyaris tak kasat mata.  Sebuah penelitian jangka panjang di Jerman membuktikan tiga kerugian besar yang disebabkan oleh mikroplastik terhadap kesehatan makhluk hidup, termasuk manusia.

Pertama, mikroplastik memengaruhi perilaku organisme. Cacing tanah yang membuat liang dengan menggembur tanah, berubah perilakunya jika terdapat mikroplastik di sekitar habitatnya. Ini berdampak negatif terhadap kondisi tanah yang pada gilirannya menyulitkan tumbuhnya tanaman di wilayah tersebut.

Kedua, mencemari air tanah. Partikel-partikel plastik melepaskan berbagai unsur kimia hingga mencapai suplai air tanah dan berdampak pada kualitas air minum. Partikel-partikel itu kemudian mengadopsi berbagai ciri fisik dan kimia baru ketika mengalami kehancuran. Ini bisa membawa berbagai dampak merugikan yang tak terduga.

Ketiga, mencemari berbagai sumber makanan. Mikroplastik ditemukan di air dalam beberapa kemasan botol ternama dunia. Unsur plastik yang berasal dari lapisan plastik pembungkus kemasan teh juga ditemukan dalam minum teh kotak pada 2018. Sebuah penelitian di Eropa pada tahun yang sama menemukan partikel plastik dalam minuman bir, sedangkan The US National Library of Medicine dan National Institute of Health Websibe, menegaskan temuan mikroplastik pada ikan dan makanan laut lainnya. Ini tentu tak mengherankan, karena ikan berasal dari laut, yang telah menjadi tempat pembuangan sampah.

Human Science and technology journal melalui penelitiannya di 2018 menemukan mikroplastik dalam feses delapan orang yang secara acak bersedia dijadikan sampel. Dengan temuan itu, para peneliti membuktikan, bahwa terbukti manusia makan plastik.

Hasil penelitian itu juga mengatakan, bahwa manusia telah mengonsumsi plastik hingga 39.000 dan 52.000 gram plastik setiap tahun ditambah lagi dengan partikel plastik yang dihirup sebanyak 74.000 gram per tahun. Menurut penelitian yang sama, paling tidak pada binatang, sudah terbukti mikroplastik berhasil menembus membran keras yang melindungi otak terhadap benda-benda asing. Bahkan mikroplastik berhasil melewati plasenta yang sedang berkembang dalam rahim hewan yang diteliti.   

Kesimpulan

Bencana plastik yang semakin nyata ini mulai menimbulkan kesadaran. Berbagai gerakan sporadis dibentuk di bawah berbagai panji slogan dan nama seperti:  Gelatik,Trash Hero, Gerakan Tanpa Sedotan Plastik, Change 4 Future, dll. Sementara di negara-negara lain muncul pula gerakan serupa untuk memerangi sampah. Negara Denmark misalnya, menerapkan pajak untuk kantong plastik kepada perusahaan ritel sejak 1994. Afrika Selatan adalah negara paling ketat menerapkan aturan larangan tas plastik. Peritel yang terbukti memberikan tas plastik kepada konsumen, dikenai denda 100 randa (setara 13.800 dolar AS).

Hongkong memiliki gerakan ‘No Plastic Bag Day’, Singapura mengampanyekan ‘Bring Your Own Bag’, Perancis menerapkan aturan kantong plastik berbayar, Inggris tidak menerapkan larangan plastik, tapi pemeritah memberlakukannya di beberapa pusat perbelanjaan besar dengan memberi diskon khusus senilai 1- 4 poundsterling bagi konsumen yang membawa tas sendiri dari rumah. Sejak Juli 2013, sebanyak 17 negara bagian dari 98 kota diseluruh Amerika Serikat memberlakukan larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai. Di Australia, meski pemerintah tidak melarang penggunaan plastik, negara bagian Australia Selatan dan wilayah utara bersama beberapa kota lain, secara mandiri melarang penggunaan tas plastik. Sedangkan Meksiko memberlakukan denda bagi toko yang memberlakukan kantong plastik untuk pelanggan mereka sejak Agustus 2010.

Semua gerakan sporadis kini berlangsung dengan volume yang semakin besar. Tapi banyak pengamat yang pesimis, kita sudah kehilangan momentum untuk memerangi sampah plastik. Dunia belum berhasil membangun kesadaran publik untuk memerangi sampah plastik. Semua gerakan yang lawan sampah plastik sekarang ini hanya bergerak di hilir. Ibaratnya orang yang  panik karena keran air di dapur tiba-tiba bocor, meraih apa saja untuk menghilangkan tumpahan air yang menggenangi lantai. Sapu dipakai, lap piring diambil, ember dan gombal dicari, bahkan tetangga dimintai bantuan. Semua aksi itu mubazir jika kerannya tidak dimatikan terlebih dahulu.

Demikian juga semua gerakan pembersihan sampah plastik tidak ada artinya, jika di hulu, indutri plastik terus bergairah memproduksi plastik, pabrik tidak mengurangi atau menghentikan sama sekali produksi plastik dan masyarakat tidak mengubah mindset untuk menggunakan produk pengganti plastik. **

John de Santo

Dosen ASMI Santa Maria Yogyakarta; Pemerhati Lingkungan Hidup