Berkas Belum lengkap, Sidang Diskriminasi Layanan Publik Tertunda Lagi
Ketua Majelis Hakim Reza Tyrama memimpin jalannya persidangan
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Persidangan gugatan perdata terkait dugaan diskriminasi layanan publik di Kabupaten Kulonprogo terancam tertunda lagi. Sidang yang seharusnya dilanjutkan Rabu (5/6/2024) untuk agenda pembuktian surat dari masing-masing pihak terpaksa ditunda karena salah satu tergugat belum melengkapi berkas pembuktiannya.
Ketua Majelis Hakim Reza Tyrama memimpin jalannya persidangan. Reza memutuskan untuk menunda sidang karena tergugat VIII belum menyerahkan berkas surat pembuktian secara lengkap.
Berkas dari tergugat lainnya, termasuk Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), telah lengkap diajukan ke persidangan.
Kuasa hukum penggugat, Oncan Poerba, menyayangkan penundaan sidang ini. "Tergugat VIII suratnya kurang hampir semua. Jadi bukti surat tertentu itu ada yang fotokopi kurang, itu harus dilengkapi semua," ungkapnya dengan nada kecewa.
Sidang dijadwalkan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembuktian surat terakhir sebelum pengajuan saksi dari masing-masing pihak.
Mengurus sertifikat
Oncan menegaskan pihaknya siap menghadirkan lebih dari dua orang saksi untuk memperkuat gugatan bahwa kliennya mengalami diskriminasi saat mengurus layanan publik di Kulonprogo pada 2016.
Ini bermula ketika Veronica Lindayati, istri dari Siput Lokasari, mengaku disebut "nonpribumi" dan tidak mendapat pelayanan optimal saat mengurus sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Kulonprogo.
Meski telah dilaporkan ke Presiden dan Menkopolhukam saat itu, laporan tersebut tidak ditindaklanjuti. Akhirnya, penggugat memutuskan membawa kasus ini ke pengadilan untuk menuntut keadilan.
Oncan menekankan bahwa penggunaan istilah "nonpribumi" telah dilarang sesuai Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998. Pihaknya berharap putusan pengadilan dapat mencegah terulangnya praktik diskriminasi dalam layanan publik di Indonesia.
"Kami akan terus mengikuti prosedur yang ditetapkan majelis hakim meski sering terjadi penundaan. Namun, kami bertekad agar tidak ada lagi warga yang mengalami diskriminasi saat mengurus layanan publik," tandasnya. (*)