Ini Pengakuan Guru SD yang Rumahnya Menjadi Tempat Menginap Menteri Nadiem

Ini Pengakuan Guru SD yang Rumahnya Menjadi Tempat Menginap Menteri Nadiem

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Bagi Khoiry Nuria, guru Sekolah Dasar (SD) Negeri Jetisharjo yang tergabung dalam Komunitas Guru Sekolah Menyenangkan (GSM), mencoba menerapkan cara-cara baru pembelajaran di sekolah bukanlah hal yang mudah. Apalagi cara baru itu benar-benar jauh dari cara-cara yang sudah puluhan tahun dilakukan di dunia pendidikan.

“Butuh kesabaran dan ketelatenan, agar cara baru ini bisa diterima. Fokus kita adalah bagaimana peserta didik atau siswa merasa senang dan bahagia belajar di sekolah. Caranya bisa bermacam-macam. Kita bebas mencari cara itu, disesuaikan dengan kondisi spesifik di tiap sekolah,” kata Nuri panggilan akrabnya, dalam sesi press conference daring, Kamis (16/9/2021).

Keterangan pers diberikan sehubungan dengan kedatangan Menteri Pendidikan Kebudayan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, yang menginap di rumah Nuri, Senin (13/9/2021) silam, dan mengajaknya ngobrol banyak hal terkait dunia pendidikan.

Kepada menteri, Nuri mengaku bertukar pikiran mengenai banyak hal. Mantan Kepala SD Muhammadiyah Mantaran Sleman ini menyampaikan persetujuannya maupun usulan-usulan untuk menghapus segala hal yang mengarah pada penyeragaman pendidikan.

Disampaikan pula banyak hal mengenai pentingnya melakukan sistem pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai fokus utama. Setiap proses pembelajaran, harus memberikan manfaat nyata bagi siswa.

“Mengubah mindset dari sisi kultur atau budaya harus dilakukan walaupun tidak gampang. Sulit untuk move on. Untuk membuat inovasi dalam pembelajaran saja sulit sekali. Diskusinya panjang banget. Dan masih saja terjebak pada membuat soal bersama dan lain-lain. Padahal GSM ini justru menepis keseragaman. Tidak mungkin siswa kita diukur dengan standar kemampuan siswa dari sekolah yang lain. Lha kondisi masing-masing anak saja berbeda,” kata dia.

Menurut Nuri, di dalam Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), guru memiliki ruang yang leluasa untuk mencari inovasi dan cara baru agar siswa belajar di sekolah dengan hati senang dan bahagia. Salah satu yang dia lakukan selama ini adalah memberikan pembelajaran dengan sistem project, yang akan melatih setiap siswa untuk mencari penyelesaian dari masalah.

Dengan cara ini, anak-anak dilatih menggunakan nalar serta bekerjasama dengan siswa lain dan orang tuanya. “Ternyata responnya sangat bagus. Anak-anak senang menerima tantangan ini. Orang tuanya juga senang karena mereka bisa terlibat aktif. Berbeda dengan kalau pembelajaran sebelumnya, yang tidak jarang orang tua sudah tidak memahami lagi materi pelajaran siswa zaman sekarang,” lanjutnya.

Founder GSM, Prof Muhammad Nur Rizal mengatakan, saat ini, guru seperti Khoiry Nuria sudah cukup banyak. Berawal dari kegiatan Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Gadjah Mada (UGM) di SDN Kadisobo Sleman, GSM kemudian semakin berkembang semakin meluas. Tidak hanya DIY, konsep pembelajaran seperti ini juga berkembang di Tangerang dan beberapa daerah lain, bahkan hingga ke sejumlah daerah di luar Jawa.

Dalam GSM, hal utama yang diusung adalah bagaimana menjadikan siswa sebagai subyek pembelajaran. Pembelajaran yang diberikan di sekolah melalui guru-gurunya, harus bisa memanusiakan setiap siswa, agar mereka tumbuh menjadi anak-anak yang mandiri, dan nanti memiliki skill untuk menyelesaikan persoalan-persoalan riil kehidupan.

Di GSM, guru diajak mengubah mindset mengenai pembelajaran. Setelah berubah, segera disusul perubahan perilaku dalam mengajar.

 

“Kami banyak bertemu guru yang sebenarnya mereka juga gelisah dengan sistem pendidikan sekarang. Sistem pendidikan yang membuat anak-anak enggan ke sekolah karena merasa amat sangat terbebani. Kondisi ini kita ubah. Kita bikin inovasi pembelajaran yang membuat anak-anak bersemangat dan punya motivasi tinggi ke sekolah. Ketika motivasinya tinggi, hasil akademik pada saatnya akan mengikuti,” kata Rizal.

Sekian tahun mengenalkan GSM, dari evaluasi yang dilakukan, Rizal mengungkapkan, banyak hal positif yang bisa diraih. Selain mendorong motivasi siswa untuk belajar ke sekolah, cara ini juga berhasil membangun iklim pembelajaran yang sangat positif.

Guru pada akhirnya lebih fokus berkarya dan berkegiatan yang mengarah pada manfaat bagi siswa. Mereka juga menjadi guru yang lebih terbuka, membangun kolaborasi positif dengan sesama guru dari sekolah lain.

“Terbangun rasa kebanggaan diri guru atas profesinya mengajar. Guru yang tadinya membangun semangat kompetitif sekarang sudah terbiasa dengan kerja kolaboratif. Dulu, akreditasi adalah hal yang disembunyikan karena kompetisi. Sekarang justru disebarluaskan. Cerita sukses disebarluaskan sehingga guru, sekolah dan siswa bertumbuh bersama. Melihat guru-guru mereka seperti ini, maka siswa pun tumbuh menjadi pembelajar yang bisa berempati, kuat dalam kolaborasi dan saling menghargai,” lanjutnya.

Terkait kedatangan Nadiem dan menginap di rumah Nuri, Rizal mengatakan, hal itu sangat positif bagi upaya membenahi sistem pendidikan ke depan. Kedatangannya merupakan indikasi Nadiem Makarim adalah sosok yang mau mendengar dan terjun langsung ke bawah untuk melihat kondisi riil di lapangan.

“Saya kira, pejabat yang lain di kementerian hingga kepala daerah, dapat menangkap esensi dari hal ini. Akan sangat baik, kalau kepala daerah, wakilnya hingga kepala dinas, memiliki jadwal rutin mengajar ke sekolah-sekolah. Dengan begitu mereka akan dapat merasakan denyut nadi pembelajaran secara langsung. Mereka akan melihat kondisi riil, menangkap kendala yang terjadi, dan ikut merasakan apa yang menjadi persoalan di dunia pendidikan,” tandasnya. (*)