Solusi TPST Piyungan Jangan Hanya Satu Alternatif

Solusi TPST Piyungan Jangan Hanya Satu Alternatif

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana meminta Pemda DIY segera mencari solusi permasalahan yang terjadi di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan Bantul. Harus ada beragam solusi alternatif. Artinya, tidak sekadar menggantungkan KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha) yang prosesnya panjang.

“Selama ini berbagai kondisi membuat TPST Piyungan harus dilakukan buka tutup pelayanan jika ada masalah. Misal masalah komplain warga, longsornya timbunan dan sebagainya. Baru-baru ini juga dikeluarkan pengumuman penutupan karena hujan deras dan dermaga ambles. Padahal tutup sehari dua hari sudah akan sangat mengganggu warga terutama di kota dan daerah padat yang sampahnya dibuang ke TPST Piyungan,” ungkapnya, Jumat (12/3/2021).

Kepada wartawan usai kunjungan ke Bendung Plenen Girimulyo Kulonprogo, Huda menyampaikan solusinya adalah pemusnahan sampah dengan teknologi.

“Mungkin bisa belajar pada tempat lain seperti Bantar Gebang. Masalahnya adalah mencari rekanan untuk mengerjakan pemusnahan sampah ini sangat rumit, apalagi dengan menggunakan metode KPBU. Proses ini sudah dimulai sejak tahun 2018 atau 2019 tapi sampai saat ini belum ketemu rekanan yang mau mengelola,” paparnya.

Menurut dia, KBPU masih review studi di Bappenas. Kemungkinan jika lancar pada 2022 baru ketemu rekanan. “Kalau ada kendala, tidak tahu sampai kapan. Tidak ada kepastian. Siapa rekanan yang mau kerja sama secara usaha dan ambil keuntungan dari pengolahan sampah? Jadi, mengolah sampah dianggap sebagai komoditas yang menguntungkan dan ditawarkan ke rekanan,” kata Huda.

Masalahnya, KPBU di Indonesia sangat sedikit yang sudah berjalan dan sukses. Pelabuhan Tanjung Adikarto Kulonprogo semula KPBU tetapi sekarang akan ditangani kementerian. Artinya tidak jelas KPBU-nya sukses atau tidak.

“Dalam pandangan saya, ada kemiripan antara Tanjung Adikarto dan TPST piyungan, yaitu sama sama sulit dikerjakan secara bisnis.  Apalagi regulasi tentang sampah luar biasa rumitnya, semakin membuat investor sulit tertarik,” jelasnya.

Contoh, dijadikan energi listrik dan dijual ke PLN. Regulasinya luar biasa rumit. Harganya tidak menguntungkan dan semacamnya. “Kalau nanti ada yang investasi jika ujung-ujungnya APBD harus men-support rutin tahunan jadi masalah baru lagi,” tambahnya.

Menurut dia, setiap tahun Pemda DIY harus menganggarkan sekitar Rp 20 miliar untuk mengelola TPST Piyungan dan jauh dari standar. Artinya selama empat tahun menunggu KPBU harus dianggarkan sekitar Rp 80 miliar.

“Dianggarkan banyak kalau tidak ada masalah ya baik-baik saja. Tapi ini dianggarkan banyak dan masalah masih terus terjadi?” ujarnya bertanya.

Anggota Fraksi PKS ini menegaskan, harus ada alternatif selain KPBU, misalnya mecari lokasi lain yang aman. TPST ditutup sementara sampai ditemukan metode pemusnahan atau KPBU selesai.

“Lokasi baru mesti ditata sejak awal, dikelola dengan teknologi agar sampah langsung bisa dimusnahkan dan tidak menjadi TPST Piyungan kedua,” ungkapnya.

Perda RTRW sudah menyediakan lokus-lokus lokasi alternatif tersebut, tinggal keseriusan melaksanakan pengelolaan sampah ini. “Bab sampah ini juga bab keseriusan dan kesungguhan Pemda DIY saja sebenarnya. Kami minta segera dicari solusi untuk menyelesaikan masalah sampah ini,” pintanya.

Setidaknya solusi antara, agar masalah pelayanan sampah tidak terganggu seperti saat ini. “Jangan tunggal dengan KPBU saja,” tandasnya. (*)