Seorang Doktor Relakan Rumah Barunya Jadi Ruang Kelas

Seorang Doktor Relakan Rumah Barunya Jadi Ruang Kelas

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Pandemi memaksa orang beradaptasi dengan kebiasaan baru. Termasuk kegiatan belajar mengajar setahun terakhir yang berlangsung online atau daring.

Tetapi tidak semua kegiatan pembelajaran daring berjalan mulus. Banyak kendala. Mulai dari ketiadaan sinyal sampai kuota habis. Atau, tidak memiliki hape untuk mengikuti daring.

Orang tua atau wali murid pun tidak paham pelajaran anak. Sebagian dari mereka bekerja mencari nafkah sehingga tidak maksimal mendampinginya saat belajar, serta beragam poblematika lain.

Melihat kenyataan itu, seorang dosen Fisip Universitas Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr Rahmad Santosa,  merelakan rumahnya yang baru selesai dibangun empat bulan silam untuk kegiatan belajar.

Tidak hanya menyediakan peralatan meja kecil, namun juga terpasang wifi gratis untuk kepentingan pembelajaran. Di ruang kelas itulah Rahmad terjun langsung mengajari anak-anak mulai usia PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga jenjang sekolah atas.

Dia mengajar pagi pukul 09:00-10:00 dan sore pukul 15:30 atau usai Ashar hingga menjelang Maghrib. Selain mengajari PR ataupun pelajaran siswa, alumnus S3 UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) ini juga mengajar ngaji.

“Awalnya hanya beberapa. Sekarang sudah 20 anak yang  belajar di sini,” kata Doktor Rahmad ditemui koranbernas.id di kediamannya Dusun Jetak Jomblang Kalurahan Mulyodadi  Kapanewon Bambanglipuro Bantul, beberapa waktu lalu.

Mereka adalah anak-anak yang orang tuanya menjadi  jamaah Masjid Al Barokah kampung setempat. Kegiatan itu dilakukan sembari tetap mengajar mahasiswanya secara daring.

Dalam seminggu, pria yang mengambil gelar sarjana dan master di Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengajar tiga kali yakni Senin, Rabu dan Jumat. Mereka yang datang pagi, sore boleh datang lagi. “Jadi sambil mengaji mereka bisa mengerjakan PR di sini,” katanya.

Doktor Rahmad mengakui, saat pembelajaran daring hanya unsur kognitif saja yang berkembang. Siswa hanya mengerjakan tugas dari guru lantas dikumpulkan. Sebatas itu.

Unsur afektif menyangkut sikap, nilai, perilaku, perasaan, minat maupun emosi serta unsur psikomotorik (kemampuan fisik seseorang) tidak berkembang baik.

“Maka saya di sini juga ada klasikal, misal empat orang dijadikan satu pembelajaran sehingga tumbuh interaksi, kerja sama, saling membantu temannya yang kesulitan dan membangun unsur kebersamaan,” katanya.

Apa yang dia lakukan diharapkan menjadi solusi pembelajaran kala pademi. Dia berharap di tempat lain banyak muncul hal serupa, peduli dengan kondisi pendidikan anak di sekitar tempat tinggalnya.

Wakaf mulia

Secara terpisah, ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Bantul (FMPPB), Zahrowi, mengapresiasi apa yang dilakukan Doktor Rahmad. “Ini adalah solusi kongkret yang dihadirkan dalam  situasi pembelajaran daring seperti sekarang, di mana banyak kendala bermunculan,” katanya.

Doktor Rohmad merupakan sosok yang layak diteladani dan ditiru dedikasinya. Bukan hanya mencerdaskan anak namun juga mendidik mereka menjadi anak berkarakter, saleh dan salihah.

“Beliau  saya nilai sosok yang sangat mulia hatinya. Telah mewakafkan tenaga, pikiran, waktu bahkan dana karena menyediakan sarana wifi gratis. Tokoh  dan praktisi pendidikan seperti inilah yang sangat kita butuhkan untuk memajukan pendidikan di tanah air,” kata pensiunan guru SD tersebut. (*)