Setelah 15 Tahun, GIK UGM Sukses Menggelar The Life of Butoh
Acara ini merupakan upaya uji coba persiapan GIK UGM sebagai ruang publik.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Gelanggang Inovasi dan Kreativitas Universitas Gadjah Mada (GIK UGM) sukses menyelenggarakan The Life of Butoh pada 4-8 September 2024. Setelah 15 tahun, acara ini kembali diadakan di Yogyakarta.
Pentas kali ini merupakan bentuk kolaborasi internasional yang menampilkan seniman Butoh dari Indonesia dan Jepang melalui berbagai format. Tak hanya live performance tari kontemporer namun juga ada pemutaran film, pameran poster dan talkshow.
Pada hari pertama The Life of Butoh dimulai dengan penampilan dari Fitri Setyaningsih, diikuti oleh Jun Amanto, seniman Butoh asal Jepang, yang membawakan pertunjukan tentang interaksi antara laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya, Mugiyono Kasido dari Indonesia mempersembahkan karya Bayu Angkasa yang menggabungkan alat musik khas Banyumasan dengan elemen cerita Mahabharata dalam eksplorasi nafas kehidupan.
Menakjubkan
Kemudian, ada penampilan Neiro dan Mutsumi Yamamoto dari Jepang yang menakjubkan. Pertunjukan hari pertama ditutup oleh Rianto, yang mengkolaborasikan kesenian Jawa dengan Butoh untuk menggambarkan perjalanan tubuh.
Hari kedua menampilkan penampilan dari Rina Takahashi, Broto Wijayanto, Anter Asmorotedjo, Minoru Hideshima dan Endy Baroque. Rina Takahashi menyuguhkan pertunjukan tradisional Jepang.
Sementara Broto Wijayanto mempersembahkan Mong Mong Mong Mong melibatkan seniman difabel dalam karya tersebut. Anter Asmorotedjo mengeksplorasi tema manusia terperangkap dalam lingkaran tak berujung, dan Minoru Hideshima, sebagai generasi pertama Butoh, menampilkan karya tentang murid yang tidak pernah tersenyum.
Pameran poster Butoh tersaji apik dengan memberikan pengunjung edukasi mendalam tentang sejarah dan perkembangan Butoh. "Pameran ini juga menghadirkan dokumentasi dari pertunjukan Butoh tahun 2009 di Yogyakarta," kata Suwarno Wisetrotomo, kurator seni rupa.
Dokumentasi berharga
Suwarno mengungkapkan pameran ini sebagai dokumentasi berharga yang mengandalkan fotografi dan sejarah untuk mengedukasi publik tentang seni Butoh. The Life of Butoh merupakan sebuah bagian dari program GIK UGM yang disusun dari September hingga Desember 2024.
"Seluruh program di GIK UGM mengintegrasikan ilmu pengetahuan, estetika dan teknologi. Sinergi antara ketiga aspek ini didesain untuk diapresiasi oleh mahasiswa, pelajar dan masyarakat umum," jelasnya.
Garin Nugroho selaku Chief Program Officer GIK UGM menambahkan acara ini merupakan upaya uji coba persiapan GIK UGM sebagai ruang publik.
“The Life of Butoh kita pilih sebagai respons terhadap minat global terhadap seni yang menggugat konsep tubuh. Diciptakan pada era 1950-an, bersamaan dengan perkembangan seni avant-garde di Eropa, Butoh muncul sebagai bentuk seni yang menantang pemahaman konvensional tentang tubuh dan telah menarik perhatian dunia dengan cara yang unik dan provokatif,” jelasnya.
Bentuk abstrak
Bambang Paningron selaku Head of Community & Experience GIK UGM, menekankan kekuatan Butoh sebagai media ekspresi yang memungkinkan eksplorasi gagasan secara mendalam dalam bentuk yang abstrak.
Acara ini juga meninggalkan kesan mendalam bagi performer, pengunjung, dan para pegiat seni. Mugiyono Kasido menyebutkan panggung GIK UGM sebagai tempat yang penuh energi positif dan kehangatan interaksi.
Mila Rosinta, seniman tari dari Yogyakarta, memuji kolaborasi ini sebagai kesempatan untuk memperluas pemahaman tentang Butoh dan berharap acara serupa dapat berlangsung setiap tahun.
"The Life of Butoh telah berhasil menghadirkan pengalaman yang kaya dan beragam, memperkuat dialog budaya antara Jepang dan Indonesia serta memperkaya lanskap seni pertunjukan di Yogyakarta," kata dia. (*)