Sapto Anggoro Menyebut, RKUHP Berpotensi Mengancam Kemerdekaan Pers
KORANBERNAS.ID, TERNATE—Anggota Dewan Pers Sapto Anggoro menilai, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah digodok, berpotensi mengancam kemerdekaaan pers. Untuk itu, Sapto meminta dan mengajak semua insan pers berjuang mengkritisi RKUHP ini, dan berjuang menjaga iklim yang mendukung pers berkualitas dan profesional.
Di sela-sela Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di Ternate, Maluku Utara, Selasa (26/7/2022), Sapto mengatakan, kemerdekaan pers merupakan salah satu iklim yang mendukung pers berkualitas dan profesional. Untuk itulah Dewan Pers perlu mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
“Semula kami hanya berpandangan, bahwa semua insan pers perlu menjaga kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain. Ternyata, insan pers tidak hanya perlu menjaga kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain, tetapi juga tetap harus berjuang untuk terus mewujudkan kemerdekaan pers,” kata Sapto.
Salah satu perjuangan terpenting insan pers ada di depan mata, katanya, adalah mengkritisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Dari kajian Dewan Pers, paling tidak ada 19 pasal yang terbagi dalam 9 klaster yang berpotensi menjadi ancaman kemerdekaan pers.
Dewan Pers meminta semua konstituen mencermati draf pasal-pasal bermasalah di RKUHP yang menjadi ancaman kemerdekaan pers. Ia mengajak semua insan pers berjuang dan mewujudkan kemerdekaan pers sebagaimana amanat UU Nomor 40/1999 tentang Pers.
“Kemerdekaan pers adalah wujud kedaulatan rakyat. Sekaligus itu merupakan wujud kemerdekaan berpendapat yang merupakan hak asasi manusia. Kemerdekaan pers juga menjadi salah satu ciri negara demokrasi. Tanpa kemerdekaan pers, demokrasi hanya sekadar slogan tanpa makna,” ujar Sapto.
Ia mengingatkan jangan sampai pasal 134, 137, 236 dalam KUHP tentang penghinaan terhadap presiden dihidupkan lagi dalam draf RKUHP. Pada 6 Desember 2006, urainya, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan pasal-pasal itu tidak lagi memiliki kekuatan hukum sehingga tidak bisa diberlakukan.
Sapto mengungkapkan, sembilan klaster pasal bermasalah di draf RKUHP adalah:
1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara.
2. Pasal 218, 219, dan 220 tentang Tindak Pidana Penyelenggaraan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pasal 240, 241, 246, dan 248 tentang Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang sah karena bersifat pasal karet.
4. Pasal 263 dan 264 tentang Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong.
5. Pasal 280 tentang Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan.
6. Pasal 302, 303, dan 304 tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan.
7. Pasal 351-352 tentang Tindak Pidana Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.
8. Pasal 440 tentang Tindak Pidana Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik.
9. Pasal 437 dan 443 tentang Pidana Pencemaran.
Sementara itu, tentang pelaksanaan UKW, Sapto menitip pesan kepada Wali Kota Ternate, Dr M Tauhid Soleman MSi, agar memberi kesempatan dan kepercayaan sebaik-baiknya pada wartawan yang berkompeten dan lulus UKW. Selain Wali Kota Ternate, dalam UKW yang diikuti 54 jurnalis itu hadir pula AA Ari Wibowo (lembaga uji Lembaga Pers dr Soetomo/LPDS), Firdaus (lembaga uji Persatuan Wartawan Indonesia/PWI), Sigit Setiono (lembaga uji London School of Public Relation/LSPR), dan Ahmad Djauhar (mantan anggota Dewan Pers). (*)